PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI

PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI adalah Sebuah program kepedulian dalam pengembangan wirausaha dan kemandirian dari jama’ah untuk jama’ah ,

BERJAMAAH KITA HEBAT

“Bukan karena hebat kita berjamaah, tapi karena berjamaah kita menjadi HEBAT” Karena yang sedikit (sendirian) tidak berdampak, tapi bila dihimpun (berjama’ah) maka akan menjadi kekuatan besar.

MENGHIDUPKAN SUNNAH DENGAN BERNIAGA

Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Sa'id ra, dari Nabi Muhammad SAW bersabda, Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, maka ia akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada. (HR. Turmudzi)

MENGHIMPUN DONATUR

Setiap kita bisa menjadi donatur, bukan besaran infaqnya yang terpenting, tapi banyaknya orang yang menjadi donatur menjadikan yang sedikit menjadi berlimpah. Faktor kali, bukan faktor besaran. Rp. 5000 per orang dikali 10.000 orang, maka nilainya menjadi besar.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

AHAD DHUHA PEDULI

Photobucket

Minggu, 11 Juli 2010

DI MANAKAH TUHANMU BERADA?

Di sebuah dusun, hiduplah seorang lelaki tua bernama Hamdun yang dianggap bertingkah laku gila oleh orang-orang di sekitarnya. Entah dari mana asalnya, tak seorangpun penduduk dusun itu yang mengetahuinya. Hamdun tiba-tiba saja hadir disana. Kegilaannya biasa datang pada malam hari. Saat mana Hamdun akan bersyair.

Pada siang hari, terkadang ia berlari berkeliling pasar atau ikut bermain dengan anak-anak. Para penduduk sudah biasa melihat tingkah lakunya. Mereka tidak khawatir pada anak mereka karena Hamdun tidak pernah menyakiti orang lain terlebih lagi ia sangat sayang pada anak kecil. Ada saja orang yang kasihan dan membawakan makanan untuknya buat berbuka puasa. Setahu mereka, Hamdun tidak pernah terlihat makan di siang hari. Mereka tahu Hamdun selalu berpuasa dan tiada putus puasanya. Yang lebih mengherankan lagi, Hamdun tidak mau tidur di sembarang tempat. Ia lebih suka tidur di emper satu-satunya masjid di daerah itu. Ia selalu tidur pada pagi hingga petang dan berjaga pada malam hari.

Suatu malam, kala kegilaannya datang Hamdun bersyair:
wahai kekasih,
padamu aku memuji
padamu aku berbakti

engkaulah yang aku cintai

wahai kekasih,

jangan kau tinggalkan aku

jangan kau benci aku

jangan kau cemburui aku

karena cintaku hanya untukmu


Setelah bersyair berulang-ulang memuji kekasihnya iapun mengakhiri syairnya dengan menangis.

Suatu siang singgahlah seorang musafir di masjid. Setelah sholat dhuhur ia keluar dan mendekati Hamdun yang sedang tidur. Ia mencoba membangunkannya, tetapi Hamdun tetap saja nyenyak dalam tidurnya.

"Wahai tuan yang sedang tidur, tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat dhuhur? Janganlah engkau lewatkan waktu sholatmu dengan tidur panjangmu", kata musafir itu sambil terus membangunkan Hamdun. Hamdunpun akhirnya bangun dan menatap si musafir lalu berkata, "Apa pedulimu denganku? Aku sedang bermimpi bersama kekasihku tetapi engkau telah mengusik keasyikanku dengan sang kekasih!"
"Tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat untuk menyembah tuhanmu?", tanyanya.
"Tuhan? Tuhan yang mana? Aku tidak menyembah Tuhan. Tiada sedikitpun kusimpan kata Tuhan dalam hatiku. Tiada Tuhan .. tiada Tuhan .. ," jawabnya.
"Masya Allah, mengapa kau berkata seperti itu?" tanyanya lagi pada Hamdun.
"Aku hanya memuja sang kekasih dan tiada tempat untuk Tuhan dihatiku", tekannya dalam jawaban.
"Apakah agamamu, wahai tuan yang tidak bertuhan?", tidak percayanya sang musafir akan perkataan Hamdun.
"Aku? Aku tidak beragama. Aku hanya bercinta kasih. Lalu apa agamamu?" Hamdun baliknya bertanya.
"Tidakkah engkau lihat aku berada dalam masjid. Tentunya aku adalah seorang muslim." jelas musafir itu masih dalam kebingungan.
"Bila engkau muslim, aku ingin bertanya. Di manakah tuhanmu berada, wahai orang yang banyak tanya?", pertanyaan Hamdun ini membuat si musafir tiada dapat berkata-kata. Ia diam bagai seorang bisu, lalu ia pergi meninggalkan Hamdun.
"Bah, engkau mengganggu tidurku saja. menyuruhku sholat tetapi engkau sendiri tidak tahu di mana Tuhanmu berada!" kata Hamdun sambil melanjutkan tidur siangnya.

