PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI

PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI adalah Sebuah program kepedulian dalam pengembangan wirausaha dan kemandirian dari jama’ah untuk jama’ah ,

BERJAMAAH KITA HEBAT

“Bukan karena hebat kita berjamaah, tapi karena berjamaah kita menjadi HEBAT” Karena yang sedikit (sendirian) tidak berdampak, tapi bila dihimpun (berjama’ah) maka akan menjadi kekuatan besar.

MENGHIDUPKAN SUNNAH DENGAN BERNIAGA

Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Sa'id ra, dari Nabi Muhammad SAW bersabda, Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, maka ia akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada. (HR. Turmudzi)

MENGHIMPUN DONATUR

Setiap kita bisa menjadi donatur, bukan besaran infaqnya yang terpenting, tapi banyaknya orang yang menjadi donatur menjadikan yang sedikit menjadi berlimpah. Faktor kali, bukan faktor besaran. Rp. 5000 per orang dikali 10.000 orang, maka nilainya menjadi besar.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

AHAD DHUHA PEDULI

Photobucket

Minggu, 19 Desember 2010

MAKNA KEHIDUPAN

Banyak manusia yang tidak memahami arti kehidupan di dunia. Mungkin kita sendiri termasuk dalam golongan mereka yang hanya berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan hidup duniawi. Orang-orang yang lebih banyak mencari pemuasan hawa nafsu (semu), daripada berikhtiar memenuhi fitrahnya sebagai hamba yang taat, patuh, dan berserah diri kepada Rabb, Sang Pencipta.

YANG PENTING PUAS
Prinsip dan misi mereka adalah bagaimana dapat menikmati kehidupan seakan-akan mereka tumbuh dari biji-bijian yang pada saatnya menguning lalu mati tanpa ada kebangkitan, perhitungan, dan hisab. Milik siapakah mereka? Apakah mereka tercipta dengan begitu saja? Ataukah mereka yang menciptakan diri sendiri?

أَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْئٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ؟

"Sesungguhnya Allah menciptakan dan memberikan kehidupan kepada kita untuk suatu tujuan. Bukan sia-sia.

Menurut Imam Syafi’i, makna sia-sia adalah kehidupan tanpa adanya perintah ataupun larangan. (Tafsirul Qur`anil ‘Azhim Ibnu Katsir jilid-4 cetakan Maktabah Darus Salam 1413 H hal. 478) . Jadi, manusia hidup tidak sia-sia. Mereka memiliki aturan, hukum-hukum syariat, perintah dan larangan. Tidak bebas begitu saja melakukan apa yang mereka suka atau sebaliknya.

HIDUP DAN MATI ADALAH UJIAN
Setiap yang hidup pasti akan merasakan kematian. Allah jalla jalaaluh menjadikan kehidupan dan kematian sebagai ujian. Siapa di antara manusia yang terbaik amalannya?

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلَُوَكُمْ أَيُّكُمْ

"Yang menjadikan mati dan hidup agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Lihat QS. Hud:7)

Fudhail bin Iyadh berkata: Amalan yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan yang paling sesuai dgn sunnah. (Iqadhul Himam al-muntaqa min Jami’il Ulum wal Hikam Syaikh Salim ‘Ied al-Hilali hal. 35)

Kita hidup di dunia adalah untuk diuji siapa yang paling ikhlas ibadahnya, siapa yang amalnya murni hanya untuk Allah semata, dan siapa yang menjalani kehidupannya paling sesuai dengan ajaran dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, adalah sangat penting bagi kita untuk memperhatikan dan mempelajari apa sesungguhnya makna kehidupan dan apa pula maknanya bagi kematian.

Ssesungguhnya Allah menciptakan kita adalah untuk satu tugas yang mulia, yakni beribadah hanya kepada-Nya. Allah menurunkan kitab-kitabNya, Allah juga mengutus rasul-rasulNya demi tugas ini.


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ

"Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali utk beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Dari firman di atas sudah cukup jelas rasanya bahwa penciptaan dan hidup kita tidaklah sia-sia. Lebih jauh lagi, kita juga dapat mengerti bahwa kehidupan ini sesungguhnya bersifat sementara namun jangan lupa; sarat akan makna. Kehidupan yang kelak, tentu saja, akan ditanya dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, Sang Pencipta.

KEHIDUPAN DI DUNIA HANYA SEMENTARA
Ingatlah kehidupan ini hanya sebentar. Pada saatnya nanti, siapa pun kita, pasti akan memasuki alam kubur hingga datangnya hari kebangkitan. Lalu kita akan dikumpulkan di padang mahsyar, selanjutnya kita akan dihadapkan pada hari perhitungan. Setiap kita akan menerima keputusan dari Allah SWT apakah akan bahagia di dalam surga atau akan sangat sengsara dalam neraka. Ingatlah selalu bahwa kehidupan setelah mati ini merupakan kehidupan panjang yang tidak terhingga. Kehidupan abadi yang jauh-jauh hari sudah disebutkan di dalam Al Qur'an dengan istilah
خالدين فيها atau dengan أبدا (selama- lamanya) atau لا ينقطع.

Sehari dalam kehidupan akhirat adalah setara dengan lima puluh ribu tahun kehidupan di dunia. Dengan demikian kita dapat memahami betapa pendek sesungguhnya kehidupan manusia di dunia ini. Tidak ada sepersekian puluh ribu dari hari kehidupan akhirat!

Berapa tahun umur manusia yang terpanjang, dan berapa tahun sudah umur yang kita jalani? Itu pun kalau kita anggap kita akan mencapai umur manusia terpanjang. Sedangkan ajal, kita tidak pernah tahu kapan akan datang menjemput. Mungkin esok atau lusa, atau bahkan mungkin beberapa detik setelah ini. Oleh karena itu seorang yang berakal sehat akan lebih mementingkan kehidupannya yang panjang daripada yang singkat di sunia ini. Seorang yang cerdas akan menjadikan kehidupan dunia sebagai kesempatan emas untuk meraih kebahagiaan hidupnya di akhirat yang abadi
. Allah Subhana Wata'ala sendiri telah mengingatkan:

وَابْتَغِ فِيْمَآ ءَاتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْلأَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

"Dan carilah dengan apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi." (Lihat QS Al-Qashash:77)

Namun kebanyakan manusia lalai dari peringatan Allah di atas. Kita lebih mementingkan kenikatan dunia yang hanya sesaat, dan lupa terhadap kehidupan akhirat yang kekal.


بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَاْلأَخرَاةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى


"Tetapi kalian memilih kehidupan duniawi padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal."
(QS. Al-A'laa: 16)

Allah hanya meminta kita - dalam kehidupan yang singkat ini - untuk beribadah kepada-Nya semata dengan cara yang diajarkan oleh Rasul-Nya. Hanya itu! Kemudian Allah akan memberikan kepada kita kebaikan yang besar di kehidupan yang abadi, yaitu kehidupan akhirat.

KEMATIAN ADALAH SESUATU YANG PASTI
Alangkah bodohnya manusia yang lebih mementingkan kesenangan sesaat lalu melupakan kehidupan abadi di akhirat nanti. Alangkah bodohnya manusia yang menyia-nyiakan setiap kesempatan dalam kehidupannya di dunia ini hingga kematian datang menjemputnya. Padahal Allah selalu memperingatkan dalam berbagai firman-Nya bahwa kematian pasti akan datang, dan tak seorang pun dari kita yang mengetahui kapan waktunya. Jika saat itu tiba, tidak akan ada yang dapat memajukan atau memundurkannya. Allah ‘azza wa jalla berfirman:


لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ

"Tiap-tiap umat memiliki ajal; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak akan dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya." (QS. al-A’raaf: 34)


كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

"Tiap-tiap yg mempunyai jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung."

Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Untuk itu Allah dan rasul-Nya memberikan wasiat kepada kita agar jangan sampai mati kecuali dalam keadaan muslim
.

يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

"Hai orang-orang yg beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dgn sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kalian mati melainkan kalian mati dalam keadaan Islam." (QS. Ali Imran: 102)

Ini menyiratkan bahwa sudah selayaknyalah kita selalu berusaha meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah Sang Pencipta, hingga bila kematian tiba, diri kita lahir dan bathin benar-benar dalam keadaan Islam. Ibnu Katsir berkata: Beribadah kepada Allah adalah dengan taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah agama Islam. Sebab makna Islam adalah tunduk, patuh, dan berserah diri kepada Allah, yang tentunya mengandung setinggi-tingginya makna keterikatan perendahan diri dan ketundukan kita kepada Allah SWT. Diri kita dan seluruh anggota tubuh kita adalah milik Allah. Maka sudah semestinya kita berserah diri kepada-Nya.

Ya Allah, kami hamba-Mu, milik-Mu. Engkau yang menciptakan kami dan memberikan segala kebutuhan kami. Kami menyerahkan diri kepada-Mu. Kami patuh dan berserah diri untuk diatur, dihukum, diperintah dan dilarang oleh-Mu. Kami taat, tunduk, dan patuh karena kami adalah milik-Mu. Inilah makna Islam sebagaimana terkandung secara makna dalam sayyidul istighfar:


أََللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَىعَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا سْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

"Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku. Tidak ada ilah kecuali Engkau. Engkau yang menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku di atas janjiku kepada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang aku perbuat. Aku mengakui kenikmatan dari-Mu atasku. Dan aku mengakui dosa-dosaku kepada-Mu. Maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau." (HR. Bukhari, Juz 7/150)

Tidaklah seseorang meminta ampun kepada Allah dengan doa ini kecuali akan diampuni. Dengan ikrar dan pernyataan kita tersebut kita sadar bahwa semua anggota tubuh kita adalah milik Allah. Untuk itu harus digunakan sesuai dengan kehendak pemiliknya. Kita harus menggunakan tangan kita sesuai dengan kehendak Allah. Kita harus menggunakan kaki kita untuk berjalan di jalan yang diridhai Allah. Mata, lisan, dan telinga kita harus digunakan untuk apa yang dibolehkan oleh Allah. Karena pada hakekatnya semua itu milik Allah.

Siapakah yang lebih jahat dari orang yg menggunakan sesuatu milik Allah untuk menentang Allah? Sungguh semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan akan ditanyakan langsung pada anggota tubuh tersebut. Mereka akan menjawab dengan jujur di hadapan Allah untuk apa saja selama hidup di dunia ini mereka kita pergunakan.

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

"Dan janganlah kamu mengikuti apa yg kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya."

KEMATIAN SEBAGAI PERINGATAN
Ayat-ayat dalam Al Qur'an yang menceritakan tentang kematian sangat banyak. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengingkari akan terjadinya kematian ini. Namun mengapa kebanyakan kita tidak menjadikan kematian sebagai peringatan agar bersiap-siap menuju kehidupan abadi dengan mencari kebahagiaan hidup yang hakiki di surga? Sesungguhnya manusia paling bodoh adalah yang tidak dapat menjadikan kematian sebagai peringatan. Dikatakan dalam sebuah nasehat:


مَنْ أَرَادَ وَلِيًّا فاللهُ يَكْفِيْهِوَمَنْ أَرَادَ قُدْوَةً فَالرَّسُوْلُ يَكْفِيْهِوَمَنْ أَرَادَ هُدًى فَالْقُرْآنُ يَكْفِيْهِوَمَنْ أَرَادَ مَوْعِظَةً فَالْمَوْتُ يَكْفِيْهِوَمَنْ لاَ يَكْفِيْهِ ذَلِكَ فَالنَّارُ يَكْفِيْهِ

"Barangsiapa yang menginginkan pelindung maka Allah cukup baginya. Barangsiapa yang menginginkan teladan maka Rasulullah cukup baginya. Barangsiapa yang menginginkan pedoman hidup maka Al-Qur'an cukup baginya. Barangsiapa yang menginginkan peringatan maka kematian cukup baginya. Dan barangsiapa tidak cukup dengan semua itu, maka neraka cukup baginya!"

Sampai detik ini, Allah masih memberi kita peluang dan kesempatan. Maka hendaknya sekarang ini juga kita memanfaatkan peluang itu dengan sebaik-baiknya guna membuktikan ketaatan kita kepada Sang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, namun Yang Siksanya Sungguh Teramat Sangat Pedih.

Waktu yang diberikan kepada kita ini bagaikan pedang. Jika kita tidak mengisinya maka ia akan menikam kita, sebagaimana dikatakan oleh para salaf.


اَلْوَقْتُ كَالسَّيْفِ إِنْ لَمْ تُقَطِّعْهُ قَطَّعْكَ

"Waktu itu bagaikan pedang jika engkau tidak memutusnya maka dia yg akan memutusmu. Jika ia tidak cepat dimanfaatkan dia akan membunuh kesempatan kita. "

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌُ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ.


"Dua kenikmatan yg kebanyakan manusia lalai daripadanya: ni’kat kesehatan dan ni’kat kesempatan."

Kesempatan adalah suatu kenikmatan besar yg Allah berikan kepada manusia. Namun sayangnya kebanyakan manusia lalai daripadanya dan tidak menggunakan kenikmatan tersebut untuk taat kepada Allah hingga tiba waktunya ia hilang bersamaan dengan datangnya kematian.

[Disadur bebas dari buletin Manhaj Salaf, Edisi: 55/Th. II gl 21 Shafar 1426 H, Penulis: Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed]

sumber: file chm Darus Salaf 2

PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM ULUMUL HADITS

Secara garis besar ilmu-ilmu hadis dapat dikaji menjadi dua, yaitu Ilmu hadis riwayat (riwayah) dan ilmu hadis diroyat (diroyah).

Ilmu hadits riwayah ialah ilmu yang membahas perkembangan hadits kepada Sahiburillah, Nabi Muhammad SAW. dari segi kelakuan para perawinya, mengenai kekuatan hapalan dan keadilan mereka dan dari segi keadaan sanad.

Ilmu haditsriwayah ini berkisar pada bagaimana cara-cara penukilan hadits yang dilakukan oleh para ahli hadits, bagaimana cara menyampaikan kepada orang lain dan membukukan hadits dalam suatu kitab. Dari dua pokok asasi ini, terbitlah berbagai-bagai seperti:

A. IImu Rijalil Hadits

llmu Rijalil Hadits ialah:

Artinya:
“Ilmu yang membahas tentang para perawi
hadits, baik dari sahabat, tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya .”

Dengan ilmu ini dapatlah kita mengetahui keadaan para perawi menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan para perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya. Di dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, mazhab yang dipegang oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu dalam menerima hadits.

