PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI

PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI adalah Sebuah program kepedulian dalam pengembangan wirausaha dan kemandirian dari jama’ah untuk jama’ah ,

BERJAMAAH KITA HEBAT

“Bukan karena hebat kita berjamaah, tapi karena berjamaah kita menjadi HEBAT” Karena yang sedikit (sendirian) tidak berdampak, tapi bila dihimpun (berjama’ah) maka akan menjadi kekuatan besar.

MENGHIDUPKAN SUNNAH DENGAN BERNIAGA

Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Sa'id ra, dari Nabi Muhammad SAW bersabda, Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, maka ia akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada. (HR. Turmudzi)

MENGHIMPUN DONATUR

Setiap kita bisa menjadi donatur, bukan besaran infaqnya yang terpenting, tapi banyaknya orang yang menjadi donatur menjadikan yang sedikit menjadi berlimpah. Faktor kali, bukan faktor besaran. Rp. 5000 per orang dikali 10.000 orang, maka nilainya menjadi besar.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

AHAD DHUHA PEDULI

Photobucket

Senin, 23 November 2009

ADAB SALAM DALAM ISLAM

Yang paling pertama memerintahkan salam adalah Allah Yang Maha Tinggi, di mana Allah memerintahkan Adam alaihi salam untuk mengucapkannya kepada para malaikat. Disebutkan di dalam riwayat Al-Bukhari:

إِنَّ اللهَ لَمَّا خَلَقَ آدَمَ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلىَ أُلئِكَ اْلمَلاَئِكَةِ فَاسْتَمِعْ مَايُجِيْبُوْنَكَ تَحِيَتُكَ وَتَحِيَّة ذُرِّيَتِكَ , فَقَالَ َالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ, فَقَالُوْا: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ

"Sesungguhnya Allah Ta'ala saat setelah menciptakan Adam alaihi salam, Dia berfirman kepada Adam: "Pergilah dan ucapkanlah salam kepada para malaikat ini dan dengarkanlah dengan apakah mereka menjawabmu, sebagai ucapan penghormatan bagimu dan bagi keturunanmu." Lalu Adam berkata:

َالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ mereka menegaskan: [اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ…".[1 Dan pada masa awal kedatangan Nabi r di Madinah beliau memerintahkan para shahabat untuk menyebarkan salam.

  • Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari A'isyah, Rasulullah bersabda: مَا حَسَدَتْكُمُ اْليَهُوْدُعَلىَ شَئٍ مَا حَسَدَتْكُمْ عَلىَ السَّلاَمِ وَالتَّأْمِيْنِ "Orang-orang Yahudi tidak dengki kepadamu karena sesuatu, mereka dengki karena salam dan ucapan amin (setelah membaca Al-Fatihah)".[2]
  • Disunnahkan untuk mengawali ucapan salam kepada orang lain, dan menjawabnya adalah wajib. Dan jika seseorang mengucapkan salam kepada sebuah jama'ah, kalau dijawab oleh semua jama'ah, maka hal itu lebih bagus, namun kalau dijawab oleh salah seorang dari mereka maka yang lain terbebas dari beban tersebut.[3]
  • Ucapan salam yang paling baik adalah: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah bahwa seorang lelaki lewat di hadapan Rasulullah r dalam sebuah majlis dan mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ ,beliau bersabda: "Sepuluh kebaikan", lalu lewatlah lelaki lain seraya mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َ Rasulullah mengatakan: "Baginya duapuluh kebaikan". Lalu lewatlah lelaki lain sambil mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ maka Rasulullah mengatakan: "Baginya tigapuluh pahala kebaikan".([4])[5]
  • Dimakruhkan memulai salam dengan ucapan: اَلسَّلاَمُ ْ ُ عَلََيْكُمُ Berdasarkan sabda Rasulullah r: لاَ تَقُلْ عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ فَإِنَّ عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ تَحِيَّةُ المَوْتَى "Jangnlah engkau mengatakan ,عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ sebab ucapan عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ adalah penghormatan bagi orang yang telah meninggal".[6]
  • Dianjurkan untuk mengulangi salam tiga kali jika jama'ah tempat mengucapkan salam cukup banyak atau merasa ragu dengan pendengaran orang yang disalamkan kepadanya. Dan Rasulullah r jika mengucapkan salam maka beliau mengulanginya tiga kali.[7]
  • Dianjurkan untuk menyebarkan salam ((kepada orang yang engkau ketahui dan orang yang engkau tidak ketahui)) dan Rasulullah r bersabda: إِنَّ مِنْ أَشْرَاطَ السَّاعَةِ كَانَتِ التَّحِيَّةُ عَلىَ اْلمَعْرِفَةِ "Sesungguhnya di antara tanda datangnya hari kiamat adalah penghormatan (ucapan salam) dilandaskan pada pengetahuan orang terhadap orang lain semata". Dalam riwayat lain disebutkan: أَنْ يُسَلِّمَ الرَّجُلُ عَلىَ الرَّجُلِ لاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ لِلْمَعْرِفَة "Seorang lelaki mengucapkan salam kepada lelaki lainnya dan dia tidak mengucapkan salam tersebut kecuali karena ia mengenalnya".[8] Begitu juga hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa sesorang lelaki bertanya kepada Rasulullah r: “Islam apakah yang terbaik? Beliau menjawab: "Engkau memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan tidak kau kenal".[9]
  • Bawasanya Ibnu Umar radhiallahu anhuma memasuki pasar dan tidaklah dia melewati seorangpun kecuali dia mengucapkan salam atasnya. Maka Thufail bin Abi Ka'ab berkata kepadanya: Apakah yang engkau perbuat di pasar sementara dirimu tidak tinggal untuk berjual beli? Tidak bertanya tentang harga barang? Tidak menawar barang dan tidak pula duduk di majlis yang terdapat di pasar? Beliau menjawab: Wahai Abu Bathn (kinayah untuk orang yang besar perutnya) sebab Thufail seorang yang berperut besar-kami hanya pergi untuk mengucapkan salam kepada orang yang kami temui."[10]
  • Dianjurkan bagi orang yang datang untuk mengawali salam, dasarnya adalah kisah tentang tiga orang yang datang kepada Nabi r lalu mengucapkan: [11] اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُم Termasuk sunnah bahwa seorang yang mengendarai mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang sedang duduk, orang yang sedikit kepada orang yang banyak, orang yang lebih kecil kepada orang yang lebih besar. Seandainya dua orang yang sedang mengendarai mobil atau hewan atau dua orang berjalan saling berjumpa, maka yang lebih utama adalah orang yang lebih kecil mengawali salam, seandainya orang yang lebih besar memulai salam maka dia mendapat pahala atas perbuatannya. Berdasarkan sabda Rasulullah r dalam riwayat Abu Hurairah t: "يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى اْلمَاشِي وَاْلمَاشِي عَلىَ اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلَكثِيْرِ" وفي راية للبخار" "يُسَلِّمُ الصَّغِيْرُ عَلىَ اْلكَبِيْرِ وَاْلمَارُ عَلَى اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلكَثِيْرِ "Orang yang berkendaraan mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, orang yang berjalan kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada orang yang banyak"[12] Dalam riwayat lain disebutkan: Orang yang kecil mengucapkan salam kepada orang yang lebih besar, orang lewat / berjalan kepada orang yang duduk dan orang yang sedikit kepada orang yang banyak."[13]
  • Apabila dua orang bertemu dan setiap mereka berdua mengawali ucapan salam maka setiap mereka berdua untuk menjawab salamnya. (Syarhul Hidayah)[14].
  • Para ulama dalam mazdhab Syafi'iy berkata: Disunnahkan mengirim salam dan orang yang dipercayakan mengirim salam tersebut wajib menyampaikannya, inilah yang wajib dilakukan jika dia sanggup menanggungnya sebab dia diperintahkan untuk menyampaikan amanah, namun jika dia tidak sanggup menanggungnya maka dia tidak wajib menyampaikannya. Disebutkan di dalam kitab Al-Shahihaini dari A'isyah radhiallahu anha berkata: Rasulullah r: bersabda: "Wahai Aisayah ini Jibril datang untuk mengucapkan salam kepadamu". Dia menjawab: وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ dan ditambahkan di dalam riwayat Bukhari: "وَبَرَكَاتُهُ" disebutkan di dalam Syarah Muslim: Didalamnya penjelasan tentang bolehnya orang asing (yang bukan mahrom) mengirim salam kepada perempuan asing lainnya jika tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah dengan perbuatan tersebut."[15]
  • Menjawab orang yang membawa dan orang yang mengirim salam. Telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah r dan berkata: Sesungguhnya bapakku mengirim salam untukmu". Rasulullah r menjawabnya: [16] وَعَلَيْكَ وَعَلىَ أبِيْكَ السَّلاَم Abu Dzar t berkata: "Hadiah yang baik dan beban dengan ringan".
  • Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mengucapkan salam kepada wanita asing yang bukan mahrom, ada ulama yang melarang dan ada pula membolehkan, dan semoga yang lebih kuat adalah apa yang disebutkan oleh Imam Ahmad rahimhullah: Jika perempuan tersebut sudah tua maka tidak apa-apa, namun jika masih muda maka tidak boleh. [17]
  • Disunnahkan mengucapkan salam kepada anak-anak kecil, berdasarkan hadits riwayat Anas t bahwa dia melewati anak-anak dan mengucapkan salam kepada mereka, lalu menceritakan bahwa "Rasulullah r mengerjakan hal tersebut." [18]
  • Mengucapkan salam kepada orang yang terjaga, di tempat yang terdapat padanya orang lain sedang tertidur, dengan merendahkan suara untuk memperdengarkan salam kepada orang yang terjaga tanpa membangunkan mereka yang sedang tertidur, berdasarkan hadits riwayat Miqdad bin Al-Aswad dan disebutkan di dalam hadits tersebut bahwa "Nabi r datang pada waktu malam lalu mengucapkan salam dengan suara yang tidak membangunkan orang yang sedang tertidur namun didengar oleh orang yang sedang terjaga…" [19]