wahai kekasih...
wahai kekasih,

tidak kuat aku menahan kerinduan ini

tiada sabar aku untuk berjumpa denganmu

tiada kuasa aku untuk menggapaimu

wahai kekasih...
wahai pujaan hati,

kegilaanku akan dirimu semakin menjadi

wahai kekasih...
wahai dambaan hati,

aku sebut selalu namamu dan kupatri dalam hatiku


Musafir tadi ternyata sedang mengamati dari kejauhan segala yang diperbuat Hamdun. tidak percaya pada Hamdun yang syair-syairnya berisikan kalimat-kalimat cinta yang indah. Tidak percaya bahwa Hamdun adalah seorang yang gila. Karena rasa penasaran pada apa yang telah Hamdun perbuat siang tadi padanya, iapun berjalan mendekati Hamdun kembali dan memberi salam, "Assalamu'alaikum, wahai orang tua ..."
Hamdun menoleh dan membalas salamnya, "'alaikumussalam..."
"Sedang apakah engkau di sini seorang diri?" tanya musafir
"Aku sedang memuji kekasihku," jawabnya, "lalu apakah keperluanmu malam-malam begini berada di sini?" Hamdun bertanya.
"Sejak tadi aku memperhatikanmu dari kejauhan," jawabnya.
"Tidak adakah pekerjaan yang lebih bermanfaat bagimu selain memperhatikan diriku?" tanya Hamdun lagi.
"Aku hanya berpikir tentang isi dari syair indah yang engkau dendangkan, wahai orang tua," jawabnya.
"Mengapa engkau tidak sholat menyembah tuhanmu?", tanya Hamdun sambil berdiri
"Aku penasaran akan kata-katamu tadi siang yang membuatku berpikir panjang tentang kata-kata yang engkau ucapkan. Maukah engkau memberiku penjelasan di mana Tuhan itu berada?" mohon musafir itu pada Hamdun.
"Selama ini engkau menyembahnya tetapi engkau sama sekali tidak tahu di mana ia berada. sungguh sia-sia segala apa yang engkau kerjakan itu, wahai musafir." kata Hamdun. "Tuhan itu banyak, dan jangan sekali-kali lagi engkau berkata menyembah Tuhan. Karena engkau akan berada dalam kesesatan. Engkau pasti bertanya mengapa aku tidak bertuhan dan mengapa tidak beragama, bukan?" Musafir itu menganggukkan kepalanya.
"Aku tidak menyembah Tuhan tetapi aku menyembah sang kekasih, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Mengapa aku mengatakan tidak beragama karena Allah tidak lagi memberatkannya padaku. Karena aku telah menjadi kekasih-Nya. Apapun yang Dia pilihkan untukku, itulah yang terbaik buatku. Walau neraka yang diinginkan-Nya untukku, aku bersedia masuk kedalamnya dengan cinta kasih-Nya. Untuk apa aku memilih sorga bila tidak bisa menjadi kekasihNya dan tidak bisa berjumpa serta melihat keindahan wajah-Nya yang Maha Indah itu? Aku ikhlas menerima kegilaanku karena ingin selalu bercinta dengan-Nya. Inilah kehendak yang Dia inginkan buat kebaikanku. inilah kesucian cinta yang Dia inginkan dariku." katanya menjelaskan pada sang musafir.
"Astaghfirullah, Maha Suci Engkau, Ya Allah, dari segala prasangka buruk hambamu." mohonnya pada Allah setelah mendengarkan penjelasan dari Hamdun, "Tapi mengapa sewaktu aku menyuruhmu sholat tadi siang engkau menolak?" lanjutnya.
"Apakah setiap perbuatan selalu harus aku pamerkan kepada semua manusia? Apakah engkau mengetahui kapan aku sholat tadi siang?" Hamdun balik bertanya. "Tidak!" jawab yang ditanya.
"Sesungguhnya amal yang baik adalah bila tangan kanan bersedekah, tidak diketahui oleh tangan kirinya. Janganlah engkau pamerkan segala amal yang engkau lakukan karena itu semua akan menjauhkanmu dari Allah. Engkau akan memakan puji-pujian orang, lalu engkau akan menjadi riya' karenanya. Tahukah engkau, tidak jauh dari sini ada sebuah hutan? Aku pergi ke sana untuk melaksanakan sholat dan meninggalkan tubuhku tetap terbaring dalam nyenyaknya tidur, agar orang melihat apa yang aku perbuat dan tetap seperti itu pandangan mereka." Hamdun menjelaskan.
"Lalu, bagaimanakah caranya engkau sholat di sana bila tubuhmu terbaring dalam nyenyaknya tidur di depan masjid ini?" rasa ingin tahu musafir itu semakin menjadi.
"Aku memakai tubuh kekasihku Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin." jawab Hamdun seraya melanjutkan, "Esok siang, setelah sholat dhuhur lihatlah tubuhku yang berbaring nyenyak di depan masjid ini. Jangan sekali-kali engkau ganggu tidurku. Lalu pergilah engkau ke hutan sana."
"Baiklah! Aku akan menuruti permintaanmu." musafir itu menyetujui permintaan Hamdun. Dan setelah memberi salam, iapun bergi meninggalkan Hamdun yang mulai bersyair lagi.

Keesokan harinya, setelah selesai sholat dhuhur, musafir itu memperhatikan Hamdun yang sedang nyenyak dalam tidurnya. Lalu iapun segera bergegas menuju hutan yang dimaksud Hamdun semalam. Ia mencari-cari di mana Hamdun berada. Musafir itu sempat terkejut ketika mendapati Hamdun sedang melaksanakan sholat dhuhur di bawah teduhnya sebuah pohon tinggi. Ia menunggu hingga Hamdun selesai melaksanakan sholat.

