Walaupun tujuan satu-satunya adalah mengharap ridha Allah, namun Allah juga menegaskan keuntungan lain bagi orang-orang yang berinfaq, baik itu keuntungan spiritual maupun materi. Keuntungan spiritual adalah ketenangan hati dan pahala yang dijanjikan Allah di sisi-Nya kelak. Allah SWT berfirman: “Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri” (QS. al-Baqarah: 272). Dalam ayat di atas, Allah SWT menjanjikan balasan orang yang berinfaq di jalan-Nya akan diberi 700 kali lipat.
Balasan 700 kali lipat tidak hanya sebatas keuntungan ukhrawi, tapi juga berimplikasi pada keuntungan duniawi. Dalam ayat-ayat yang lain, Allah SWT menegaskan akan menambah rezeki dan karunia bagi orang-orang yang berinfaq di jalan Allah. “… dan barang apa yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantikan harta yang dishadaqahkan, memberkahinya dan menambahkan karunia-Nya”. (Saba’34:39). “Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.”[64:17]
Rasulullah SAW bersabda, “Hai anak cucu Adam, berinfak-lah kalian, maka Aku akan memberi ganti kepadamu” (HR Bukhari-Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menginfakkan satu infak yang baik di jalan Allah SWT (jihad) maka akan dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat. Barangsiapa berinfak untuk menghidupi diri dan keluarganya, atau mengunjungi orang sakit, atau bersabar atas celaan, maka setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang semisal dengannya, shaum adalah sebuah tameng jika ia tidak merusaknya, barangsiapa yang Allah SWT berikan ujian pada anggota tubuhnya, maka baginya pengampunan dosa dari Allah SWT.” (HR. An-Nasa’i)
Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan surah al-Baqarah ayat 261, ia berkata, “Ayat ini memberikan isyarat kepada orang-orang mukmin bahwa amal shalih akan dipelihara (dikembangbiakkan) oleh Allah SWT untuk pemiliknya, sebagaimana seseorang yang menanam satu bulir benih di tanah yang baik lagi subur. Dan telah sampai kepada kita sunnah yang menjelaskan bahwa satu kebaikan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT ganjarannya hingga tujuh ratus kali lipat.”
Dahulu kala ada seorang Imam yang bernama Hasan Basri. Suatu hari ia kedatangan enam orang tamu. Namun sayangnya ia hanya mempunyai sebuah roti untuk disuguhkan. Tentu saja tak mungkin membagi sebuah roti itu untuk keenam tamunya. Tidak mau pusing, sang imam lantas memerintahkan pembantunya untuk menyedekahkan roti itu pada tetangganya yang lebih membutuhkan. Tak lama kemudian datanglah seorang tamu lagi sambil membawa dua buah roti untuk Hasan Basri, tapi ditolaknya!
“Roti ini pasti salah alamat, ini bukan untukku.” Jawab imam singkat, membuat tamu yang membawa roti tadi bingung dan pulang. Pembantu sang imam lantas bertanya, mengapa ia yakin sekali roti itu bukan untuknya.
“Karena kalau roti itu memang untukku, jumlahnya pasti sepuluh, bukan dua!” jawabnya lagi dengan tenang. Di tengah keheranan si pembantu, tamu yang membawa roti tadi kembali, kali ini telah menambahkan roti hadiahnya menjadi sepuluh buah. Rupanya sebelum pulang tadi, ia sempat mengetahui kalau sang imam sedang kedatangan tamu.
“Nah, ini benar untukku,” terima imam dengan senang hati. Maka kesepuluh roti tadi dibagikan kepada keenam tamunya, pembantunya, seorang anaknya, dan dua sisanya disimpan.
Dari kisah tersebut Allah telah menunjukkan betapa maha kayanya Dia. Allah pasti akan memberikan balasan setimpal atas perbuatan baik kita. Bahkan ustad Yusuf yakin benar kalau dalam waktu tujuh hari kita akan merasakan ‘hasil’ dari sedekah kita.
Ustadz Yusuf Mansyur, pernah menceritakan seorang temannya yang bernama Mubalighun. Suatu ketika ia ditimpa masalah berat. Karena selalu berhutang dan dikejar debt collector, istrinya tidak tahan dan minta cerai. Nah, pada suatu malam senin, dia merasa dunia akan kiamat baginya, karena pada keesokan harinya rumahnya akan disita, istrinya menunggu di pengadilan agama, dan anak sulungnya akan dikeluarkan dari sekolah akibat terlalu lama menunggak bayaran.
“Pokoknya Mubalighun depresi berat dan bahkan berniat bunuh diri malam itu juga,” paparnya.
Untungnya dia cepat beristighfar akan niat buruknya itu.
Semalaman dia merenung dan teringat masih punya simpanan sekitar tiga ratus ribu rupiah. Mengingat janji Allah di surat Al An’aam itu, malam itu juga ia bagikan uang itu pada fakir miskin.
Masya Allah, esok paginya tanpa disangka ia kedatangan teman lamanya yang menawarkan pekerjaan, bahkan menyediakan dana awal sampai 25 juta rupiah. Dana yang lebih dari cukup untuk melunasi hutang-hutangnya dan menyelamatkan rumahnya dari sitaan. Tak disangkanya lagi, sepulangnya dari bank untuk menerima uang itu, tiba-tiba istrinya sudah ada di rumah bersama anak bungsunya.
Singkat cerita hari itu juga permasalahan Mubalighun selesai. Rumah tetap dimiliki, istri tak jadi menuntut cerai, dan anak sulungnya bisa tetap bersekolah. Padahal hanya 300 ribu rupiah yang disedekahkan Mubalighun, tapi lihatlah hasilnya, malah tak sampai tujuh hari.
Ada juga kisah seorang tukang bubur yang mengorbankan uangnya untuk biaya pengobatan orang tuanya. Apa yang terjadi? Begitu angka tabungannya di sebuah bank mencapai lima juta rupiah, ia mendapat hadiah sebuah mobil Mercy. “Begitu banyak keajaiban yang terjadi gara-gara sedekah. Makanya sekarang jangan ragu sedekah. Jangan mikir uang tinggal sedikit, sedekahin saja. Justru semakin berat kita menyerahkan sejumlah uang untuk sedekah, Insya Allah balasan Allah semakin dasyat!” (www.wisatahati.multiply.com)
Infaq adalah Investasi Abadi
Infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/ penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nasabnya, infaq tidak mengenal nasab. Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infaq boleh diberikan kepada siapaun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya (QS al-Baqarah [2]: 215).
Firman Allah, “Orang-orang yang menfkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS al-baqarah [2]: 24). Ayat di atas mengindikasikan bahwa orang-orang yang berinfaq tidak perlu khawatir dan bersedih hati, karena harta yang diinfaqkan akan menjadi investasi bagi dirinya di akherat kelak.
Saudaraku, hakekatnya harta hanya titipan Allah Yang Mahakaya. Dalam suatu waktu, suka atau tidak suka harta itu akan direnggutnya kembali. Dia hanya hendak menguji manusia, apakah amanah atau tidak? Kalau amanah, dalam arti harta itu digunakan di jalan-Nya, maka sungguh amat beruntung manusia demikian itu.