  • Dilarang mendahului ahli kitab dengan salam; berdasarkan sabda Nabi r: لاَ تَبْدَؤُوْا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلاَم ِفَإِذَا لَقِيْـتُمْ أَحَدَهُمْ فِي الطَّرِيْقِ فَاضْطَرُّوْهُ إِلىَ أَضْيَق "Janganlah kalian memulai orang yang Yahudi dan Nashrani dengan salam, jika kalian menemukan salah seorang dari mereka di jalanan maka desaklah mereka ke jalan yang lebih sempit".[20] Dan jika ingin menghormatinya maka hormatilah dia dengan selain salam. Dan apabila dia mengawali salam, maka hendaklah dia mengucapkan: [وَعَلَيْكُمْ) [21) dan tidak mengapa setelah itu untuk bertanya kepadanya: Bagaimana keadaanmu, bagaimana keadaan anak-anakmu, sebagaimana dibolehkan oleh syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah. [22]
  • Dilarang menyampaikan salam dengan isyarat, berdasarkan hadits riwayat Jabir bin Abdullah t secara marfu' kepada Nabi r: لاَ تُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَ الْيَهُوْد فَإِنَّ تَسْلِيْمَهُمْ بِالرُّؤُوْسِوَاْلأَكُفِّ وَاْلإِشَارَةِ "Janganlah memberi salam seperti salamnya orang-orang Yahudi, sesungguhnya salam mereka dengan kepala, telapak tangan dan isyarat." [23]
  • Boleh memperdengarkan salam pada sebuah majlis yang dihadiri oleh campuran orang muslim dan musyrik, dan niat mengucapkan salam tersebut hanya dikhususkan bagi orang muslim saja.[24] لاَ تُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَ الْيَـهُوْدِ فَإِنَّ تَسْلِيْمَهُمْ بِالرُّؤُوْسِ وَاْلأَكُفِّ وَاْلإِشَارَةِ "Janganlah engkau menyampaikan salam seperti apa yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi, sesungguhnya salam mereka dengan kepala, telapak tangan dan isyarat." [25]
  • Dibolehkan mengucapkan salam kepada orang yang sedang shalat dan menjawabnya dengan isyarat, dan tidak terdapat baginya cara tertentu; terkadang dengan Rasulullah r menjawabnya dengan jari-jari, terkadang pula berisyarat dengan tangan atau memberikan isyarat dengan kepalanya dan disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa beliau berisyarat dengan telapak tangan. [26]
  • Dibolehkan mengucapkan salam kepada orang yang sedang membaca Al-Qur'an dan dia wajib menjawabnya.
  • Dimakruhkan memberikan salam kepada orang yang sedang menjauh untuk membuang hajat, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu bahwa seorang lelaki lewat sementara Rasulullah r sedang kencing, lalu lelaki tersebut mengucapkan salam kepada Nabi r namun beliau tidak menjawabnya. [27]
  • Dianjurkan mengucapkan salam saat memasuki rumah, sebagaimana dianjurkan mengucapkan salam saat rumah kosong; Dari Ibnu Umar t bahwa dia berkata: Jika seseorang memasuki rumah yang tidak berpenghuni maka hendaklah dia mengatakan: اَلّسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلىَ عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ "Kesejahteraan atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shaleh." [28]
  • Dianjurkan bagi seorang yang memasuki mesjid untuk shalat dua rekaat sebagai shalat tahiyatul mesjid sebelum mengucapkan salam. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: …dan di antara petunjuknya adalah orang yang memasuki mesjid mulai dengan dua rekaat tahiyatul masjid kemudian barulah ia datang dan mengucapkan salam kepada jama'ah yang sedang berkumpul seperti yang dijelaskan dalam hadits al-musi' shalatahu (seorang yang mempraktikkan shalatnya secara tidak sempurna). [29]
  • Tidak diperbolehkan bagi seseorang memasuki mesjid saat imam sedang berkhutbah pada hari jum'at, sementara dia sendiri mendengar khutbah tersebut, maka dilarang baginya memberi salam kepada orang yang ada di mesjid, dan orang yang berada di dalam mesjid tidak diperbolehkan menjawab salam tersebut saat imam sedang berkhutbah, namun jika menjawabnya dengan isyarat maka itu diperbolehkan. [30] Jika orang yang ada di sampingnya mengucapkan salam kepadanya lalu ingin menjabat tangannya saat imam sedang berkhutbah, maka dia boleh menjabat tangannya tanpa harus berbicara dan menjawab salamnya setelah khatib selesai dengan khutbah yang pertama, dan jika seseorang mengucapkan salam saat khatib berkhutbah dengan khutbah yang kedua maka engkau menjawab salamnya setelah kahtib selesai dari khutbahnya yang kedua. [31]
  • Dijelaskan dalam sebuah riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah r bersabda: مَنْ بَدَأَ بِالْكَلاَمِ قَبْلَ السَّلاَمِ فَلاَ تُجِبْيُبوْهُ "Barangsiapa yang memulai dengan mengobrol sebelum mengucakan salam maka janganlah engkau menjawabnya." [32] Dalam lafaz Ibnu Ady dijelaskan bahwa: "Mengucapakan salam dahulu sebelum bertanya, maka barangsiapa yang memulai kepadamu dengan berbicara sebelum mengucapakan salam maka janganlah engkau menjawabnya". Dan diriwayatkan oleh Jabir t secara marfu' Rasulullah r bersabda: لاَتَأْذَنُـوْا ِلمَنْ لَمْ يَبْدَأْ بِالسَلاَم "Janganlah engkau mengizinkan orang yang tidak memulai dengan salam." [33]
  • Termasuk sunnah mengucapkan salam ketika meninggalkan suatu majlis, berdasarkan hadits Rasulullah r: إِذَا نْتَهَى أَحَـدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُـوْمَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ اْلأُوْلىَ بِأَحَقَّ مَِن اْلآخِـرَةِ "Apabila salah seorang di antara kalian telah sampai pada sebuah majlis maka hendaklah dia mengucapkan salam, dan jika dia ingin bangkit keluar maka hendaklah mengucapkan salam, dan tidaklah yang pertama lebih berhak dari yang terakhir (dengan salam)." [34]
  • Meminyaki tangan dengan wewangian untuk berjabat tangan. Dari Tsabit Al-Banani bahwa Anas meminyaki tangannya dengan minyak wangi yang harum untuk berjabatan tangan dengan teman-temannya.
  • Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah ditanya tentang hukum berjabat tangan setelah shalat fardhu, beliau menjawab: “Berjabat tangan setelah menunaikan shalat fardhu bukan termasuk sunnah akan tetapi bid’ah”. Dan Al-Izz bin Abdusalam berkata: “Berjabat tangan setelah melaksanakan shalat subuh dan asar adalah bid’ah kecuali bagi orang yang baru datang yang telah berkumpul dengan orang yang akan disalaminya sebelum shalat, sebab sesungguhnya berjabat tangan disyari’atkan saat baru datang dan Nabi r setelah selesai melaksanakan shalat wajib, beliau membaca wirid-wirid yang disyari’atkan, beristigfar tiga kali lalu bubar. [35]
  • Di antara kesalahan yang terjadi adalah meninggalkan salam saat baru bertemu (sekalipun tidak lama berpisah), dan hadits Al-Musi’ Shalatahu adalah dalil disyari’atkanya mengucapkan salam seklipun pertemuan sebelumnya berlalu selang beberapa waktu. Dan Imam Nawawi rahimahullah memberikan bab di dalam kitab riadhus shalihin tentang hadits Al-Musi’ Shalatahu, yaitu ((bab isthbaabu I’adatis salam ala man takarrara liqaa’ahu ala Qurbin bi an dakhala tsumma kharaja tsumma dkhala fil haal au haala bainahumaa syajarotun au nahwaha/ Bab dianjurkannya mengulangi salam bagi orang yang pertemuannya berkali-kali selang beberapa saat, yaitu dalam masa yang berdekatan; sekedar masuk kemudian keluar lalu masuk pada saat yang sama atau dihalangi oleh sebuah pohon atau yang lainnya)).