Sungguh penting sekali ilmu ini dipelajari dengan seksama, karena hadits itu terdiri dari sanad dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan. Kitab-kitab yang disusun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang hanya menerangkan riwayat-riwayat ringkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat umum para perawi-perawi, Ada yang menerangkan perawi-perawi yang dipercayai saja, Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawi yang lemah-lemah, atau para mudallis, atau para pemuat hadits maudu’. Dan ada yang menerangkan sebab-sebab dianggap cacat dan sebab-sebab dipandang adil dengan menyebut kata -kata yang dipakai untuk itu serta martabat perkataan.

Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadits disebut Mu’talif dan Mukhtalif. Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain orangnya, Umpamanya Khalil ibnu Ahmad. Nama ini banyak orangnya. lni dinamai Muttafiq dan Muftariq. Dan ada yang menerangkan nama- nama yang serupa tulisan dan sebutan, tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibnu Aqil dan Muhammad ibnu Uqail. Ini dinamai Musytabah. Dan ada juga yang hanya menyebut tanggal wafat.

Di samping itu ada pula yang hanya menerangkan nama-nama yang terdapat dalam satu-satu kitab saja, atau: beberapa kitab saja. Dalam semua itu para ulama telah berjerih payah menyusun kitab-kitab yang dihajati.

Kitab yang diriwayatkan keadaan para perawi dari golongan sahabat ”

Permulaan ulama yang menyusun kitab riwayat ringkas para sahabat, ialah Al-Bukhari (256 H). Kemudian usaha itu dilaksanakan oleh Muhammad Ibnu Saad, sesudah itu terdapat beberapa ahli lagi, di antaranya, yang penting diterangkan ialah Ibnu Abdil Barr (463 H). Kitabnya bernama AI-Istiab.

Pada permulaan abad ketujuh Hijrah, Izzuddin ibnul Atsir (630 H) mengumpulkan kitab-kitab yang telah disusun sebelum masanya dalam sebuah kitab besar yang dinamai Usdul Gabah. Ibnu Atsir ini adalah saudara dari Majdudin Ibnu Atsir pengarang An-Nihayah fi GaribiI Hadits. Kitab Izzuddin diperbaiki oleh Ai-Dzahabi (747 H) dalam kitab At-Tajrid.

Sesudah itu pada abad kesembilan Hijrah, Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqali menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama AI-Ishabah. Dalam kitab ini dikumpulkan Al-Istiab dengan Usdul Gabah dan ditambah dengan yang tidak terdapat dalam kitab-kitab tersebut. Kitab ini telah diringkaskan oleh As-Sayuti dalam kitab Ainul Ishabah.

Al-Bukhori dan muslim telah, menulis juga kitab yang menerangkan nama-nama sahabi yang hanya meriwayatkan suatu hadits saja yang dinamai Wuzdan.

Kemudian, dalam bab ini Yahya ibnu abdul Wahab ibnu Mandah Al-Asbahani (551 H) menulis sebuah kitab yang menerangkan nama-nama sahabat yang hidup 120 tahun.

B. Ilmul Jarhi Wat Takdil

Ilmu Jarhi Wat Takdir, pada hakekatnya merupakan suatu bagian dari ilmu rijalil hadits. Akan tetapi, karena bagian ini dipandang sebagai yang terpenting maka ilmu ini dijadikan sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Yang dimaksud dengan ilmul jarhi wat takdil ialah:

Artinya:
“Ilmu yang menerangkan tentang catatan-catatan yang dihadapkan pada para perawi dan tentang penakdilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. ”

Mencacat para perawi (yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik, agar orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya), telah tumbuh sejak zaman sahabat.

Menurut keterangan Ibnu Adi (365 H) dalam Muqaddimah kitab AI-Kamil, para ahli telah menyebutkan keadaan-keadaan para perawi sejak zaman sahabat. Di antara para sahabat yang menyebutkan keadaan perawi-perawi hadits ialah Ibnu Abbas (68 H), Ubadah ibnu Shamit (34 H), dan Anas ibnu Malik (93 H).

Di antara tabi’in ialah Asy Syabi(103 H), Ibnu Sirin (110H), Said Ibnu AI-Musaiyab (94 H). Dalam masa mereka itu, masih sedikit orang yang dipandang cacat. Mulai abad kedua Hijrah baru ditemukan banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya karena meng-irsal-kan hadits, adakalanya karena me- rafa-kan ltadis yang sebenarnya mauquf dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti Abu Harun AI-Abdari (143 H).

Sesudah berakhir masa tabi’in, yaitu pada kira-kira tahun 150 Hijrah, para ahli mulai menyebutkan keadaan-keadaan perawi, menakdil dan menajrihkan mereka. Di antara ulama besar yang memberikan perhatian pada urusan ini, ialah Yahya. ibnu Said Al-Qattan (189H), Abdur Rachman ibnu Mahdi (198 H)”, sesudah itu, Yazid Ibnu Harun(189 H), Abu Daud At-Tahyalisi (204 H), Abdur Razaq bin Human (211 H).Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitab-kitab jarah dan takdil. Di dalamnya diterangkan keadaan para perawi, yang boleh diterima riwayatnya dan yang ditolak.

Di antara pemuka-pemuka jarah dan takdil ialah Yahya ibnu Main (233 H), Ahmad ibnu Hanbal (241 H), MUhammad ibnu Saad (230 H),Ali Ibnul Madini (234 H), Abu Bakar ibnu Syaibah (235 H), Ishaq ibnu Rahawaih (237 H). Sesudah itu, Ad-Darimi (255 H),Al-Bukhari (256 H), Al-Ajali(261 H), Muslim (251 H), Abu Zurah (264 H), Baqi ibnu Makhlad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (281 H).

Kemudian pada tiap-tiap masa terdapat ulama-ulama yang memperhatikan keadaan perawi, hingga sampai pada ibnu Hajar Asqalani (852 H).

Kitab-kitab yang disusun mengenai jarah dan taqdil, ada beberapa macam. Ada yang menerangkan orang-orang yang dipercayai saja, ada yang menerangkan orang-orang yang lemah saja, atau orang-orang yang menadlieskan hadits. dan ada pula yang melengkapi semuanya. Di samping itu, ada yang menerangkan perawi-perawi suatu kitab saja atau beberapa kitab dan ada yang melengkapi segala kitab.

Di antara kitab yang melengkapi semua itu ialah: Kitab Tabaqat Muhammad ibnu Saad Az-Zuhri Al-Basari (23Q H). Kitab ini sangat besar. Di dalamnya terdapat nama-nama sahabat nama-nama tabi’in dan orang-orang sesudahnya. Kemudian berusaha pula beberapa ulama besar lain, di antaranya Ali ibnul Madini(234 H), Al-Bukhari, Muslim; Al-Hariwi (301 H) dan ibnu Hatim (327 H). Dan yang sangat berguna bagi ahli hadits dan fiqih ialah At-Takmil susunan Al-Imam ibnu Katsir.

Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang dapat dipercayai saja ialah Kitab As-Siqat, karangan Al-Ajaly (261 H) dan kitab As-Siqat karangan Abu Hatim ibnu Hibban Al-Busty. Masuk dalam bagian ini adalah kitab-kitab yang menerangkan tingkatan penghapal-penghapal hadits. Banyak pula ulama yang menyusun kitab ini, di antaranya, Az-Zahabi, Ibnu Hajar Al-Asqalani dan As-Sayuti.

