PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI

PROGRAM AHAD DHUHA PEDULI adalah Sebuah program kepedulian dalam pengembangan wirausaha dan kemandirian dari jama’ah untuk jama’ah ,

BERJAMAAH KITA HEBAT

“Bukan karena hebat kita berjamaah, tapi karena berjamaah kita menjadi HEBAT” Karena yang sedikit (sendirian) tidak berdampak, tapi bila dihimpun (berjama’ah) maka akan menjadi kekuatan besar.

MENGHIDUPKAN SUNNAH DENGAN BERNIAGA

Rasulullah SAW bersabda : Dari Abu Sa'id ra, dari Nabi Muhammad SAW bersabda, Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, maka ia akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada. (HR. Turmudzi)

MENGHIMPUN DONATUR

Setiap kita bisa menjadi donatur, bukan besaran infaqnya yang terpenting, tapi banyaknya orang yang menjadi donatur menjadikan yang sedikit menjadi berlimpah. Faktor kali, bukan faktor besaran. Rp. 5000 per orang dikali 10.000 orang, maka nilainya menjadi besar.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

BERBUAT MELALUI PENGAJIAN AHAD DHUHA

Berjamaah membangun umat, untuk melakukan perubahan secara perlahan, menuju kejayaan Islam. Membekali ruhiyah dengan terus memperdalam pengetahuan untuk memberikan kemanfaatan.

AHAD DHUHA PEDULI

Photobucket

Senin, 16 Agustus 2010

IMAM BUKHARI DAN IMAM MUSLIM TENTANG PUASA


MENCIUM ISTERI SAAT BERPUASA

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُقَبِّلُنِى وَهُوَصَائِمٌ وَاَيُّكُمْ يَمْلِكُ اِرْبَهُ كَمَا
كانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَمْلِكُ اِرْبَهُ


Dari Aisyah ra, katanya:
"Pernah Rasulullah saw mencium saya dan beliau berpuasa.
Tetapi siapakah di antara kamu yang sanggup menguasai nafsunya

sebagaimana Rasulullah saw sanggup menguasai nafsunya?"
[H.R Muslim]


MENCARI MALAM LAILATUL QADAR


عَنْ أَبِى هُرَيْرَة قَلَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ثُمَّ أَيْقَظَنِى بَعْضُ أَهْلِى
فَنُسِّيْتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَسْرِ الْغَوَابِرِ


Dari Abu Hurairah ra, katanya:
Rasulullah saw bersabda:
"Dimimpikan kepadaku malam lailatul qadar
lalu aku dibangunkan oleh isteriku
menyebabkan aku lupa waktunya (yang pasti)
.
Karena itu, carilah malam qadar itu pada malam sepuluh yang akhir."
[H.R Muslim]


LAILATUL QADAR DAN MALAM-MALAM GANJIL


عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ رَأْىَ رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةَ سَبْعٍ
وَعِشْرِيْنَ
فَقَالَ النَّبَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَرىَ رُؤْيَاكُمْ فِى الْعَشْرِ الاوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِى الوِتْرِمِنْهَا


Dari Salim dari bapanya katanya:
"Seorang lelaki bermimpi bahawa malam lailatul qadar itu pada malam yang kedua puluh tujuh Lalu Nabi saw bersabda:
"Aku bermimpi serupa dengan mimpimu, ialah
dalam sepuluh malam yang terakhir.
Karena itu, carilah ia pada malam yang ganjil di antaranya."

[H.R Muslim]


GANJARAN BERPUASA

عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِى قَالَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَصُومُ يَومَا فِى سَبِيلِ اللهِ اِلا باَعَدَ اللهِ بِذَلِكَ الْيَومِ
وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا


Dari Abu Said Al Qudri ra, katanya:
Rasulullah saw bersabda:
"Setiap orang yang berpuasa di jalan Allah barang sehari
,
niscaya dijauhkan Allah muka orang itu daripada api neraka sejauh tujuh puluh tahun
perjalanan karena puasanya di hari itu."
[H.R Muslim]


MENAHAN DIRI KETIKA BERPUASA


عَنْ أَبِى هُرَيْرَة قَلَ قَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم اِذَا أَصْبَحَ اَحَدُكُمْ يَومًا صَائِمًا فَلايَرْفُثْ وَلايَجْهَلْ
فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَليَقُلْ إِبْنِى صَائِمٌ إِنِّى صَائِمٌ