Setelah salam dan berdo'a, Hamdun mendekati musafir yang sejak tadi dalam kebingungan.
"Wahai orang tua, aku tidak mengerti apa yang sedang engkau lakukan. Aku dapati tubuhmu terbaring dalam tidur yang nyenyak di depan masjid, dan di sini aku mendapati pula engkau yang bertubuh melaksanakan sholat. Padahal engkau katakan semalam bahwa engkau pergi ke sini dengan memakai tubuh kekasihmu." tanyanya masih belum sadar dari kebingungannya.
"Wahai anak muda, apakah engkau ragu akan kekuasaan Allah?" tanya Hamdun. musafir itu menggelengkan kepala.
"Allah berkuasa atas semua orang pilihan-Nya. Tiada mustahil segala apa yang Dia perbuat. Mata yang engkau miliki adalah mata kasar. Bila engkau mempunyai mata halus, niscaya engkau tiada mendapati aku di sana. Itu hanyalah bayanganku saja. Tubuh asliku yang sebenarnya ada di sini, berada dihadapanmu. Mengapa pula aku katakan aku memakai tubuh kekasihku? Karena bila engkau melihat pada awal kejadian, bahwa sebenarnya tubuh ini hanya mendindingi kenyataan yang sesungguhnya. Dinding akan hilang bila engkau telah menyerahkan segalanya pada Allah. Bila engkau tiada melihat dinding itu, maka engkau telah memakai pakaian sebenarnya, yaitu pakaian ruh. Tetapi aku tidak bisa menjelaskan padamu tentang segala sesuatu mengenai ruh. karena ruh itu adalah urusan Allah. Mereka yang tidak mengerti akan menghalalkan darahku." jelasnya.
"Aku sedikit paham apa-apa yang telah engkau jelaskan, wahai orang tua." kata musafir itu.
"Sekarang, lihatlah apa yang ada dibalik jubahku ini!" kata Hamdun sambil memperlihatkan sesuatu di balik jubahnya. Cahaya terang memancar dari dadanya dan menyilaukan mata musafir itu. Karena terkejut dan takjub akan terangnya cahaya itu, iapun pingsan.

Tak berapa lama, ia sadar dari pingsannya dan tidak mendapati lagi Hamdun di sana. Iapun berlari untuk menemui Hamdun yang sedang terbaring nyenyak di depan masjid. Sesampainya di sana ia membuka selimut yang menutupi tubuh Hamdun. Betapa terkejutnya ia karena mendapati di balik selimut itu hanya ada setumpuk batu. "Masya Allah...Maha Suci Engkau, Ya Allah....", panjatnya dalam keheranan.
"Ya Allah, siapakah orang tua ini sebenarnya? Siapakah orang yang misterius ini? Siapakah penyair gila ini?" tanyanya dalam hati. Lalu iapun melangkah pergi dengan membawa berbagai pertanyaan dalam hatinya, sambil terus memohon petunjuk pada Allah siapa sebenarnya orang gila yang ia temui itu.

Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah, (QS 36:2) Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (QS 36:9)

Dari blog Lelaki Biasa, sumber Millist Surau@yahoogroups.com

Jumat, 09 Juli 2010

DI MANAKAH TUHAN?

Ketika sambil lalu pertanyaan ini disampaikan kepada sekumpulan orang, hampir pasti kita akan mendapat jawaban yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan di surga, ada yang mengatakan di langit, ada yang mengatakan di dalam hati - atau di dalam diri setiap manusia, ada yang mengatakan di mana-mana, ada yang mengatakan lebih dekat dari urat leher kita, ada pula yang mengatakan pokoknya sangat dekat dengan saya!
Dan masih banyak lagi.

Namun jika pertanyaan ini diajukan kepada kita selaku pemeluk agama Islam, seorang muslim yang mengaku bertaqwa kepada Allah SWT, yang semata-mata tunduk, patuh dan bersarah diri hanya kepada-Nya, yang menjalankan semua ibadah demi mendapat ridha-Nya, apakah kita sudah mengetahui secara pasti sesungguhnya Tuhan kita berada di mana? Dapatkah kita menjawab pertanyaan ini tanpa sedikitpun keragu-raguan di dalam hati - dan tidak pula menimbulkan keragu-raguan baru di hati orang lain?

Boleh jadi selama ini kita menganggap pertanyaan ini biasa-biasa saja, atau bahkan mungkin merupakan pertanyaan yang sangat jarang melintas di benak kita. Sehingga kita tidak merasa terdorong untuk "mencari kebenaran" mengenai perkara ini. Padahal sesungguhnya ini adalah pertanyaan paling mendasar yang sangat menentukan keimanan seorang muslim. Sebab, bagaimana bisa terjadi seseorang muslim yang taat melaksanakan ibadah dan berkata bahwa ia menyembah Allah, tapi tidak tahu Allah yang disembahnya berada di mana? Tidakkah ini menunjukkan bahwa sesungguhnya ia tidak berbeda jauh dengan orang-orang yang belum mengenal Tuhan? Orang yang pasti bohong bila mengatakan bahwa ia mencintai Tuhannya? Bagaimana mungkin mengaku cinta - dan berharap cintanya berbalas - bila tidak mengetahui dengan pasti yang dicintainya itu berada di mana?

Mungkin anda tersenyum sendiri membaca ini. Tapi cobalah ajukan pertanyaan serupa kepada orang-orang terdekat anda, lalu perhatikanlah berapa banyak di antara mereka yang dapat menjawabnya dengan baik dan berapa banyak pula yang diam-diam "ternyata" masih kebingungan mengenai hal ini. Wallahualam Bissawab.

Untuk membantu orang-orang yang kita sayangi itu menemukan jawaban yang pasti, marilah sama-sama kita simak penjelasan berikut.

Jawaban yang benar atas pertanyaan ini adalah: Allah SWT bersemayam di atas Arsy. Dan Arsy berada di atas langit.