Diantara kitab-kitab yang menerangkan orang-orang yang lemah-lemah saja ialah: Kitab Ad-Duafa, karangan Al-Bukhari dan kitab Ad- Duafa karangan ibnul Jauzi (587 H)

C. IImu Illail Hadits

Ilmu Illial Hadits, ialah:

Artinya:
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat mencacatkan hadits.

Yakni menyambung yang munqati, merafakan yang mauqu memasukkan satu hadits ke dalam hadits yang lain dan yang serupa itu Semuanya ini, bila diketahui, dapat merusakkan kesahihan hadits.

Ilmu ini merupakan semulia-mulia ilmu yang berpautan dengan hadits, dan sehalus-halusnya. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit hadits melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadits.

Di antara para ulama yang menulis ilmu ini, ialah Ibnul Madini (23 H), Ibnu Abi Hatim (327 H), kitab beliau sangat baik dan dinamai Kitab Illial Hadits. Selain itu, ulama yang menulis kitab ini adalah AI-lmam Muslim (261 H), Ad-Daruqutni (357 H) dan Muhammad ibnu Abdillah AI-Hakim.

D. Ilmun nasil wal mansuh

Ilmun nasih wal Mansuh, ialah:

Artinya:
“ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansuhkan dan yang menasihkannya. ”

Apabila didapati suatu hadits yang maqbul, tidak ada yang memberikan perlawanan maka hadits tersebut dinamai Muhkam. Namun jika dilawan oleh hadits yang sederajatnya, tetapi dikumpulkan dengan mudah maka hadits itu dinamai Mukhatakiful Hadits. Jika tak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu, dinamai Nasih dan yang terdahulu dinamai Mansuh.

Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasih dan mam’uh ini, di antaranya Ahmad ibnu Ishaq Ad-Dillary (318 H), Muhammad ibnu Bahar AI-Asbahani (322 H), Alunad ibnu Muhaminad An-Nah-has (338 H) Dan sesudah itu terdapat beberapa ulama lagi yang menyusunnya, yaitu Muhammad ibnu Musa Al-Hazimi (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al-lktibar. Kitab AI-Iktibar itu telah diringkaskan oleh Ibnu Abdil Haq (744 H) .

E. Ilmu Asbabi Wuruddil Hadits, ialah:

Ilmu Asbabi Wuruddil Hadits, ialah:

Artinya:
“Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi yang menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menurunkan itu.”

Penting diketahui, karena ilmu itu menolong kita dalam memahami hadits, sebagaimana ilmu Ashabin Nuzul menolong kita dalam memahami Al-Quran.

UIama yang mula-mula menyusun kitab ini dan kitabnya ada dalam masyarakat iaIah Abu Hafas ibnu Umar Muhammad ibnu Raja Al-Ukbari, dari murid Ahmad (309 H), Dan kemudian dituliskan pula oleh Ibrahim ibhu Muhammad, yang terkenal dengan nama Ibnu Hamzah Al Husaini (1120 H), dalam kitabnya AI-Bayan Wat Tarif yang telah dicetak pada tahun 1329 H

F. Ilmu Talfiqil Hadits

Ilmu Talfiqil Hadits, ialah:

Artinya: “Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan hadits-hadits yang isinya berlawanan. ”

Cara mengumpulkannya adakalanya dengan menakhsiskan yang ‘amm, atau menaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyaknya yangterjadi.

ilmu ini dinamai juga dengan ilmu Mukhtaliful hadits. Di antara para ulama besar yang telah berusaha menyusun, ilmu ini ialah Al-Imamusy Syafii (204 H), Ibnu Qurtaibah (276 H), At-Tahawi (321 H) dan ibnu Jauzi (597 H). Kitabnya bernama At-Tahqiq, kitab ini sudah disyarahkan oleh Al-Ustaz Ahmad Muhammad Syakir dan baik sekali nilainya.


Sumber: Cyber-MQ

Senin, 06 September 2010

MARHABAN YA, RAMADHAN

Selamat menyambut bulan suci Ramadhan 1431 Hijriyah bagi seluruh pembaca yang akan melaksanakannya.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan segala kebajikan seperti yang telah dijanjikanNYA melalui Al Qur'an Nur Karim dan Sunnah Rasulullah Salallahuwa Alaihi Wasallam sebagaimana yang kita imani.

Sekedar mengisi waktu luang menjelang berbuka puasa nanti, maka dengan segala kerendahan hati ijinkanlah kami menganjurkan kepada pembaca agar melihat dan menyimak kembali referensi yang tersedia di sisi kiri halaman blog ini, atau di halaman lain yang Insya Allah, sama berfaedahnya.

Mudah-mudahan kita termasuk dalam kelompok orang-orang yang beruntung tidak saja selama menjalankan ibadah yang teramat istimewa ini, akan tetapi begitu juga seterusnya.
Amin!

Dari: Nonki.

Senin, 16 Agustus 2010

IMAM BUKHARI DAN IMAM MUSLIM TENTANG PUASA


MENCIUM ISTERI SAAT BERPUASA

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُقَبِّلُنِى وَهُوَصَائِمٌ وَاَيُّكُمْ يَمْلِكُ اِرْبَهُ كَمَا
كانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَمْلِكُ اِرْبَهُ


Dari Aisyah ra, katanya:
"Pernah Rasulullah saw mencium saya dan beliau berpuasa.
Tetapi siapakah di antara kamu yang sanggup menguasai nafsunya

sebagaimana Rasulullah saw sanggup menguasai nafsunya?"
[H.R Muslim]


MENCARI MALAM LAILATUL QADAR


عَنْ أَبِى هُرَيْرَة قَلَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أَيْقَظَنِى بَعْضُ أَهْلِى
فَنُسِّيْتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَسْرِ الْغَوَابِرِ


Dari Abu Hurairah ra, katanya:
Rasulullah saw bersabda:
"Dimimpikan kepadaku malam lailatul qadar
lalu aku dibangunkan oleh isteriku
menyebabkan aku lupa waktunya (yang pasti)
.
Karena itu, carilah malam qadar itu pada malam sepuluh yang akhir."
[H.R Muslim]


LAILATUL QADAR DAN MALAM-MALAM GANJIL


عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ رَأْىَ رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةَ سَبْعٍ
وَعِشْرِيْنَ
فَقَالَ النَّبَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَرىَ رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الاوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الوِتْرِمِنْهَا


Dari Salim dari bapanya katanya:
"Seorang lelaki bermimpi bahawa malam lailatul qadar itu pada malam yang kedua puluh tujuh Lalu Nabi saw bersabda:
"Aku bermimpi serupa dengan mimpimu, ialah
dalam sepuluh malam yang terakhir.
Karena itu, carilah ia pada malam yang ganjil di antaranya."