Dari Abu Hurairah ra katanya: "Rasulullah saw bersabda:
"Apabila seseorang dari kamu berpuasa sejak pagi pada suatu hari,

janganlah ia berkata kotor dan jangan membuat kesalahan.
Jika ada yang memakinya hendaklah dia mengucapkan:
"Sesungguhnya saya sedang berpuasa
."
[H.R Muslim]


BERJUNUB BOLEH PUASA

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُصْبِحُ جُنًبًا مِنْ جِمَاعٍ لا مِنْ حُلُمٍ ثُمَّ لا يَفْطِرُ وَلا يَقْضِى

Dari Ummu Salamah ra, katanya:
"Pernah Rasulullah SAW di waktu subuh junub
kerana berjima' - bukan bermimpi,
kemudian beliau tidak berbuka dan tidak mengqadha'.
"
[H.R Muslim]

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَتْ قَدْ كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يُدْرِكُهُ الْفَجْرُفِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ

Dari Aishah isteri Nabi SAW katanya:

"Sesungguhnya Rasulullah SAW di waktu terbit fajar
beliau dalam keadaan berjunub bukan kerana bermimpi, lalu beliau mandi dan puasa."
[H.R Muslim]


PUASA DIJANJIKAN KEAMPUNAN

عن مسلم بن ابراهيم حدثنا هشام حدثنا يحي عن ابى سامة عن ابى هريرة رضى الله عنه عَنْ النَّبِى صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ قَالَ مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَا نًا وَاحْتِسَا بًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَاءَ رَمَضَانَ إِيْمَا نًا وَاحْتِسَا بًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Dari Muslim bin Ibrahim, katanya:

"Kami diberitahu oleh Hisyam katanya:

"Kami diberitahu oleh Yahya dari Abu Salimah dari Abu Hurairah ra,

Dari Nabi SAW, sabdanya:
"Barangsiapa yang mendirikan malam Lailatul Qadar dengan keimanan dan mengharap keridhaan Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang lampau, dan barang siapa yang mengerjakan (puasa) Ramadhan dengan keimanan dan mengharap keridhaan Allah,
maka diampuni dosa-dosanya yang lampau.

[H.R Bukhari]


KELEBIHAN BULAN RAMADHAN


عن عقيل عن ابن شهاب قال اخبرنى ابن ابى انس مولى التيميين ان اباه حدثه انه سمع ابا هريرة رضى الله عنه
يَقُولُ قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
وَغُلُّقَتْ أَبْوَابُ جَهِنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيْاطِيْنُ

Dari 'Uqail dari Ibnu Syihab, katanya:
"Aku telah diberitahu oleh ibnu Abi Anas, ketua dari kabilah Taimi
yang
mengatakan bahawasanya ayahnya memberitahukan kepadanya bahawa
Abu Hurairah ra, berkata:
"Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila masuk bulan Ramadhan, maka dibukakan pintu-pintu langit
(Surga)
dan ditutup pintu-pintu Neraka Jahanam,
dan dirantai semua syaitan.
[H.R Bukhari]



[Lihat juga: Kumpulan Hadits Pilihan Imam Bukhari & Imam Muslim]


Jumat, 13 Agustus 2010

TENTANG SYIRIK

Setelah kita mengetahui, walaupun serba sedikit, tentang bahaya syirik terhadap kehidupan umat manusia secara keseluruhan, maka sebagai umat Islam, sudah semestinyalah kita berhati-hati dari bahaya syirik ini. Oleh karenanya kita harus memahami dengan baik apakah yang dimaksud dengan syirik, dan bagaimana pula jenis-jenisnya. Dengan adanya pemahaman yang baik dan benar tentang perkara ini, mudah-mudahan kita akan senantiasa waspada terhadap bahaya yang mengancam aqidah setiap muslim ini.