Imam Asy Syafi’i berkata: “Berbicara tentang sunnah yang menjadi pegangan saya, murid-murid saya, dan para ahli hadits yang saya lihat dan yang saya ambil ilmunya, seperti Sufyan, Malik, dan yang lain, adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada Illah yang haq selain Allah, dan bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘Arsy di langit, dan dekat dengan makhluk-Nya” (Kitab I’tiqad Al Imamil Arba’ah - Oleh Muhammad bin Abdirrahman Al Khumais, Bab-IV). Demikian juga keyakinan para imam mazhab seperti Imam Malik, Imam Hanafi, dan Imam Hambali.

Sebagaimana kita ketahui, lazimnya para Imam menetapkan keyakinan mereka terhadap suatu perkara selalu dilandasi oleh dalil-dalil yang meliputi sumber-sumber dari Al-Qur’an, Hadits, Akal, Fitrah dan ‘Ijma. Untuk pertanyaan di atas, berikut adalah dalil-dalilnya:

MENURUT AL-QUR'AN
Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Ta’ala banyak menyiratkan atau mensifati diri-Nya berada di atas Arsy, yaitu di atas langit. Di antaranya, perhatikan firman-firman Allah SWT sebagai berikut:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأَمْرَ مَا مِن شَفِيعٍ إِلاَّ مِن بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Yunus[10]:3)

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arsy” (QS. Thaha[20]: 5)

أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat yang di langit (yaitu Allah) kalau Dia hendak menjungkir-balikkan bumi beserta kamu sekalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang” (QS. Al Mulk[67]:16)

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Rabb-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (QS. Al-Ma’arij[70]: 4).

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ
مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hadid[57]:4)

قُل لَّوْ كَانَ مَعَهُ آلِهَةٌ كَمَا يَقُولُونَ إِذاً لاَّبْتَغَوْاْ إِلَى ذِي الْعَرْشِ سَبِيلاً
Katakanlah: "Jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy." (QS. Al-Isra[17]:42)

الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيراً
"Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. " (QS. Al-Furqaan[25]:59)

MENURUT HADITS
Dalam hadits Mu’awiyah bin Hakam, bahwa ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?”, maka ia menjawab: “Di atas langit”, beliau bertanya lagi: “Siapa aku?”, maka ia menjawab: “Anda utusan Allah”. Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karena ia seorang yang beriman” (HR. Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda yang artinya: “Setelah selesai menciptakan makhluk-Nya, di atas Arsy Allah menulis, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku’ ” (HR. Bukhari-Muslim)

MENURUT AKAL
Syaikh Muhammad Al Utsaimin berkata: “Akal seorang muslim yang jernih akan mengakui bahwa Allah memiliki sifat sempurna dan maha suci dari segala kekurangan. Dan ‘Uluw (Maha Tinggi) adalah sifat sempurna dari Suflun (rendah). Maka jelaslah bahwa Allah pasti memiliki sifat sempurna tersebut yaitu sifat ‘Uluw (Maha Tinggi).” [Qowaaidul Mutslaa, Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha]

MENURUT FITRAH
Perhatikanlah orang yang berdoa, atau orang yang berada dalam ketakutan, kemana ia akan menengadahkan tangannya untuk berdoa dan memohon pertolongan? Bahkan seseorang yang tidak belajar agama pun, karena fitrahnya, akan menengadahkan tangan dan pandangan ke atas langit untuk memohon kepada Allah Ta’ala, bukan ke kiri, ke kanan, ke bawah atau yang lain. Namun perlu digaris bawahi bahwa pemahaman yang benar adalah meyakini bahwa Allah bersemayam di atas Arsy tanpa mendeskripsikan cara Allah bersemayam.

Tidak boleh kita membayangkan Allah bersemayam di atas Arsy dengan duduk bersila atau dengan bersandar atau semacamnya. Karena Allah tidak serupa dengan makhluknya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah” (QS. Asy Syura[26]: 11) Maka kewajiban kita adalah meyakini bahwa Allah berada di atas Arsy yang berada di atas langit sesuai yang dijelaskan Qur’an dan Sunnah tanpa mendeskripsikan atau mempertanyakan kaifiyah (tata cara)–nya.

Imam Malik pernah ditanya dalam majelisnya tentang bagaimana caranya Allah bersemayam? Maka beliau menjawab: “Bagaimana caranya itu tidak pernah disebutkan (dalam Qur’an dan Sunnah), sedangkan istawa (bersemayam) itu sudah jelas maknanya, menanyakan tentang bagaimananya adalah bid’ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang menyimpang, kemudian memerintahkan si penanya keluar dari majelis”. (Dinukil dari terjemah Aqidah Salaf Ashabil Hadits).

ALLAH BERSAMA MAKHLUK-NYA
Allah Ta’ala berada di atas Arsy, namun Allah Ta’ala juga dekat dan bersama makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman: “Allah bersamamu di mana pun kau berada” (QS. Al Hadid[57]: 4) Ayat ini tidak menunjukkan bahwa dzat Allah Ta’ala berada di segala tempat. Karena jika demikian tentu konsekuensinya Allah juga berada di tempat-tempat kotor dan najis, selain itu jika Allah berada di segala tempat artinya Allah berbilang-bilang jumlahnya. Subhanallah, Maha Suci Allah dari semua itu. Yang benar adalah Allah Ta’ala Yang Maha Esa berada di atas Arsy namun dekat bersama hambanya.