[H.R Muslim]


GANJARAN BERPUASA

عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِى قَالَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَصُومُ يَومَا فِى سَبِيلِ اللهِ اِلا باَعَدَ اللهِ بِذَلِكَ الْيَومِ
وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا


Dari Abu Said Al Qudri ra, katanya:
Rasulullah saw bersabda:
"Setiap orang yang berpuasa di jalan Allah barang sehari
,
niscaya dijauhkan Allah muka orang itu daripada api neraka sejauh tujuh puluh tahun
perjalanan karena puasanya di hari itu."
[H.R Muslim]


MENAHAN DIRI KETIKA BERPUASA


عَنْ أَبِى هُرَيْرَة قَلَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم اِذَا أَصْبَحَ اَحَدُكُمْ يَومًا صَائِمًا فَلايَرْفُثْ وَلايَجْهَلْ
فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَليَقُلْ إِبْنِى صَائِمٌ إِنِّى صَائِمٌ


Dari Abu Hurairah ra katanya: "Rasulullah saw bersabda:
"Apabila seseorang dari kamu berpuasa sejak pagi pada suatu hari,

janganlah ia berkata kotor dan jangan membuat kesalahan.
Jika ada yang memakinya hendaklah dia mengucapkan:
"Sesungguhnya saya sedang berpuasa
."
[H.R Muslim]


BERJUNUB BOLEH PUASA

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُصْبِحُ جُنًبًا مِنْ جِمَاعٍ لا مِنْ حُلُمٍ ثُمَّ لا يَفْطِرُ وَلا يَقْضِى

Dari Ummu Salamah ra, katanya:
"Pernah Rasulullah SAW di waktu subuh junub
kerana berjima' - bukan bermimpi,
kemudian beliau tidak berbuka dan tidak mengqadha'.
"
[H.R Muslim]

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَتْ قَدْ كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُدْرِكُهُ الْفَجْرُفِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ

Dari Aishah isteri Nabi SAW katanya:

"Sesungguhnya Rasulullah SAW di waktu terbit fajar
beliau dalam keadaan berjunub bukan kerana bermimpi, lalu beliau mandi dan puasa."
[H.R Muslim]


PUASA DIJANJIKAN KEAMPUNAN

عن مسلم بن ابراهيم حدثنا هشام حدثنا يحي عن ابى سامة عن ابى هريرة رضى الله عنه عَنْ النَّبِى صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَا نًا وَاحْتِسَا بًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَاءَ رَمَضَانَ إِيْمَا نًا وَاحْتِسَا بًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Dari Muslim bin Ibrahim, katanya:

"Kami diberitahu oleh Hisyam katanya:

"Kami diberitahu oleh Yahya dari Abu Salimah dari Abu Hurairah ra,

Dari Nabi SAW, sabdanya:
"Barangsiapa yang mendirikan malam Lailatul Qadar dengan keimanan dan mengharap keridhaan Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang lampau, dan barang siapa yang mengerjakan (puasa) Ramadhan dengan keimanan dan mengharap keridhaan Allah,
maka diampuni dosa-dosanya yang lampau.

[H.R Bukhari]


KELEBIHAN BULAN RAMADHAN


عن عقيل عن ابن شهاب قال اخبرنى ابن ابى انس مولى التيميين ان اباه حدثه انه سمع ابا هريرة رضى الله عنه
يَقُولُ قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
وَغُلُّقَتْ أَبْوَابُ جَهِنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيْاطِيْنُ

Dari 'Uqail dari Ibnu Syihab, katanya:
"Aku telah diberitahu oleh ibnu Abi Anas, ketua dari kabilah Taimi
yang
mengatakan bahawasanya ayahnya memberitahukan kepadanya bahawa
Abu Hurairah ra, berkata:
"Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila masuk bulan Ramadhan, maka dibukakan pintu-pintu langit
(Surga)
dan ditutup pintu-pintu Neraka Jahanam,
dan dirantai semua syaitan.
[H.R Bukhari]



[Lihat juga: Kumpulan Hadits Pilihan Imam Bukhari & Imam Muslim]


Jumat, 13 Agustus 2010

TENTANG SYIRIK

Setelah kita mengetahui, walaupun serba sedikit, tentang bahaya syirik terhadap kehidupan umat manusia secara keseluruhan, maka sebagai umat Islam, sudah semestinyalah kita berhati-hati dari bahaya syirik ini. Oleh karenanya kita harus memahami dengan baik apakah yang dimaksud dengan syirik, dan bagaimana pula jenis-jenisnya. Dengan adanya pemahaman yang baik dan benar tentang perkara ini, mudah-mudahan kita akan senantiasa waspada terhadap bahaya yang mengancam aqidah setiap muslim ini.

PENGERTIAN SYIRIK

1. Menurut As Syaikh Al Allamah Hafidh bin Ahmad Hakami rahimahullah:
"Syirik itu ialah bila seseorang hamba Allah menjadikan segala yang selain Allah sebagai sesuatu yang sederajat dengan-Nya, sehingga mencintainya seperti mencintai Allah, takut kepadanya seperti takut kepada Allah, mengikutinya di dalam hal yang tidak diridhoi Allah, mentaatinya padahal dengan perbuatannya itu dia bermaksiat kepada Allah, dan mensejajarkan dengan-Nya dalam hal mendapatkan haq peribadatan."
2. Menurut As-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Ali Syaikh:
"Yang dinamakan syirik itu ialah menyerupakan makhluk dengan Khaliq Yang MahaTinggi dan mengkuduskan makhluq dengan sifat-sifat kebesaran sebagai sesembahan, sepetrti memiliki kemampuan untuk memberikan kerugian dan kemanfaatan, mampu memberikan apa yang dibutuhkan makhluq dan menahan segala apa yang dibutuhkan makhluq, mampu memenuhi segala do'a Allah, ditakuti dengan sebenar-benarnya takut, dijadikan tempat bergantung harapan kepadanya dan bertawakal kepadanya serta mempersembahkan kepadanya segala macam ibadah yang sesungguhnya semuanya itu hanya boleh ditujukan kepada Allah semata. Maka barangsiapa yang menunjukkan hal-hal tersebut di atas kepada selain Allah, berarti dia telah menyerupakannya dengan Al-Khaliq."
3. Menurut Al Imam Muhammad bin Isma'il Al Amir As Shan'ami Al Yamani:
"Barangsiapa berkeyakinan bahwa pohon, batu, kuburan, malaikat, jin, dan manusia hidup atau mati, semuanya itu dapat memberikan kemanfaatan dan mudharat atau menjadi perantara dalam menyampaikan amal ibadah kepada Allah (tanpa seizin-Nya) dan dalam memenuhi keperluan-keperluan dunia, hanya meminta kepada selain Allah itu dan bertawassul dengan selain Allah itu kepada-Nya maka sesungguhnya dia telah melakukan syirik dengan selain-Nya dan berarti dia telah ber'itikadnya dengan 'itikadyang tidak benar sebagaimana 'itikadnya kaum musyrikin terhadap berhala-berhalanya."
JENIS-JENIS SYIRIK
Untuk mengetahui akibat-akibat syirik terhadap keimanan seorang muslim, kita perlu mengenal berbagai macam syirik. Sedangkan secara garis besar, syirik terbagi dua, yaitu:

Syirikul Akbar (syirik besar) yang akibatnya dapat membatalkan iman pelakunya. Yang termasuk jenis ini adalah segala bentuk peribadatan yang ditujukan kepada selain Allah Ta'ala, karena meyakini bahwa selain Allah itu adalah dzat yang berhak mendapatkan peribadatan tauhid tersebut sebagaimana peribadatan kepada Allah Ta'ala.

Syirkul Ashghor (syirik kecil) yang akibatnya dapat merusak amal ibadah kita namun tidak membatalkan iman kita. Yang termasuk jenis ini ialah segala macam peribadatan yang diperuntukkan selain Allah di samping juga mencari ridho Allah. Atau dalam pengagungan kepada Allah dicampuri dengan niat pengagungan kepada selain Allah.