  • Ada beberapa bentuk penghormatan lain yang disyari’atkan, seperti mengucapkan: مَرْحَبًا (Selamat datang), tetapi yang paling utama agar penghormatan ini diucapkan bersamaan dengan salam, maka tidak boleh mencukupkan diri dengannya tanpa dibarengi salam. Sebagaimana yang diriwaytkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhu, ia berkata: Saat utusan Abdul Qois mendatangi Nabi r, beliau menyambut mereka dengan mengucapkan: مَـرْحَبًا بِالْـوَفْـدِ الَّذِيْنَ جَاءُوْا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى “Selamat datang dengan utusan yang datang tanpa terhina dan penyesalan”. Lalu mereka berkata: Wahai Rasulullah! Kita adalah bagian dari penduduk desa Rabi’ah, dan jarak di antara kami dan dirimu terpisah oleh suku Mudhar, kami tidak bisa mendatangimu kecuali pada bulan-bulan haram, maka perintahkanlah kepada kami dengan perkara yang jelas, yang dengannya kami bisa masuk surga dan sebagai bekal yang kami akan dakwahkan kepada orang-orang di belakang kami..” [36] Dalam hadits yang shahih Nabi r bersabda: إِذَا أَتىَ الرَّجُـلُ الْقَـوْمَ فَقَالُوْا مَرْحَبًا فَمَرْحَبًا بِهِ يَـوْمَ يَلْـقَى رَبَّهُ Apabila seseorang mendatangi suatu kaum kemudian mereka mengucapkan: مَرْحَبًا maka keselamatan baginya pada hari dia bertemu dengan Tuhannya.” [37]
  • Dan di antara cara memberikan penghormatan yang praktis adalah berjabat tangan, berpelukan dan mencium.
  • Adapun brjabat tangan. Dijelaskan dalam hadits shahih dari Anas, dia berkata: Pada saat penduduk Yaman mendatangi Nabi r, Rasulullah r berkata: (Telah datang kepadamu penduduk Yaman) dan mereka adalah orang yang pertama datang dengan berjabat tangan”.[38] Diriwayakan dari Abu Dawud Rahimahullah dan yang lainnya bahwa Rasulullah r bersabda: مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا "Tidaklah dua orang muslim saling berjabat tangan kecuali dosa-dosa mereka akan diampuni sebelum mereka berdua berpisah." [39] Dari Anas radhiallahu anhu: Seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah! Salah seorang di antara kami menemui sahabatnya yang lain, apakah dia harus tunduk kepadanya (sebagai penghormatan baginya)? Rasulullah menjawab: "Tidak", lalu shahabat tersebut bertanya kembali: Apakah dia harus memeluknya dan menciumnya? Rasulullah menjawab: "Tidak", lalu shahabat tersebut kembali bertanya: "Apakah dia harus berjabat tangan dengannya?" Maka Rasulullah menjawab: Ya, jika dia mau melakukannya." [40] Sebagaimana tidak dianjurkan untuk mencabut tangan saat berjabatan tangan sampai shahabatnya tersebut yang memulai mencabut tangannya sendiri, sebagimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik t bahwa dia berkata: Bahwa Rasulullah r jika menyambut seseorang dan menjabat tangannya maka beliau tidak mencabut tangannya sendiri sampai orang tersebutlah yang memulai mencabut tangannya".[41] Adapun berpelukan. para ulama mengatakan bahwa perbuatan tersebut dilakukan (khusus untuk menyambut orang yang baru datang dari) perjalanan, sebagian ulama mengatakan bahwa berpelukan disyari'atkan juga dalam keadaan tidak musafir jika waktu berpisah cukup lama atau orang yang berkunjung adalah seorang yang mempunyai kedudukan dan wibawa dan mereka butuh dengan sikap seperti ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Turmudzi rahihullah dalam kitab Al-Syama'il dan yang lainnya bahwa Rasulullah r mendatangi rumah Abi Al-Tayhan-salah seorang shahabat-maka pada saat dia melihat bahwa yang datang adalah Rasulullah r, dia segera mendatangi beliau dan memeluk Rasulullah r padahal rumahnya ada di Madinah. [42] Adapun mencium. Maka para ulama menyebutkan dibolehkannya mencium kepala, adapun mencium tangan maka sebagian ulama membenci hal tersebut, disebutkan dari syekhul Islam rahimhullah bahwa sebagian ulama menyebutnya sebagai sajdah sugro (sujud kecil). Adapun mencium kedua pipi dan mulut. Maka perbuatan tersebut dilarang dan tidak boleh, dan larangan ini menjadi kuat bahkan hukumnya menjadi haram jika dibarengi dengan meningkatnya syahwat. Yang disyari’atkan adalah mencium kepala. Dan sebagian mereka membolehkan mencium tangan orang-orang shaleh dan para ulama yang mulia jika seseorang melakukannya karena dorongan (keistiqomahannya) di dalam agama dan dimakruhkan mencium tangan selain mereka dan tidak diperbolehkan sama sekali mencium tangan seorang lelaki remaja yang tampan, dan disebutkan di dalam catatan pinggir fatawa Imam Nawawi rahimhullah Ta’ala: Apabila seseorang ingin mencium tangan orang lain karena kezuhudan, kesalehan, keilmuan, kemuliaan dan kedudukannya atau yang lainnya dari kemuliaan karena agama maka hal itu tidak dimakruhkan bahkan dianjurkan, sebab Abu Ubaidah telah mencium tangan Umar radhiallahu anhu, namun jika karena kekayaan, harta, kekuasaan dan wibawa terhadap orang yang ahli dunia dan yang seperti mereka maka perbuatan itu sangat dibenci. [43]
  • Tidak termasuk kebiasaan generasi salaf dari sejak Nabi r dan khulafair rasyidin membiasakan berdiri (saat menyambut Nabi r), sebagaimana yang diperbuat oleh sebagian besar orang, bahkan Anas bin Malik radhiallahu anhu mengatakan tentang para shahabat (bahwa tidak ada seorangpun yang lebih mereka cintai dari Nabi r, namun saat mereka melihat beliau, mereka tidak pernah beridiri untuk menyambutnya karena mereka mengetahui bahwa beliau membenci perbuatan tersebut) [44], akan tetapi terkadang mereka bangkit untuk menyambut orang yang baru datang untuk menemuinya, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi r bahwa beliau bangkit berdiri untuk menyambut Ikrimah, dan beliau juga memerintahkan kepada kaum Anshar saat Sa’ad bin Mu’adz ra kembali: “Berdirilah untuk menyambut pemimpin kalian”, yaitu setelah beliau kembali memberikan keputusan hukuman bagi Yahudi Bani Quraidhah. [45] Jika kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat, bahwa menghormati orang yang baru datang dengan cara berdiri, dan seandainya ditinggalkan orang beranggapan bahwa hal tersebut berarti meninggalkan hak orang yang baru datang, sementara mereka belum mengetahui perbuatan yang sesuai dengan sunnah, maka yang lebih baik adalah berdiri menyambut orang yang baru datang tersebut sebab hal ini lebih baik dalam menjaga kedamaian antar sesama dan menghindarkan timbulnya permusuhan dan saling benci. Adapun orang mengetahui bahwa kebiasaan suatu masyarakat adalah berbuat sesuatu yang sesuai dengan sunnah, maka meniggalkan berdiri untuk menyambut orang yang baru datang tidak termasuk menyakiti orang yang baru datang tersebut.([46])[47] Dianjurkan bagi orang yang terhalang menjawab salam sudaranya untuk meminta maaf kepadanya dan menjelaskan alasannya. Diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu bahwa Nabi r mengutusnya ke negeri Yaman, dia menceritakan: "Aku mendatangi Nabi r sambil mengucapkan salam kepadanya, namun beliau tidak menjawabku, akhirnya hatiku merasakan sesuatu yang Allah lebih tahu dengannya, aku berkata di dalam diriku: Jangan-jangan beliau marah karena keterlambatanku mendatanginya”, kemudian, aku kembali mengucapkan salam kepadanya, namun beliau tetap tidak menjawab salamku, maka aku merasa tidak enak di dalam hatiku lebih dari apa yang aku rasakan pada salam yang pertama, lalu aku kembali mengucapkan salam yang ketiga untuknya, kemudian beliau menjawab salamku, lalu bersabda: "Hanya sanya yang menghalangi aku menjawab salammu adalah karena aku sedang shalat”. Dan pada saat itu beliau sedang shalat di atas hewan tunggangannya dan tidak menghadap kiblat. [48] Mengucapkan salam dengan lisan dan isyarat secara bersamaan kepada orang yang bisu dan tuli. [49] Disyari’atkan untuk mengucapkan salam kepada penghuni kubur.
  • Imam Bukhari berkata dalam kitabnya: Al-Adabul Mufrod: Bab Jawabul Kitab, dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Saya berpendapat harus menjawab salam yang tertulis di dalam kitab sama seperti menjawab salam (yang terucap).” [50]