Jika kita mau memahami, sesungguhnya tidak ada yang bertentangan antara dua pernyataan tersebut. Karena kata ma’a (bersama) dalam ayat tersebut, bukanlah kebersamaan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk, karena Allah tidak serupa dengan makhluk. Dengan kata lain, jika dikatakan Allah bersama makhluk-Nya bukan berarti Allah menempel atau berada di sebelah makhluk-Nya apalagi bersatu dengan makhluk-Nya. Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjelaskan hal ini: “Allah bersama makhluk-Nya dalam arti mengetahui, berkuasa, mendengar, melihat, mengatur, menguasai dan makna-makna lain yang menyatakan ke-rububiyah-an Allah sambil bersemayam di atas Arsy di atas makhluk-Nya.” (Qowaaidul Mutslaa, Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha) .

Ketika berada di dalam gua bersama Rasulullah karena dikejar kaum musyrikin, Abu Bakar radhiallahu’anhu merasa sedih sehingga Rasulullah membacakan ayat Qur’an, yang artinya: “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. At-Taubah[9]: 40) Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “ ’Allah bersama kita’ yaitu dengan pertolongan-Nya, dengan bantuan-Nya dan kekuatan dari-Nya.” Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya: “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku qoriib (dekat). Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu.” (QS. Al Baqarah[2]: 186)

Dalam ayat ini pun kata qoriib (dekat) tidak bisa kita bayangkan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk. Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “Sesungguhnya Allah Maha Menjaga dan Maha Mengetahui. Mengetahui yang samar dan tersembunyi. Mengetahui mata yang berkhianat dan hati yang ketakutan. Dan Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang berdoa, sehingga Allah berfirman "Aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepada-Ku.” Kemudian dijelaskan pula: “Doa ada 2 macam, doa ibadah dan doa masalah. Dan kedekatan Allah ada 2 macam, dekatnya Allah dengan ilmu-Nya terhadap seluruh makhluk-Nya, dan dekatnya Allah kepada hambaNya yang berdoa untuk mengabulkan doanya” (Tafsir As Sa’di).

Jadi, dekat di sini bukan berarti menempel atau bersebelahan dengan makhluk-Nya. Hal ini sebenarnya bisa dipahami dengan mudah. Dalam bahasa Indonesia pun, tatkala kita berkata ‘Budi dan Tono sangat dekat’, bukan berarti mereka berdua selalu bersama kemanapun perginya, dan bukan berarti rumah mereka bersebelahan. Kaum muslimin, akhirnya telah jelas bagi kita bahwa Allah Yang Maha Tinggi berada dekat dan selalu bersama hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui isi-isi hati kita. Allah mengetahui segala sesuatu yang samar maupun yang tersembunyi.

Allah tahu niat-niat buruk dan keburukan maksiat yang terbesit di hati. Allah bersama kita, maka masih beranikah kita berbuat bermaksiat kepada Allah dan meninggakan segala perintah-Nya? Allah tahu hamba-hambanya yang butuh pertolongan dan pertolongan apa yang paling baik. Allah pun tahu jeritan hati kita yang faqir akan rahmat-Nya. Allah dekat dengan hamba-Nya yang berdoa dan mengabulkan doa-doa mereka. Maka, masih ragukah kita untuk meminta pertolongan hanya kepada Allah? Padahal Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Kemudian, masih ragukah kita bahwa Allah Ta’ala sangat dekat dan mengabulkan doa-doa kita tanpa perlu perantara, sehingga sebagian dari kita masih ada yang mencari perantara seperti dukun, paranormal, para wali dan sesembahan lain selain Allah? Wallahul musta’an.

Untuk lebih memahami pengertian Allah Ta’ala Yang Maha Esa berada di atas Arsy namun dekat bersama hambanya, mari kita perhatikan juga penjelasan berikut:

KAMI LEBIH DEKAT DARI URAT LEHER MANUSIA

Allah SWT berfirman:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌمَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌوَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaff[50]:16-18)

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan tentang kekuasaan-Nya atas manusia bahwa Dia-lah yang menciptakannya dan ilmu pengetahuan-Nya mencakupi semua persoalan hidupnya, sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui apa yang dibisikkan dalam hati anak-cucu keturunan Adam tentang kebaikan, keburukan, dan tentang segala perkara. Telah ditetapkan pula di dalam sebuah hadits sahih dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Allah Subhanahu wa Ta'ala memaafkan apa yang dibisikkan oleh hati-hati umatku selama dia tidak mengatakannya atau mengerjakannya."

Adapun maksud atau makna Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala; "Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya," adalah bahwa para Malaikat Allah itu sangat dekat kepada manusia daripada kedekatan mereka dengan urat lehernya sendiri.

Perhatikan juga firman Allah berkenaan dengan sakaratul maut ini:

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ
"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat." (QS. Al-Waaqi'ah[56]:85).

Yang dimaksud dengan Kami dalam ayat ini adalah para malaikat, sebagaiana difirmankan-Nya:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan al Qur'an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr[15]:9).

Maka para malaikat itulah yang telah turun dengan membawa Al Qur'an dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Demikian pula para malaikat adalah lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya dengan penetapan Allah atas hal itu. Itulah sebabnya di sini Allah berfirman:

"(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya," yang menjelaskan bahwa ada dua malaikat yang mencatat amalan manusia, yang satu mengawasi di sebelah kanan dan yang lain mengawasi di sebelah kiri."

Firman Allah Subhanahu wa ta'ala: "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." menunjukkan bahwa setiap kalimat itu diawasi dan dicatat oleh malaikat. Malaikat itu tidak membiarkan satu kalimat atau satu gerakan pun, baik berupa niat, perbuatan, maupun ucapan, kecuali dituliskannya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Bilal bin Harits Al Muzani radhiallahu anhu bahwa Rasulullahh Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Seseorang yang mengucapkan kata-kata yang diridhai Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut-lanjut. Allah Subhanahu wa ta'ala akan mencatatkan bagi orang itu keridhaanNya sampai orang itu bertemu dengan Allah. Dan seseorang yang mengucapkan kata-kata yang dibenci Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut terus. Allah akan menuliskan murka-Nya untuk orang itu sampai dia bertemu dengan Allah." Alqamah pernah mengatakan: "Sudah berapa banyak ucapan yang tidak jadi aku ucapkan karena hadits Bilal bin Harits ini."