Pelaku syirkul akbar dianggap sebagai orang yang keluar dari Islam atau murtad dan harus disikapi sebagai orang murtad. Sedangkan pelaku syirkul Ashghor dianggap sebagai seorang muslim yang melakukan kemaksiatan besar. Pelaku syirkul Akbar dianggap tidak lagi mempunyai amalan sholih di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Allah telah menegaskan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan nabi-nabi sebelummu, kalau engkau berbuat syirik, sungguh-sungguh kamu akan menjadi golongan yang merugi." (QS. Az Zumar: 65)

Bahkan Allah ta'ala tidak akan menimbang amalan mereka di hari kiamat. Mereka ini sesungguhnya tidak memiliki amalan sholih di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya: "Mereka itulah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat tuhan mereka dan terhadap hari perjumpaan dengan-Nya (yakni hari kiamat) sehingga Allah batalkan amalan mereka. Maka Kami tidak akan menegakkan amal timbangan mereka dihari kiamat." (QS. Al Kahfi: 105)

Demikianlah nasib orang yang mati dalam keadaan belum sempat bertaubat dari perbuatan syirik akbar. Adapun keadaan orang yang mati dalam keadaan belum bertaubat dari syirkul Ashghor, dia tidak diampuni dosa syiriknya dan akan masuk neraka walaupun tidak kekal didalamnya. Karena seluruh dosa syirik itu yang akbar maupun yang ashghor adalah termasuk dalam pernyataan Allah Ta'ala pada firman-Nya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang menyekutukan-Nya dengan selain-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa: 84)

Yakni apabila seseorang mati dalam keadaan membawa dosa syirik mereka tidak akan diampuni Allah, akan tetapi dia mati dalam keadaan membawa dosa selainnya (selain dosa syirik), maka dia berada di bawah kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala apakah akan diampuni atau akan disiksa di neraka (walaupun tidak kekal didalamnya) bila menyangkut syirkul Ashghor.

Demikian dinyatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam salah satu fatwanya tenteng syrikul Ashghor. Amalan syirkul ashghor ini hanya membatalkan amalan yang ada padanya syirik jenis ini. Adapun amalan lainnya yag tidak terdapat padanya syirik ini, sangat diharapkan untuk diterima Allah Ta'ala sebagai amalan shalih. Karena pada dasarnya pelaku syirkul ashghor ini masih tergolong mukmin yang 'ashyi (yang melakukan perbuatan kemaksiatan).

Macam-macam perbuatan syirik yang tergolong jenis syirkul akbar adalah segala jenis ibadah yang ditujukan kepada selain Allah Ta'ala karena meyakini bahwa selain Allah Ta'ala itu berhak mendapatkan peribadatan tersebut. Sedangkan jenis-jenis ibadah itu banyak sekali, antara lain sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin AbdulWahhab rahimahullah sebagai berikut:

Dan macam-macam Ibadah yang diperintahkan Allah untuk kita amalkan ialah:
  • Al-islam,
  • Al-iman, dan
  • Al-ikhsan.
Sedangkan termasuk dalam ibadah adalah do'a dan,
  • Al Khauf yakni takut (dengan sangat kepada yang diimani),
  • Ar Raja' yakni berharap (dengan sangat) agar diberi, atau tawakal menyandarkan hidup sepenuhnya kepada yang di imani),
  • Ar Rahbah (takut dari ancaman siksaan dari yang di imani),
  • Ar Raghbah (mempunyai keinginan sangat kuat mendapatkan rahmat dari yang di imani),
  • Al Khusyu' (tunduk dan mantap serta tenang terhadap yang di imani),
  • Al Khsyyah (ketakutan untuk tidak mendapatkan rahmat dari yang diimani),
  • Al Inabah (bertaubat dari perbuatan syirik dan kembali kepada Islam),
  • Al Isti'anah (meminta tolong dalam perkara yang makhluk tidak mampu melakukannya),
  • Al Isti'adhah (meminta tolong dari bahaya yang makhluk tidak mampu mengatasinya),
  • Al Istighotsah (meminta tolong dalam hal makhluk tidak mampu menolongnya),
  • Bernadzar (berjanji akan melakukan suatu perkara bagi dzat yang dimuliakan dan diagungkan bila mendapatkan ni'mat), dan lain-lain yang Allah perintahkan, yang kesemuanya itu diperuntukkan bagi Allah semata.

Dengan demikian, barang siapa yang mempersembahkan amalan-amalan tersebut bagi selain Allah maka pelakunya tergolong sebagai musyrik dan kafir. Selanjutnya syaikh Muhammad bin Abdulwahhab menyatakan bahwa Syirik Akbar itu ada empat yaitu:

a. Syirkud Dakwah (yakni mempersekukan Allah dalam berdoa kepada AllahTa'ala dengan berdoa kepada selain-Nya) hal ini dfirmankan Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 65.

b. Syirkun Niyyah wal Iradah wal Qashad (yakni mempersekutukan Allah dalam hal niat keinginan dan tujuan), yaitu ibadahnya di samping diniatkan kepada Allah juga diniatkan kepada selain-Nya, menginginkan dengan amalannya itu selain ridha Allah juga keridhaan dari selain-Nya, atau menujukkan ibadahnya kepada Allah juga kepada selain-Nya.Sebagaimana firman Allah dalam surat Hud ayat 15-16.

c. Syirkut Ta'ah (yakni mentaati selain Allah dalam hal menyatakan baik dan buruknya sesuatu, halal dan haramnya sesuatu walaupun itu semua diketahui bertentangan dengan syariat Allah. Hal ini dinyatakan dalam firman Allah dalam surat At-taubah:31 (termasuk syirkut ta'ah ialah bila seseorang membuat undang-undang yang melanggar syariat Allah dengan berkeyakinan bahwa undang-undang tersebut lebih baik atau sama baiknya dengan hukum Allah, sehingga mentaati undang-undang yang menyeleweng dengan syariat Allah itu dengan sepenuh-penuh ketaatan). Hal ini dinyatakan Allah dalam surat An Nisa' 65 dan Al An'am 121.

d. Syirkul Mahabbah
(yakni menyekutukan Allah dengan lain-Nya dalam hal mencintai. Karena ibadah itu sendiri adalah merendahkan diri dengan serendah-rendahnya disertai cinta yang sepenuh-penuhnya. Menyikapi selain Allah Ta'ala dengan sikap seperti ini berarti telah melakukan syirkul mahabbah) hal ini dinyatakan oleh Allah dalam surat Al Baqarah:165.

Macam-macam perbuatan syirkul ashghor ialah seperti riya' (yakni melakukan atau meninggalkan sesuatu amal sholih karena Allah, tetapi akan lebih semangat amalan tersebut bila dilihat manusia). Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah di dalam surat Al Kahfi: 110 dan dari hadits Nabi shalallauh alahiwasalam yang diriwayatkan dari Jundab radhiyallahu 'anhu dia mengatakan: Rasulullah shalallahu 'alahi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang beramal untuk didengar orang, Allah akan perdengarkan kepalsuannya di hari kiamat, dan barangsiapa yang beramal untuk dilihat orang, maka Allah akan memperlihatkan kepalsuannya di hari kiamat di hadapan segenap makhluk. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Termasuk syirkul asghar ialah bersumpah dengan selain nama Allah, umpamanya bersumpah atas nama nabi seperti menyatakan: Wan Nabi (Demi Nabi), atau dengan Ka'bah, seperti Wal Ka'bah (Demi Ka'bah) atau dengan nama para wali seperti: Wa Syaikh Abdul Qadir Jailani dan lain sebagainya. Semua ini adalah perbuatan syirkul asghar bila yang melakukan ini meyakini bahwa dzat yang disebut namanya dalam sumpah tersebut mulia walau tidak semulia Allah Ta'ala. Akan tetapi bila yang bersumpah tersebut meyakini bahwa dzat yang disebut itu mempunyai kemuliaan seperti kemuliaan Allah, maka pelakunya telah melakukan syirkul akbar. Demikin yang diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.