CATATAN KAKI
[1] HR. Bukhari no: 3326. Muslim no:2841.
[2] HR. Ibnu Hibban no: 856, dishahihkan oleh Albani.
[3] Al-Nawawi syarah shahih Muslim 2160.
[4] Abu Dzakaria Al-Nawawi mengatakan: Dianjurkan bagi orang yang mengucapkan salam untuk memulainya dengan
اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ yaitu menyebutkannya dengan menggunakan kata ganti plural sekalipun sesorang mengucapkan salam kepada satu orang saja. Dan orang yang menjawabnya mengatakan: وعَلََيْكُمْ اَلسَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ. Al-Adab Al-Syariyah 1/359.
[5] HR. Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 986, Albani mengatakan: Shahih.
[6] Sunan Abu Dawud no: 5209, dan Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[7] Semua riwayat tentang mengulangi salam menyimpulkan bahwa mengulangi salam dilakukan pada kondisi tertentu, dan Imam Al-Nawawi mengatkan bahwa mengulangi salam dilakukan apabila jama'ah tempat mengucapkan salam tersebut berjumlah banyak (Riyadhus Shalihin hal. 291). Dan mengulangi ucapan salam untuk meliputi semua jama'ah. Dan Ibnu Hajar mengatakan rahimahullah mengatakan bahwa mengulangi salam dilakukan jika seseorang merasa ragu kalau-kalau orang yang diberikan salam kepadanya tidak mendengarkan ucapan salam tersebut. Fathul Bari hadits no: 6244, dan Zadul Ma'ad 2/418.
[8] HR. Bukhari no: 6244.
[9] HR. Bukhari no:12 dan Muslim no: 39.
[10] Al-Adabus Syar'iyah 1/396.
[11] HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no: 986, dan Albani mengatakan: Shahih.
[12] HR. Bukhari no: 6232. Muslim no: 2160.
[13] HR. Bukahri no: 6231.
[14] Al-Adabus Syar'iyah 1/401.
[15] Al-Adabus Syar'iyah 1/401.
[16] HR. Abu Dawud no: 5231 dihasankan oleh Albani
[17] Al-Adabus Syar'iyah 1/352.
[18] HR. Bukahri no: 6247.
[19] HR. Muslim no: 2055.
[20] HR. Muslim no: 2167
[21] Kecuali jika ucapan selamat yang mereka lontarkan cukup jelas dan tidak membawa makna yang samar, maka dalam hal ini boleh bagi sesorang untuk menjawabnya, berdasarkan keumuman makna yang terkandung dalam firman Allah I:
وَإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا "Apabila kalian diberikan suatu penghormatan maka balasalah penghormatan tersebut dengan yang lebih baik darinya atau balaslah dengan hal yang sama".
[22] Jika ada yang bertanya: Bagaimana dengan sikap Nabi r yang mengawali salam kepada orang kafir dengan mengatakan:
سَلاَمٌ عَلىَ مَنِ اتَّبَعَ اْلهُدَى...؟ (keselamatan kepada orang yang mengikuti petunjuk). Para mufassirin menyebutkan bahwa ucapan tersebut bukan penghormatan tetapi maksudnya adalah orang yang masuk Islam akan selamat dari adzab Allah. Oleh karena itu disebutkan setelahnya bahwa azab akan menimpa orang yang mendustakan dan berpaling dari tuntunan Allah, maka jawabannya adalah bahwa beliau tidak mengawali orang kafir dengan mengucapkan salam secara sengaja, sekalipun lafaz hadits ini seakan mengisyaratkan makna tersebut. (Fathul Bari, Ibnu Hajar 1/38).
[23] Al-Adabus Syar'iyah 1/390, Al-Adzkar, An-Nawawi 367.
[24] Al-Adabus Syar'iyah 1/390, Al-Adzkar, Al-Nawawi: 367.
[25] Fathul Bari 11/16, adapun tentang hadits Asma' binti Yazid yang mengatakan: "Nabi saw mengulurkan tangannya kepada jama'ah perempuan saat menyampaikan salam". HR. Turmudzi no: 2697, Al-Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 1047, 1003, Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih, Imam Nawawi mengatakan bahwa kemungkinan bahwa Nabi saw mengumpulkan antara isyarat dengan ucapan salam, sebagimana yang disebutkan dalam riwayat Abi Dawud: فَسَلَّمَ عَلَيْهِ (dan mengucapkan salam kepadanya), Al-Adzkar hal. 356.
[26] Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam fatwanya pada jilid ke 22, menyebutkan bahwa Jika orang yang sedang shalat mengetahui cara menjawab salam dengan isyarat maka dibolehkan menyampaikan salam kepadanya, jika dia tidak mengetahuinya maka sebaiknya tidak mengucapkan salam kepadanya agar shalat mereka yang wajib tidak terputus dengan perbuatan yang sunnah, sebab bisa jadi orang tersebut menjawab salam secara lisan sehingga menimbulkan kekurangan bagi shalatnya.
[27] HR. Muslim no: 370.
[28] Al-Adabul Mufrod no: 1055 dan dihasankan oleh Al-bani.
[29] Zadul Ma'ad 2/413-414.
[30] Fatawa Lajnah Da'imah 8/243.
[31] Fatawa Lajnah Da'imah 8/246 Saudi Arabia.
[32] HR. Al-Thabrani dalam kitab Al-Ausath dan Abu Na'im dalam kitab Al-Hulyah dihasankan oleh Al-Bani dalam Silsilatus Shahihah no: 816.
[33] Dishahihkan oleh Albani dalam kitab Al-Shahihah: 817.
[34] HR. Turmudzi nno: 2861, Al-Bukahri dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 1008 dan Albani mengatakan hadits Shahih.
[35] Al-Muhkamul Matiin Fi Ikhtisharul Qaulul Mubiin Fi Aktha’al Mushalliin, Mashur bin Hasan Ali Salman.
[36] Shahih Bukhari no: 5708.
[37] As-Silsilatus Shahihah no: 1189
[38] HR. Abu Dawud no: 5212
[39] HR. Abu Dawud no: 5212 dan Albani mengatakan bahawa hadits ini shahih. [40] HR. Turmudzi no:2728, dan dikeluarkan oleh Alabni dalam kitabnya Sililatus Shahihah no:160 1/288.
[41] HR. Turmudzi no: 2490, dishahihkan oleh Albani dengan berbagai jalan dalam kitab Al-Sisilatus Shahihah no: 2485, (5/635)
[42] Al-Turmudzi no: 2292.
[43] Albani rahimhullah menegaskan dalam kitab Al-Silsilatus Shahihah 1/251 bahwa mencium tangan orang yang alim dibolehkan dengan tiga syarat: 1. Tidak dijadikan sebagai kebiasaan, di mana orang yang alim tersebut secara sengaja mengulurkan tangannya kepada para murid-muridnya. 2. Hal tersebut tidak menjadikan orang yang alim tersebut sombong terhadap orang lain. 3. Perbuatan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah berjabatan tangan. Disebutkan dalam fatwa syekh Ibnu Humaed rahimhullah: “Tidak baik bagi seorang lelaki mencium mulut ibunya dan tidak pula mulut anaknya,, begitu juga kakak laki-laki tidak diperbolehkan mencium mulut adik perempuannya, dan bibi dari bapak, bibi dari ibu serta salah seorang mahromnya, mencium mulut khusus bagi seorang suami.
[44] HR. Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 946, dan terdapat sedikit perbedaan lafaz, Albani berkata: Shahih.
[45]HR. Bukhari no: 6262.
[46] Majmu’ fatawa 1/374-375
[47] Ibnu Hajar rahimhullah berkata: secara umum, jika berdiri untuk menyambut seseorang dianggap sebagai penghinaan dan bisa menimbulkan kerusakan maka hal itu tidak boleh dilakukan, dan makna inilah yang ditegaskan oleh Ibnu Abdis Salam (Fathul Bari 11/56). Ahlul Ilmi menjelaskan bahwa berdiri tersebut dibagi menjadi tiga macam: 1/Berdiri untuk mendatangi seseorang, maka hal ini tidak mengapa, sebab Nabi r saat kedatangan Sa’d bin Mu’adz t setelah memberikan hukuman kepada Yahudi dari Bani Quraidhah, Rasulullah r bersabda: (Berdirlah menuju pemimpin kalian) HR. Bukhari no: 4121, Muslim no: 1768. 2/Berdiri untuk menyambut kedatangan seseorang, hal ini juga tidak mengapa, apalagi jika masyarakat menjadikannya sebagai kebiasaan, dan orang yang datang menganggap bahwa tidak berdiri untuk mneyambutnya adalah penghinaan, sekalipun yang lebih utama adalah meninggalkan perbuatan tersebut seperti yang dijelaskan di dalam sunnah, namun apabila masyarakat terbiasa dengan perbuatan seperti itu maka hal tersebut tidak mengapa dilakukan. 3/Berdiri untuk menghormati seseorang. Seperti seseorang duduk lalu salah seorang sebagai ketua berdiri untuk mengagungkannya, maka perbautan seperti ini terlarang. Rasulullah r be
rsabda: لاَ تَقُوْمُوْا كَمَا تَقُوْمُوْا اْلأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا Janganlah kalian berdiri sebagaimana orang-orang ajam berdiri (dalam mengormati) sebagian mereka atas sebagian lannya” HR. Abu Dawud no: 5230, dan dilemahkan oleh syekh Albani rhimhullah dalam kitab Silsilatud Dhaifah no: 346. Syarhu Riadhus Sholihin, Ibnu Utsaimin 1/260. Adapun berdiri untuk kebaikan dan kemaslahatan, seperti berdirinya Ma’qil bin Yasar untuk mengangkat ranting sebuah pohon dari Rasulullah r saat berbai’at sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim, dan berdirinya Abu Bakr t untuk melindunginya dari terik matahari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq maka perbuatan ini adalah mustahab.
[48] Al-Adabus Syar’iyah 1/400.
[49] Al-Aadbus Syar’iyah: 1/402.
[50] Al-Adabul Mufrod no: 1117 dengan sanad yang hasan.