Hadits ini turut pula diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan disahkannya. Dan pernah disebutkan kisah tentang Imam Ahmad yang merintih dikala sakitnya, kemudian sampai berita kepadanya dari Thawus bahwa dia berkata: "Malaikat itu akan mencatat segala sesuatu, termasuk rintihan." Semenjak itulah Imam Ahmad tidak merintih lagi hingga wafat. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau.

Rujukan:
Yulian Purnama - Buletin Ad Tauhid
Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifai

"Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhthishari Tafsir Ibnu Katsier" edisi Indonesia: "Kemudahan dari Allah: ringkasan tafsir Ibnu Katsier" Penerjemah: Syihabuddin, Gema Insani Press, Jakarta cetatakan ke-2.

Selasa, 06 Juli 2010

HADITS 2

Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam) seraya berkata: "Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam!" Maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam: "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu," kemudian dia berkata: "Anda benar."

Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: "Beritahukan aku tentang Iman." Lalu beliau bersabda: "Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk," Kemudian dia berkata: "Anda benar." Kemudian dia berkata lagi: "Beritahukan aku tentang ihsan." Lalu beliau bersabda: "Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau."

Kemudian dia berkata: "Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)." Beliau bersabda: "Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya." Dia berkata: "Beritahukan aku tentang tanda-tandanya," beliau bersabda: "Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya," kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: "Tahukah engkau siapa yang bertanya?" Aku berkata: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian."


[Hadits 2 - Kumpulan Hadits Arbain Imam Nawawi]

Sabtu, 03 Juli 2010

HADITS 24

Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu'alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman:

"Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim."

"Wahai hambaku, semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan."

"Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian."

"Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni."

"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada-Ku."

"Wahai hambaku, seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun."

"Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin di antara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka di antara kalian, niscaya hal itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga."

"Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir semuanya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan."

"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikaan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya."


[Hadits 24 (Kumpulan Hadits Arbain - Imam Nawawi)]

Jumat, 02 Juli 2010

NERAKA

Neraka merupakan suatu tempat yang diyakini oleh penganut beberapa agama dan atau aliran kepercayaan sebagai tempat kesengsaraan abadi setelah mati. Tempat ini berada di alam gaib sebagai balasan atas perbuatan manusia yang dinilai menyimpang dari aturan agama.

PERSONAFIKASI DALAM HINDU

Istilah neraka berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Naraka yang dalam mitologi Hindu dilukiskan sebagai seorang raksasa kejam. Ia merupakan putra dari bumi, yang dilukiskan sebagai wanita cantik bernama Pertiwi. Naraka akhirnya tewas di tangan ayahnya sendiri, yaitu Wisnu yang dipuja umat Hindu sebagai dewa pemelihara dunia.

DALAM KRISTEN

Kata “neraka” juga terdapat dalam banyak terjemahan Alkitab. Ayat-ayat yang sama dalam terjemahan-terjemahan lain menyebutkan “kubur”, “dunia orang mati”, dan sebagainya. Alkitab-Alkitab lain hanya mentransliterasikan kata-kata bahasa asli yang kadang-kadang diterjemahkan “neraka”; Dalam bahasa Ibrani, neraka diistilahkan sebagai "She’ohl" (syeol) dan dalam bahasa Yunani “Hai’des” (hades) sebagai kuburan umum dari umat manusia yang mati; Dalam bahasa Yunani "He’en-na" (gehenna) dan digunakan sebagai lambang dari kebinasaan kekal.

Dalam agama Kristen, Neraka terbagi dalam 3 tingkat, yaitu:

  • Syeol/Hades

Adalah tempat atau bagian dari neraka yang paling atas atau sama dengan tempat penantian. namun di dalam tempat penantian itupun banyak jiwa yang tidak luput dari pandangan para utusan neraka.

  • Gehenna/Neraka

Adalah tempat atau bagian tengah dari neraka. Siksaan di bagian ini lebih kejam daripada di hades.

  • Jurang tak berdasar.

Adalah bagian neraka yang paling dalam. Di tempat ini terdapat lautan api dan belerang dimana para jiwa yang berdosa direndam dalam lautan itu. Di tempat itu pula Allah memenjarakan Sang Naga atau Iblis yang akan dilepaskan pada masa tujuh tahun penderitaan.

DALAM ISLAM

Neraka adalah tempat penyiksaan bagi mahluk Allah yang membangkang. Mereka adalah orang-orang yang membangkang terhadap syariat Allah dan mengingkari Rasulullah saw.

Kata neraka sering disebutkan dalam kitab suci Al-Qur'an dan jumlahnya sangat banyak sekali. Dalam bahasa Arab disebut naarالنار (ar)* (an-nār).

Siapapun orang yang dimasukkan ke dalam neraka, dia tidak akan keluar darinya. Pintu neraka berdiri kokoh dan tertutup rapat. Itulah penjara bagi orang-orang yang menganggap remeh berita tentang pengadilan akhirat.

Ada juga orang-orang yang terakhir kali masuk surga, setelah mereka di siksa sesuai dengan dosa-dosanya yang telah mereka perbuat.