Diriwayatkan dari Sa'ad bin Ubaidah bahwa Ibnu Umar mendengar seorang mengatakan: "Tidak, demi Ka'bah!" Maka berkatalah Ibnu Umar radhiyallahu anhuma: "Janganlah dipakai sumpah-sumpah selain Allah karena aku sungguh pernah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah dengan nama-nama selain Allah maka sungguh dia telah kafir atau telah berbuat syirik. (Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).

Komentar At Tirmidzi atas hadits ini:
"Ini adalah hadits hasan dan hadits ini ditafsirkan oleh sebagian ulama bahwa pernyataan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam: "Maka sesungguhnya ia telah kafir atau telah berbuat syirik ..." adalah pernyataan yang maksudnya mengancam pelakunya dengan ancaman yang keras (pelakunya tidaklah kafir dan keluar dari Islam), pengertian demikian berdalil pada hadits ibnu Umar bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam mendengarkan Umar bin Khattab berkata: "Demi ayahku, demi ayahku!" Maka Nabi bersabda: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan bapak-bapak kalian. (yakni di sini ditunjukkan bahwa Umar tidak dianggap kafir atau keluar dari Islam, sebab Nabi tidak memerintahkannya untuk masuk Islam kembali), dan juga hadits dari Abu Hurairah radhiyuallahu anhu bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah dalam sumpahnya dengan perkataan: Demi berhala latta dan Uza, maka hendaklah ia mengatakan Laa ilahailla lahu."
BERTAUBAT DARI SYIRIK
Adapun bertaubat dari perbuatan kedua jenis syirik tersebut harus disesuaikan dengan jenis syiriknya. Bila bertaubat dari syirik akbar tentunya dengan jalan masuk Islam kembali, karena pada hakekatnya pelakunya telah murtad (keluar dari Islam). Sedangkan bretaubat dari syirik ashghor ialah dengan meminta ampun kepada Allah Ta'ala dan menyempurnakan tauhidnya sehingga terbebas dari kedua jenis syirik tersebut.

Oleh karena itu, sebaiknya kita harus rajin-rajin mempelajari tauhid dan segala perbuatan syirik yang akan merusakkannya. Dan setiap saat kita harus pula bertaubat dari perbuatan syirik baik yang kita ketahui maupun yang sama sekali tidak kita ketahui.


Kamis, 12 Agustus 2010

PUASA, KESEHATAN JASMANI, ROHANI, DAN SOSIAL

Marhaban Yaa Ramadhan!

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. Bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:


~ Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw.

~ Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. ada yang praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Ada juga Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Kemudian Puasa bertapa, seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.

Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam. Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa.

Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya’ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya’ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw. “Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar ru’yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30 hari.” yang menjadi parameter antara sah atau rusaknya puasa seseorang. Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi.

Maka menurut nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya yang berbunyi: “Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja.” (H.R. Bukhari).

Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti. Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia bertakwa (laa’lakum tattaqun). (QS. Al-Baqarah 183)

Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak rusak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT. Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah ayat 185)


Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan mukjizat terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur’an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore. Pendekatan kesehatan, mengapa kita perlu berpuasa?

Bagi Kesehatan Fisik
Umat Islam tidak berpuasa karena alasan manfaat puasa bagi kesehatan. Padahal sejak lama, puasa dijadikan semacam terapi bagi mereka yang bermasalah dalam hal kelebihan berat badan. Dengan berpuasa, kerja alat-alat pencernaan diistirahatkan. Berpuasa mempunyai efek yang banyak berlawanan dibandingkan jika seseorang melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badannya. pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara. puasanya umat Islam di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan perencanaan diet.

Puasa Ramadhan tidak mengurangi asupan gizi dan kalori, cuma kadarnya sedikit lebih rendah dari kebutuhan nutrisi yang normal. Selain itu, orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, masih bisa menyantap setiap jenis makanan, sementara mereka yang berpuasa untuk diet, hanya boleh makan makanan tertentu. Faktor lainnya yang membuat puasa Ramadhan menyehatkan adalah, mereka yang berpuasa melakukannya dengan sukarela dan hati yang ikhlas, bukan karena resep atau anjuran dari dokter. Ramadhan adalah bulan pengendalian dan pelatihan terhadap diri sendiri, dengan harapan pengendalian dan pelatihan ini akan terus berlanjut meski bulan Ramadhan sudah berakhir.

Jika kebiasaan berpuasa dilanjutkan meski bukan pada bulan Ramadhan, apakah untuk keperluan diet atau ibadah, efeknya akan terasa dalam jangka panjang. pada dasarnya orang yang berpuasa itu hanya melewatkan saat makan siang dan mempercepat waktu makan pagi. Orang yang berpuasa juga hanya tidak minum selama 8 sampai 10 jam dan itu tidak membahayakan kesehatan dan tidak menyebabkan dehidrasi yang buruk bagi tubuh manusia. Sebaliknya, dehidrasi ringan dan penyimpanan air dalam tubuh bisa meningkatkan kesempatan hidup. Dampak positif lainnya bagi tubuh, puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kegemukan dan darah tinggi.

Dalam kondisi tertentu, seorang pasien bahkan dibolehkan berpuasa, kecuali mereka yang menderita sakit diabetes yang sudah parah, jantung koroner dan batu ginjal. Puasa dapat menjaga perut yang penuh disebabkan banyak makan adalah penyebab utama kepada bermacam-macam penyakit terutamanya kegendutan yang menyebabkan timbulnya sub penyakit lain. Maka puasalah satu-satunya cara yang dapat memelihara anggota badan daripada semua penyakit kerana melaluinya unsur-unsur racun di dalam makanan dapat dinetralkan setelah berpadu di antara satu sama lain.

Sesungguhnya kesan lapar di dalam pengobatan adalah lebih baik daripada penggunaan obat. Penyakit-penyakit seperti tekanan darah tinggi, pertambahan lemak dan peningkatan gula dalam darah amat mudah menyerang dan melemahkan kekuatan badan individu tersebut. Sesungguhnya tiada obat yang khusus bagi memulihkannya melainkan dengan berpuasa kerana dengan berpuasa terbentuklah suatu sistem yang baru dalam badan yang bertindak mematikan sel-sel lama untuk digantikan dengan sel-sel baru yang lebih baik dan bertenaga.

Ditinjau Dari sudut kesuburan seorang wanita, puasa juga merupakan satu cara yang dapat mengurangkan kesan hormon broloktin yang menyebabkan kemandulan. Kesimpulannya puasa dapat menyehatkan sistem tubuh dan dapat mencegah penyakit-penyakit seperti kencing manis dan kegendutan.

Bagi Kesehatan Psikis
Dari sisi psikis, orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan cenderung merasa tenang dan damai. Setiap orang berusaha untuk menahan amarahnya dan tingkat kejahatan pada bulan Ramadhan biasanya menurun. Umat Islam senantiasa mengingat nasehat Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, “Jika sesesorang menghujatmu atau menyulut emosimu, katakanlah bahwa saya sedang berpuasa.”