Minggu, 01 November 2009

Selasa, 13 Oktober 2009

HARI AKHIR DAN AL MAHDI

Hari Akhir mungkin bukanlah istilah yang akrab bagi kebanyakan orang. Hari Akhir berarti ‘masa terakhir.’ Menurut kitab-kitab Islam, hal ini berarti sebuah periode waktu yang dekat dengan Hari Kiamat.

Berbagai tanda-tanda di dalam Al Qur’an dan tambahan penjelasan tentang Hari Akhir dalam kitab hadits memungkinkan kita sampai pada sebuah kesimpulan yang sangat penting. Ayat-ayat Al Qur’an dan berbagai hadits mengungkapkan adanya dua tahap Hari Akhir. Tahap pertama adalah sebuah periode ketika seluruh manusia mengalami berbagai masalah materi dan spiritual. Setelah itu, bumi akan memasuki periode keselamatan yang disebut “Masa Keemasan” yang ditandai dengan kehidupan yang penuh rahmat dan berkah dengan tegaknya agama yang benar. Menjelang akhir Masa Keemasan, akan ada keruntuhan sosial dalam waktu singkat, dan inilah saatnya manusia menunggu Hari Kiamat.

Dalam buku ini, kita menelaah Hari Akhir dari sudut pandang ayat-ayat Al Qur’an dan hadits. Yang jelas, tanda-tanda Hari Akhir tersebut saat ini telah mulai terlihat satu per satu, tepat seperti yang dijelaskan dalam berbagai rujukan tersebut. Munculnya tanda-tanda yang diberitakan empat belas abad yang lalu adalah kejadian besar yang meningkatkan iman dan ketaatan orang-orang beriman kepada Allah. Tentu bukan suatu kebetulan, dalam jangka waktu yang pendek seperti ini, seluruh tanda-tanda ini muncul satu demi satu. Tanda-tanda ini adalah kabar gembira bagi hamba-hamba Allah. [Baca selengkapnya]


Kamis, 01 Oktober 2009

SURAT KEPADA SEORANG PAMAN

Walaikum salam ya, Pamanda,
Tanbih abah Sepuh hanyalah sebagian kecil daripada hikmah wasiat baginda Rasullullah SAW yang terhimpun didalam kitab2 hadist shohih Bukhori, Muslim, Abu Hurairah, Umu Aishah dan lainya. Sesuai sabda baginda Rasul, maka apabila kita semua berpegang teguh kepada Al-Qur'anul Kariim dan Al Sunnah, maka Insya Allah kita akan selamat di dunia dan akhirat.

Kita umatnya dianjurkan untuk sentiasa berfikir (tafakkur) dan berzikir (berkekalan ingat kepada Allah) di dalam sebarang keadaan sampai-sampai baginda bersabda "Tafakkur sejenak dan berzikir kepada Allah, lebih baik daripada sholat seratus raka'at tapi lalai (tak khusuq)."

Masalah tergelincir dan sering lupa ataupun keduanya sengaja "di-gelincir-dan-lupakan" itu adalah hal yang sangat manusiawi. Kerana kita bukanlah malaikat yang hanya mempunyai satu sifat yaitu "taat" kepada perintahNYA. Bila kita tak pernah salah, maka sifat-sifat Allah yaitu: Maha pengampun, Maha Pemaaf, Maha Pengasih dan Penyayang, dan sifat-sifat Maha lainnya tak akan mencerminkan hakikat daripada Asmaul Husna. Alhasil, nerakapun tak akan berpenghuni!

Ketika ditanya, terkadang dalam riyadah orang menjawab bahwa ia sedang mencari Allah - seolah Allah telah hilang (sehingga harus dicari) - atau diam-diam ia merasa malu mermunajah kepada Allah mengingat dosa-dosanya yang ia ingat sudah terlalu banyak. Sehingga iapun beranggapan bahwa dosa-dosa itu menjadi hijab - atau penghalang - di antara dirinya dengan RABBnya. Padahal seharusnya ia kena berfikir, besar manakah "dosa-dosa kita" dibandingkan dengan "Kebesaran" ALLAH?

Kalau ada sesuatu yang dapat meng-hijabNYA dari kita maka itu sama artinya bahwa sesuatu itu lebih kuasa daripada Allah, dan tentunya hal itu adalah Mustahil!

Tentang amal dan dosa, saya teringat nasihat ayahanda kami Alahyarham Syahruddin bin Mas Muhammad ketika semasa kecil dulu saya menyoal perihal tersebut kepada beliau. Jawab beliau adalah seperti ini: "Lakukanlah dosa seberat siksa neraka yang engkau pikir mampu engkau tanggungkan, atau kerjakanlah amal sholeh sebanyak nikmat syurgawi yang sebenar-benar ingin engkau raih."

Allah selalu menyediakan dua jalan kepada kita; yaitu keselamatan atau kesengsaraan, syurga atau neraka, kitabullah atau alhikmah dan lain sebagainya, guna menggenapkan diturunkanNya para utusan langit yaitu para Nabi dan Rasul, termasuk pula iblis penggoda. Soalan berikutnya adalah; mahu ikut yang mana?

Kita patut menyadari bahwa Allah akan memaafkan dan mengampuni dosa-dosa manusia yang khilaf dan berbuat kesalahan namun segera melakukan taubatan nashuha. Tak kisah meskipun dosa-dosanya sudah memenuhi langit, sepanjang dosa yang dilakukannya bukanlah sesuatu yang termasuk dalam ertian syirik.

Sabda Rasulullah saw: "Sedekat-dekat seorang hamba pada Khaliqnya adalah pada saat dia sujud, dan oleh kerananya perbanyaklah berdoa dan istighfar!"

Pamanda, senang rasanya bolih menyambung rasa bathin kerana bagaimanapun juga kita berasal dari akar yang berakhlak baik dan beraqidah kokoh sehingga Insya Allah semua anak-cucu-cicit-piut leluhur kita pun akan meneladani sifat-sifat mereka. Rasanya banyak yang boleh kita pertukar-ajarkan ikhwal qolbun salim ini. Semoga Allah segera mempertemukan kita di dalam majelis serupa bila-bila masa yang dikehendakiNYA.

Dalam kesempatan ini, kami seluruh keluarga dekat Indonesia mengucapkan Marhabban yaa, Ramadhan, selamat menunaikan ibadah puasa ramadhan, semoga jasad dan qalbu kita disucikan dari dosa-dosa terdahulu sehingga bolih berujung fithrah.
Amien yaa, mujibassa'iliin.

Wassalamu'alaikum WW.