Didalam Al-Qur'an disebutkan bahan bakar neraka adalah dari manusia dan batu (ada yang mengartikan berhala). Pintu gerbang Neraka di pimpin oleh Malaikat Malik, yang memiliki 19 malaikat penyiksa didalam Neraka, salah satunya yang disebut namanya dalam Al-Qur'an adalah Zabaniah.

Walaupun neraka sering digambarkan sebagai tempat penyiksaan yang teramat panas, tetapi ada hawa neraka menjadi teramat sangat dingin. Disebutkan di dalam Al-Qur'an:

Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. (Sad [38]:57)

Siksaan di dalam neraka yang paling ringan diberikan sandal api yang bisa membuat otak mereka mendidih. “Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka, lalu mendidihlah otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam periuk. Dia mengira tiada seorangpun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu, padahal dialah orang yang mendapat siksaan paling ringan.” (HR. Bukhari-Muslim)

Nama-Nama Pintu Neraka

Neraka tempat penyiksaan itu kemudian banyak disebut orang dengan nama Jahannam. Jahannam itu memiliki 7 pintu, setiap pintu (tingkat), telah ditetapkan untuk golongan tertentu dari para makhluk-Nya. Pintu (tingkat) neraka yang disebutkan didalam Al Qur'an adalah:

  • Hawiyah
    Neraka yang diperuntukkan atas orang-orang yang ringan timbangan amalnya, yaitu mereka yang selama hidup didunia mengerjakan kebaikan bercampur dengan keburukan. Orang muslim laki dan perempuan yang tidak tanduknya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, seperti para wanita muslim yang tidak menggunakan jilbab, bagi para lelaki muslim yang sering memakai sutra dan emas, mencari rejeki dengan cara tidak halal, memakan riba dan sebagainya, Hawiyah adalah sebagai tempat tinggalnya. Surah Al-Qari'ah.
  • Jahiim
    Neraka sebagai tempat penyiksaan orang-orang musyrik atau orang yang menyekutukan Allah. Mereka akan disiksa oleh para sesembahan mereka. Dalam ajaran Islam syirik adalah sebagai salah satu dosa paling besar menurut Allah, karena syirik berarti menganggap bahwa ada makhluk yang lebih hebat dan berkuasa sehebat Allah dan bisa pula menganggap bahwa ada Tuhan selain Allah. Surah Asy-Syu'ara' dan Surah As-Saffat.
  • Saqar
    Neraka untuk orang munafik, yaitu orang yang mendustakan perintah Allah dan rasul. Mereka mengetahui bahwa Allah sudah menentukan hukum Islam melalui lisan Muhammad, tetapi mereka meremehkan syariat Islam. Surah Al-Muddassir.
  • Lazhaa
    Neraka yang disediakan untuk orang yang suka mengumpulkan harta, serakah dan menghina orang miskin. Bagi mereka yang tidak mau bersedekah, membayar zakat, atau bahkan memasang muka masam apabila ada orang miskin datang meminta bantuan. Surah Al-Ma’arij.
  • Huthamah
    Neraka yang disediakan untuk orang yang gemar mengumpulkan harta berupa emas, perak atau platina, mereka yang serakah tidak mau mengeluarkan zakat harta dan menghina orang miskin. Di neraka ini harta yang mereka kumpulkan akan dibawa dan dibakar untuk diminumkan sebagai siksaan kepada manusia pengumpul harta. Surah Al-Humazah.
  • Sa'iir
    Neraka yang diisi oleh orang-orang kafir dan orang yang memakan harta anak yatim. Surah Al-Ahzab, Surah An-Nisa', Surah Al-Fath dan Surah Luqman.
  • Wail
    Neraka yang disediakan untuk para pengusaha atau pedagang yang licik, dengan cara mengurangi berat timbangan, mencalokan barang dagangan untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat. Barang dagangan mereka akan dibakar dan dimasukkan kedalam perut mereka sebagai azab dosa-dosa mereka. Surah Al-Tatfif dan Surah At-Tur.

Neraka dipegang (ditahan) oleh tujuh puluh ribu tali, dan setiap talinya di pegang oleh tujuh puluh ribu malaikat.

Penghuni Neraka Terbanyak

Disebutkan didalam salah satu hadist, bahwa penghuni neraka yang terbanyak adalah dari kalangan perempuan.[1]

...orang-orang ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka maka ketika saya berdiri di dekat pintu neraka tiba-tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang perempuan.[2]

Jenis Hukuman Dan Siksaan Di Neraka

Di akhirat para penghuni neraka akan menjalani hukuman berupa siksa yang sangat pedih. Siksaan yang mereka derita dalam neraka itu bermacam-macam sekali, sebagaimana yang difirmankan Allah seperti berikut:

  • "Dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka." (At-Taubah [9]:35)
  • "Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, supaya mereka diseret, kedalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api."(Al-Mu’min [40]:71-72)
  • "Peganglah dia kemudian seretlah dia ketengah-tengah neraka. Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya seksaan (dari) air yang amat panas. Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia." (Ad-Dukhan [44]:47-49)
  • "Peganglah dia lalu belenggulah tangannya kelehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta." (Al-Haqqah [69]:30-32)
  • "Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian dari api neraka, disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala-kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada di dalam perut mereka dan juga kulit-kulit mereka. Dan cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, maka mereka dikembalikan kedalamnya, (serta dikatakan kepada mereka): "Rasailah azab yang membakar ini." (Al-Hajj [22]:19-22)
Lihat Pula
Catatan kaki

Referensi

TITIAN SHIRAT AL MUSTAQIM

Salahsatu peristiwa dahsyat yang bakal dialami oleh setiap orang yang telah mengucapkan ikrar syahadat Tauhid ialah keharusan menyeberangi suatu jembatan yang dibentangkan di atas kedua punggung neraka jahannam. Ia tidak saja dialami oleh ummat Islam dari kalangan ummat Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, melainkan semua orang beriman dari ummat para Nabi sebelumnya juga wajib mengalaminya.