Meningkatnya kualitas psikis inilah yang berkaitan dengan stabilitas gula darah yang lebih baik selama bulan Ramadhan, yang berpengaruh pada perubahan tingkah laku. Begitu juga dengan kebiasaan sholat malam. Sholat bukan hanya bermanfaat bagi penyerapan makanan, tapi juga untuk melepaskan energi. Setiap sholat dengan gerakan-gerakannya yang ringan seseorang melepaskan 10 ekstra kalori. Dengan kombinasi itu, sholat menjadi semacam olahraga yang cukup baik selama Ramadhan. Sama halnya dengan kebiasaan membaca Al-Qur’an, bukan hanya membuat hati dan pikiran tenang, tapi juga bisa menjaga hapalan Al-Qur’an.

Puasa adalah bentuk peribadahan khusus, hubungannya hanya antara Allah SWT dan orang yang bersangkutan. Karena tidak satupun yang selain, Allah dan orang itu sendiri yang tahu apakah ia benar-benar berpuasa.

Bagi Kesehatan Sosial
Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir.

Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Iran, Irak, Palestina dan sebagainya.Puasa sebagai tradisi agama-agama yang memiliki makna universal harus dijadikan energi positif bagi menguatnya pemahaman multikultural yang disemangati oleh nilai-nilai ketuhanan (rabbaniyah) dan kemanusiaan (insaniyah).

Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya.

Artikel ini pernah saya sampaikan pada waktu mengisi kultum di HMJ Kimia UIN Malang. Terimakasih dan semoga berguna……

[
Bambang Riadi]


UNTUK APA PUASA?

Ketika puasa yang dilakukan oleh ular menghasilkan kulit yang baru, dan ayam yang berpuasa menghasilkan anak ayam, lalu apa yang dihasilkan oleh puasa manusia?

Sesungguhnya, APA yang membedakan antara orang yang berpuasa dengan orang yang kelaparan? Secara obyektif TIDAK ADA! Perut mereka sama-sama melilit, sementara mulutnya juga kering, napasnya bau. Namun secara subyektif keduanya niscaya berlainan: Orang yang berpuasa, sengaja berniat melaparkan diri, sementara orang yang kelaparan kemungkinan besar memang tidak berniat untuk itu.

Karena niat itulah, pada titik tertentu bisa menyebabkan orang yang kelaparan misalnya, menderita busung lapar. Dalam beberapa hal sel-sel di lambung mereka juga bisa mengalami kerusakan. Sebaliknya orang yang sengaja berniat berpuasa malah bisa bertambah sehat, karena sel-sel lambungnya diistirahatkan dari bekerja (kadang-kadang) ekstra keras.

Lalu, apakah dengan demikian puasa dari orang-orang yang memang berniat untuk itu, memang bermanfaat meskipun katakanlah, hanya menyangkut soal kesehatan? BELUM TENTU! Karena puasa yang diniatkan sekalipun pada akhirnya bisa merusak kesehatan, bahkan lebih parah daripada penderitaan orang yang kelaparan.

Itu terutama bisa terjadi jika puasa tidak dilakukan dengan sebuah kesadaran. Orang yang berniat berpuasa tapi pada saat menjalankan puasa masih memikirkan hidangan apa yang akan menjadi santapan pembuka misalnya, adalah puasa yang sekadar hanya memenuhi seruan agama. Akibat yang paling mungkin dari puasa semacam ini adalah munculnya perilaku jiwa yang gelisah: gelisah menunggu saat berbuka, gelisah kapan puasa berakhir, dan gelisah-gelisah lainnya.

Dibandingkan dengan ibadah lain seperti shalat, zakat, atau haji, puasa adalah ibadah rahasia yang berbeda kadar dan nilainya. Bukan semata karena ibadah puasa tidak memiliki gerakan atau tindakan kasatmata seperti gerakan-gerakan dalam salat atau zakat dan haji itu — melainkan karena ia sepenuhnya adalah ibadah rasa. Dan karena rasa itu adalah sesuatu yang rahasia maka yang tahu kadar dan nilai puasa yang dilakukan sudah benar - atau sebaliknya - sebagai ibadah puasa, tentulah hanya Sang Maha Pembuat Rasa.

Orang yang berpuasa mungkin saja tahu, tapi pengetahuannya tentang puasa yang dijalaninya kemungkinan besar hanya sebatas dugaan, yang belum tentu pula tepat kecuali hanya sebatas klaim dari rasa. Hadis qudsi dari Muttafaq 'alaih yang menegaskan "Setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa, dan Sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi pahalanya" adalah isyarat bahwa hanya Tuhan yang mengetahui rahasia dari puasa yang dilakukan makhluk seperti kita-kita ini.

Dengan kalimat lain, puasa sebetulnya tidak secara garis lurus berhubungan dengan perut yang lapar, keringnya mulut, dahaganya kerongkongan, padamnya gelora syahwat dan segala hal yang mungkin berkaitan dengan urusan kesehatan. Perut yang lapar, kerongkongan yang dahaga dan syahwat yang padam hanya sebuah pertanda agar manusia insaf pada ketidberdayaannya sebagai manusia.

Jauh-jauh hari Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan bahwa "Banyak orang berpuasa namun hanya mendapatkan lapar dan dahaga." Salah satu sebabnya, karena manusia memang hanya sanggup memmuasakan jasmaninya, perut, mulut, kerongkongan dan organ seks itu saja, tapi bukan pada pikiran, jiwa, dan hatinya. Hasilnya bisa ditebak: lapar dan dahaga yang diperoleh dari puasa tidak berbekas pada perilaku (akhlak) bahkan pada saat ketika puasa itu sendiri sedang dilakoni.

Tidakkah ular yang menempuh puasa kemudian menghasilkan kulit baru yang lebih baik dari kulit sebelumnya? Atau induk ayam yang berpuasa selama 21 hari menghasilkan anak-anak ayam penerus kehidupan, dan beruang kutub yang berpuasa pada musim dingin menjadikan benih-benih ikan kod lebih siap diburu? Singkat kata, puasa yang dilakukan dengan sebuah kesadaran, betapa pun kesadaran itu hanya sebatas naluri seperti binatang-binatang itu — pada akhirnya memang akan menghasilkan sesuatu.

Maka puasa Ramadan yang dilakukan orang-orang beriman pun mestinya juga menghasilkan sesuatu itu: seperti misalnya keinsafan untuk tidak lagi berperilaku takabur, tidak dengki, tidak aniaya, tidak malas, tidak merasa paling, dan sebagainya.

Pada tataran yang lebih luas, sesuatu itu bisa menjelma menjadi kesadaran untuk tidak melakukan korupsi kendati peluang untuk itu ada, tidak menyuap atau menerima suap atas nama urusan apa pun, tidak kikir dan tak menumpuk harta, tidak sewenang-wenang bila menjadi pemimpin, tidak khianat bila dipercaya, dan hal-hal lain serupa itu.

Pada wilayah yang sempit sesuatu itu bisa berupa kearifan pengetahuan (ma'rifat) bahwa memang tidak ada yang pantas dimasukkan ke dalam pikiran, jiwa, dan hati, melainkan hanya DIA.

Selamat berpuasa!


[Dari Mas Rusdi Mathari]