Dari Mohammad "Hariswan" Syahruddin kepada Paman Badrul Hisham Muhammed


Minggu, 13 September 2009

ANCAMAN MELALAIKAN SHALAT

“Barang siapa melalaikan shalat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal dunia, tiga siksaan di alam kubur dan tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SWT”.

Ketika Malaikat Jbril turun dan berjumpa dengan Rasulullah SAW, Ia berkata, “ Wahai Muhammad, Allah tidak akan menerima puasa, zakat, haji, sedekah, dan amal shaleh seseorang yang meninggalkan shalat. Ia dilaknat di dalam Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an. Demi Allah yang telah mengutusmu sebagai nabi pembawa kebenaran, sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat, setiap hari mendapat 1.000 laknat dan murka. Para Malaikat melaknatnya dari langit pertama hingga ketujuh.

Orang yang meninggalkan shalat tidak akan memperoleh minuman dari telaga surga, tidak mendapat syafaatmu, dan tidak termasuk sebagai ummatmu. Ia tidak berhak dijenguk ketika sakit, diantarkan jenazahnya, diberi salam, diajak makan dan minum. Ia juga tidak berhak memperoleh rahmat Allah. Tempatnya kelak di dasar neraka bersama orang-orang munafik, siksanya akan dilipat gandakan, dan di hari qiamat ketika dipanggil untuk diadili akan datang dengan tangan terikat di lehernya. Para malaikat memukulinya, pintu neraka jahannam akan dibukakan baginya, dan ia melesat bagai anak panah kedalamnya, terjun dengan kepala terlebih dahulu, menukik ketempat Qorun dan Haman di dasar neraka.

Ketika ia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, makanan itu berkata, “Wahai musuh Allah, semoga Allah melaknatmu, kamu memakan rezeki Allah namun tidak menunaikan kewajiban-kewajiban dari-Nya”
Ketahuilah bahwa sesungguhnya bencana yang paling dahsyat, perbuatan yang paling buruk, dan aib yang paling nista adalah kurangnya perhatian terhadap shalat lima waktu, shalat Jum’at, dan shalat berjemaah. Padahal semua itu ibadah-ibadah yang oleh Allah SWT ditinggikan derajatnya, dan di hapuskan dosa-dosa maksiat bagi siapa saja yang menjalankannya.

Orang yang meninggalkan shalat karena urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya. Ia dibenci Allah, dan akan mati dalam keadaan tidak islam, tinggal di neraka Jahim atau kembali ke neraka Hawwiyah.” Lalu Rasullulah SAW bersabda,”Barangsiapa meninggalkan shalat hingga terlewat waktunya, lalu mengqadanya, ia akan disiksa di neraka selama satu huqub (80 tahun). Sedangkan ukuran satu haru di akhirat adalah 1.000 tahun di dunia.” Demikian tertulis dalam kitab Majalisul Akbar.
Sementara dalam kitab Qurratul Uyun, Abu Laits Samarqandi menulis sebuah hadist, “Barangsiapa meninggalkan shalat fardlu dengan sengaja walaupun satu shalat, namanya akan tertulis di pintu neraka yang ia masuki.” Ibnu Abbas berkata,” Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, “Katakanlah, Ya Allah, janganlah salah seorang dari kami menjadi orang-orang yang sengsara.” Kemudian Rasulullah SAW bertanya,”Tahukah kamu siapakah mereka itu?” Para sahabat menjawab, “Mereka adalah orang yang meninggalkan shalat. Dalam Islam, mereka tidak akan mendapat bagian apapun.”

Disebutkan dalam hadist lain,” Barang siapa meninggalkan shalat tanpa alasan yang dibenarkan syariat, pada hari kiamat Allah SWT tidak akan memperdulikannya, bahkan Allah SWT akan menyiksanya dengan azab yang pedih. Diriwayatkan pada suatu hari Rasulullah SWT berkata, “Katakanlah, Ya Allah, janganlah Engkau jadikan seorangpun diantara kami celaka dan diharamkan dari kebaikan.”
“Tahukah kalian siapakah orang yang celaka, dan diharamkan dari kebaikan?” “Siapa, ya, Rasulullah?”
“Orang yang meninggalkan shalat,” jawab Rasulullah.
Dalam hadits yang berhubungan dengan peristiwa Isra’ Mikraj, Rasulullah SAW mendapati suatu kaum yang membenturkan batu ke kepala mereka. Setiap kali kepala mereka pecah, Allah memulihkannya seperti sedia kala. Demikianlah, mereka melakukannya berulang kali. Lalu, baginda Rasulullah SAW bertanya kepada Jibril:
“ Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”
“ Mereka adalah orang-orang yang kepalanya merasa berat untuk mendirikan shalat,” jawab Jibril.
Diriwayatkan pula, di neraka Jahanam ada suatu lembah bernama WAIL”. Andaikan semua gunung di dunia dijatuhkan ke dalamnya, maka ianya akan meleleh karena panasnya yang dahsyat. Wail adalah tempat orang-orang yang meremehkan dan melalaikan shalat, kecuali jika mereka bertaubat.

Bagi mereka yang memelihara shalat secara baik dan benar (kaffah), Allah SWT akan memuliakannya dengan lima hal yaitu: Dihindarkan dari kesempitan hidup; diselamatkan dari siksa kubur; dikaruniai kemampuan untuk menerima kitab catatan amal dengan tangan kanan; dapat melewati shirathal mustaqim secepat kilat dan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab. Sebaliknya, Barang siapa yang meremehkan atau melalaikan shalat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di alam kubur , dan tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SWT.

Adapun enam siksaan yang ditimpakan di dunia adalah di cabut keberkahan umurnya, di hapus tanda kesalehan dari wajahnya (pancaran kasih sayang terhadap sesama), tidak di beri pahala oleh Allah semua amal yang dilakukannya, do’anya tidak di angkat kelangit, tidak memperoleh bagian do’a kaum salihin, dan tidak ber iman ketika roh dicabut dari tubuhnya.

Adapun tiga siksaan yang ditimpakan saat meninggal dunia ialah: mati secara hina, mati dalam keadaan lapar, dan mati dalam keadaan haus. Andaikata diberi minum sebanyak isi lautan, ia tetap tidak akan terpuaskan.

Sedangkan tiga siksaan yang didapat di alam kubur ialah: kubur menghimpitnya hingga tulang-belulangnya remuk berantakan, kuburnya di bakar, hingga sepanjang siang dan malam tubuhnya berkelojotan menahan panas, tubuhnya di serahkan kepada seekor ular bernama Asy-Syujaul Aqra. Kedua mata ular itu berupa api dan kukunya berupa besi. Panjang kukunya adalah sepanjng satu hari perjalanan.

“Aku diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyiksamu, karena engkau mengundurkan salat Subuh hingga terbit matahari, mengundurkan shalat Zuhur hingga Asar, mengundurkan shalat Asar hingga Magrib, mengundurkan Magrib hingga Isya, dan mengundurkan shalat Isya hingga Subuh,” kata ular itu.

Setiap kali ular itu memukul, tubuh si mayat tersebut melesak 70 hasta (sekitar 3.000 meter) kedalam bumi. Ia disiksa di alam kubur hingga hari qiamat. Di hari qiamat, di wajahnya akan tertulis kalimat berikut: ”Wahai orang yang mengabaikan hak-hak Allah, wahai orang yang di khususkan untuk menerima siksa Allah, di dunia kau telah mengabaikan hak-hak Allah, maka hari ini berputus asalah kamu dari rahmat-Nya.”