Peristiwa ini akan dialami oleh setiap orang beriman, baik mereka yang imannya sejati maupun yang berbuat banyak maksiat termasuk kaum munafik. Menurut sebagian ahli tafsir peristiwa menyeberangi jembatan di atas neraka telah diisyaratkan Allah di dalam Al-Qur’anul Karim.


وَإِن مِّنكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْماً مَّقْضِيّاً ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوا وَّنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيّاً

”Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS Maryam[19]: 71-72)

Maksud dari kata ”mendatangi” ialah melintas di atas Neraka Jahannam dengan menyeberangi jembatan tersebut. Semua orang beriman –bagaimanapun kualitas imannya- pasti mengalaminya. Hanya saja Allah jamin keselamatan bagi mereka yang imannya sejati (orang-orang bertaqwa). Dan adapun mereka yang imannya bermasalah (orang-orang zalim/kaum munafik) akan jatuh tergelincir ke dalam Neraka Jahannam saat melintasinya.

Dalam sebuah hadits bahkan secara lebih detail Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan keadaan jembatan dimaksud. Jembatan itu lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang. Laa haula wa laa quwwata illa billah!

Betapa sulitnya bagi kita untuk berjalan menyeberang di atasnya. Tetapi Allah Maha Perkasa sekaligus Maha Bijaksana. Allah akan berikan bekal bagi orang-orang yang imannya sejati untuk sanggup melintas di atas jembatan tersebut. Beginilah gambaran Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai jembatan tersebut dengan kejiadian-kejadian yang menyertainya:

“Dan Neraka Jahannam itu memiliki jembatan yang lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Di atasnya ada besi-besi yang berpengait dan duri-duri yang mengambil siapa saja yang dikehendaki Allah. Dan manusia di atas jembatan itu ada yang (melintas) laksana kedipan mata, ada yang laksana kilat dan ada yang laksana angin, ada yang laksana kuda yang berlari kencang dan ada yang laksana onta berjalan. Dan para malaikat berkata: ”Ya Allah, selamatkanlah. Selamatkanlah.” Maka ada yang selamat, ada yang tercabik-cabik lalu diselamatkan dan juga ada yang digulung dalam neraka di atas wajahnya.” (HR Ahmad 23649)

Jadi, menurut hadits di atas ada mereka yang bakal menyeberanginya dengan selamat dan ada yang menyeberanginya dengan selamat namun harus mengalami luka-luka dikarenakan terkena sabetan duri-duri yang mencabik-cabik tubuhnya. Lalu ada pula mereka yang gagal menyeberanginya hingga ujung. Mereka terpeleset, tergelincir sehingga terjatuh dan terjerembab dengan wajahnya ke dalam neraka yang menyala-nyala di bawah jembatan. Na’udzubillahi min dzaalika!

Lalu bagaimana seseorang dapat menyeberanginya dengan selamat? Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa pada saat peristiwa menegangkan itu sedang berlangsung para Nabi dan para malaikat sibuk mendoakan keselamatan bagi orang-orang beriman. Mereka berdoa: ”Rabbi sallim. Rabbi sallim. (Ya Rabbi, selamatkanlah. Ya Rabbi, selamatkanlah).” Selanjutnya Allah akan memberikan cahaya bagi setiap orang. Baik mereka yang beriman sejati, mereka yang banyak berbuat dosa, maupun yang munafik sama-sama memperolehnya.

Namun ketika sedang melintasi jembatan tersebut orang-orang yang imannya emas akan terus ditemani dan diterangi oleh cahaya tersebut hingga selamat sampai ke ujung penyeberangan. Sedangkan orang-orang munafik hanya sampai setengah perjalanan melintas jembatan tersebut tiba-tiba Allah mencabut cahaya yang tadinya menerangi mereka sehingga mereka berada dalam kegelapan lalu terjatuhlah mereka dari atas jembatan shirath ke dalam api menyala-nyala Neraka Jahannam. Na’udzubillahi min dzaalika!

“Allah akan memanggil umat manusia di akhirat nanti dengan nama-nama mereka ada tirai penghalang dari-Nya. Adapun di atas jembatan Allah memberikan cahaya kepada setiap orang beriman dan orang munafiq. Bila mereka telah berada ditengah jembatan, Allah-pun segera merampas cahaya orang-orang munafiq. Mereka menyeru kepada orang-orang beriman: ”Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahaya kamu.” (QS Al-Hadid ayat 13) Dan berdoalah orang-orang beriman: ”Ya Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami.”(QS At-Tahrim ayat 8) Ketika itulah setiap orang tidak akan ingat orang lain.” (HR Thabrani 11079)

Saudaraku, sungguh pemandangan yang sangat mendebarkan. Pantaslah bila Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan bahwa saat peristiwa menyeberangi jembatan di atas Neraka Jahannam sedang berlangsung setiap orang tidak akan ingat kepada orang lainnya. Sebab semua orang sibuk memikirkan keselamatannya masing-masing.

Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari kemunafikan, dan ‘amal perbuatan kami dari riya dan lisan kami dari dusta serta pandangan mata kami dari khianat. Sesungguhnya Engkau Maha Tahu khianat pandangan mata dan apa yang disembunyikan hati.