Adapun tiga siksaan yang diterimanya ketika bertemu dengan Allah SWT adalah: Pertama, ketika langit terbelah, malaikat menemuinya, membawa rantai sepanjang 70 hasta untuk mengikat lehernya. Kemudian memasukkan rantai itu kedalam mulut dan mengeluarkannya dari duburnya. Kadang kala ia mengeluarkannya dari bagian depan atau belakang tubuhnya. Malaikat itu berkata, “inilah balasan bagi orang yang mengabaikan kewajiban-kewjiban yang telah ditetapkan Allah.”

Ibnu Abbas berkata, “Andaikan satu mata rantai itu jatuh ke dunia, niscaya cukup untuk membakarnya.”
Kedua, Allah tidak memandangnya, Ketiga, Allah SWT tidak menyucikannya, dan ia memperoleh siksaan yang teramat pedih.

Demikianlah ancaman bagi orang-orang yang dengan sengaja melalaikan shalat. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada orang yang bersegera menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh-NYA. Amin.


Rasulullah SAW bersabda, “Sembahlah Allah seakan engkau melihat-Nya, Apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya DIA melihatmu.”

(HR Bukhari dan Muslim)


Dari Hariswan - Blog As Sunnah

Kamis, 13 Agustus 2009

SEPERTI INILAH KITA NANTI

Suatu ketika sahabat Ma'adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, terangkan kepadaku tentang makna firman Allah SWT ini: "Ketika ditiup sangkakala, lalu kamu datang berkelompok-kelompok" (QS:78:18).

Mendengar itu lalu menangislah Rasulullah SAW. Cucuran air matanya membasahi pakaiannya. "Engkau telah menanyakan sesuatu yang dahsyat. Umatku akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam 12 kelompok-kelompok tabiat."
  • Kelompok pertama: Dibangkitkan tanpa kaki dan tangan, seraya terdengar suara dari sisinya, "Mereka adalah orang-orang yang mengganggu tetangganya. Maka inilah ganjarannya dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok kedua: Dibangkitkan dalam bentuk babi, seraya terdengar suara dari sisinya, "Inilah balasan bagi orang-orang yang bermalas-malasan melakukan sholat dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok ketiga: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan perutnya besar menggunung yang dipenuhi ular dan kalajengking, seraya terdengar suara dari sisinya, "Inilah ganjaran orang-orang yang menahan zakat dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok keempat: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan darah mengalir dari mulut, seraya terdengar suara dari sisinya, "Inilah ganjaran bagi orang-orang yang berdusta dalam perkara jual beli dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok kelima: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan bau busuk, lebih busuk dari bau bangkai. seraya terdengar suara dari sisinya, "inilah ganjaran bagi orang-orang yang melakukan maksiat (perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat islam) secara sembunyi karena takut terlihat orang tapi tidak takut dari pengawasan Allah dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok keenam: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan terputus lehernya, seraya terdengar suara dari sisinya, "Inilah ganjaran bagi orang-orang yang memberikan kesaksian palsu dan nerakalah tempatnya".
  • kelompok ketujuh: Dibangkitkan dari kuburnya tanpa memiliki lidah dan dari mulutnya keluar darah dan nanah. Seraya terdengar suara dari sisinya, "inilah ganjaran bagi orang-orang yang tidak mau memberikan kesaksian dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok kedelapan: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan tertunduk dan kedua kakinya berada diatas kepala, seraya terdengar suara dari sisinya, "inilah ganjaran bagi orang-orang yang suka melakukan zina dan terlanjur mati sebelum bertobat dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok kesembilan: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan berwajah hitam dan matanya biru serta perutnya penuh api, seraya terdengar suara dari sisinya, "Inilah ganjaran bagi orang-orang yang memakan harta dan merampas hak anak-anak yatim secara zalim dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok kesepuluh: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan sakit kusta dan sopak, seraya terdengar suara dari sisinya, "Inilah ganjaran bagi orang-orang yang mendurhakai orang tuanya dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok kesebelas: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan buta hati, buta mata. Giginya seperti tanduk kerbau. Bibir dan lidahnya bergelantungan mencapai dada, perut, dan paha serta dari perutnya keluar kotoran. Seraya terdengar suara dari sisinya, "Inilah ganjaran bagi orang-orang yang meminum khamr (yang memabukan/alkohol) dan nerakalah tempatnya".
  • Kelompok keduabelas: Dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan wajah bercahaya, seperti bulan purnama. Melewati Shirath Al-Mustaqim secepat kilat menyambar angin. Seraya terdengar suara dari sisinya "Mereka adalah orang-orang yang melakukan amal sholeh kebajikan. Menjauhi segala kemaksiatan. Rajin memenuhi panggilan sholat dan mati setelah bertobat. Maka ganjaran mereka adalah Pengampunan, Rahmat, dan Ridho serta Surga dari Allah SWT".
"Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami". QS: 7:156


Baca juga: Kematian Dan Hidup Setelah Mati


Selasa, 11 Agustus 2009

PESAN RASULULLAH MENYAMBUT RAMADHAN

Wahai manusia!
Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah (yakni Ramadhan), dengan membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan Ramadhan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan do’a-do’amu diijabah.

Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membim-bingmu untuk melakukan shaum dan membaca kitabnya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu kini, ketika kelaparan dan kehausan akan menjelang kamu di hari kiamat.

Bersedakahlah kepada kaum fuqoro dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah mereka yang muda, hormatilah orang yang tua-tua, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jagalah lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan jagalah pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.

Kasihanilah anak-anak yatim, niscaya dikasihani oleh manusia anak-anak yatimmu. Bertaubatlah kepada Allah dari segala dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdo’a pada waktu shalatmu, karena di situlah saat-saat yang paling utama, ketika Allah azza wa jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih.

Di kala Allah Ta'ala menjawab mereka yang menyeru-Nya, di kala Allah menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya, di kala Allah mengabulkan do’a mereka ketika mereka berdo’a kepada-Nya.

Wahai manusia!
Barangsiapa di antaramu memberi perbukaan (ketika datang masanya berbuka) kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia akan diberi keampunan atas dosa-dosanya yang telah lalu.

Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”
Rasulullah meneruskan: "Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan memberikan perbukaan dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan memberikan seteguk air.

Wahai manusia!
Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini akan berhasil melewati sirathul mustaqim pada suatu hari ketika kaki-kaki banyak tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dipunyai tangan kanannya yakni pegawai atau pembantu-pembantunya di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat.

Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia bersua dengan-Nya. Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Alllah akan memuliakannya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturrahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia akan berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunnah di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka.

Barangsiapa melakukan shalat fardhu, baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardhu di bulan lain.

Barangsipa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangnnya pada hari ketika timbangan meringan.

Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat al-Qur’an, ganjarannya sama dengan mengkhatamkan al-Qur’an pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia!
Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagi-mu, maka mintalah kepada Rabbmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tidak lagi pernah menguasaimu.

Amirul Mukminin berkata:
“Aku berdiri dan berkata, Ya, Rasullullah apa amal yang paling utama di bulan ini?
Jawab Nabi, "Ya, Abal Hasan, amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah.”


[Dari Buya Masoed Abidin Za Jabbar]

Baca juga artikel lain tentang Fadhilah Ramadhan