PENGERTIAN SYIRIK

1. Menurut As Syaikh Al Allamah Hafidh bin Ahmad Hakami rahimahullah:
"Syirik itu ialah bila seseorang hamba Allah menjadikan segala yang selain Allah sebagai sesuatu yang sederajat dengan-Nya, sehingga mencintainya seperti mencintai Allah, takut kepadanya seperti takut kepada Allah, mengikutinya di dalam hal yang tidak diridhoi Allah, mentaatinya padahal dengan perbuatannya itu dia bermaksiat kepada Allah, dan mensejajarkan dengan-Nya dalam hal mendapatkan haq peribadatan."
2. Menurut As-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Ali Syaikh:
"Yang dinamakan syirik itu ialah menyerupakan makhluk dengan Khaliq Yang MahaTinggi dan mengkuduskan makhluq dengan sifat-sifat kebesaran sebagai sesembahan, sepetrti memiliki kemampuan untuk memberikan kerugian dan kemanfaatan, mampu memberikan apa yang dibutuhkan makhluq dan menahan segala apa yang dibutuhkan makhluq, mampu memenuhi segala do'a Allah, ditakuti dengan sebenar-benarnya takut, dijadikan tempat bergantung harapan kepadanya dan bertawakal kepadanya serta mempersembahkan kepadanya segala macam ibadah yang sesungguhnya semuanya itu hanya boleh ditujukan kepada Allah semata. Maka barangsiapa yang menunjukkan hal-hal tersebut di atas kepada selain Allah, berarti dia telah menyerupakannya dengan Al-Khaliq."
3. Menurut Al Imam Muhammad bin Isma'il Al Amir As Shan'ami Al Yamani:
"Barangsiapa berkeyakinan bahwa pohon, batu, kuburan, malaikat, jin, dan manusia hidup atau mati, semuanya itu dapat memberikan kemanfaatan dan mudharat atau menjadi perantara dalam menyampaikan amal ibadah kepada Allah (tanpa seizin-Nya) dan dalam memenuhi keperluan-keperluan dunia, hanya meminta kepada selain Allah itu dan bertawassul dengan selain Allah itu kepada-Nya maka sesungguhnya dia telah melakukan syirik dengan selain-Nya dan berarti dia telah ber'itikadnya dengan 'itikadyang tidak benar sebagaimana 'itikadnya kaum musyrikin terhadap berhala-berhalanya."
JENIS-JENIS SYIRIK
Untuk mengetahui akibat-akibat syirik terhadap keimanan seorang muslim, kita perlu mengenal berbagai macam syirik. Sedangkan secara garis besar, syirik terbagi dua, yaitu:

Syirikul Akbar (syirik besar) yang akibatnya dapat membatalkan iman pelakunya. Yang termasuk jenis ini adalah segala bentuk peribadatan yang ditujukan kepada selain Allah Ta'ala, karena meyakini bahwa selain Allah itu adalah dzat yang berhak mendapatkan peribadatan tauhid tersebut sebagaimana peribadatan kepada Allah Ta'ala.

Syirkul Ashghor (syirik kecil) yang akibatnya dapat merusak amal ibadah kita namun tidak membatalkan iman kita. Yang termasuk jenis ini ialah segala macam peribadatan yang diperuntukkan selain Allah di samping juga mencari ridho Allah. Atau dalam pengagungan kepada Allah dicampuri dengan niat pengagungan kepada selain Allah.

Pelaku syirkul akbar dianggap sebagai orang yang keluar dari Islam atau murtad dan harus disikapi sebagai orang murtad. Sedangkan pelaku syirkul Ashghor dianggap sebagai seorang muslim yang melakukan kemaksiatan besar. Pelaku syirkul Akbar dianggap tidak lagi mempunyai amalan sholih di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Allah telah menegaskan dalam firman-Nya: "Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan nabi-nabi sebelummu, kalau engkau berbuat syirik, sungguh-sungguh kamu akan menjadi golongan yang merugi." (QS. Az Zumar: 65)

Bahkan Allah ta'ala tidak akan menimbang amalan mereka di hari kiamat. Mereka ini sesungguhnya tidak memiliki amalan sholih di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya: "Mereka itulah orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat tuhan mereka dan terhadap hari perjumpaan dengan-Nya (yakni hari kiamat) sehingga Allah batalkan amalan mereka. Maka Kami tidak akan menegakkan amal timbangan mereka dihari kiamat." (QS. Al Kahfi: 105)

Demikianlah nasib orang yang mati dalam keadaan belum sempat bertaubat dari perbuatan syirik akbar. Adapun keadaan orang yang mati dalam keadaan belum bertaubat dari syirkul Ashghor, dia tidak diampuni dosa syiriknya dan akan masuk neraka walaupun tidak kekal didalamnya. Karena seluruh dosa syirik itu yang akbar maupun yang ashghor adalah termasuk dalam pernyataan Allah Ta'ala pada firman-Nya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang menyekutukan-Nya dengan selain-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa: 84)

Yakni apabila seseorang mati dalam keadaan membawa dosa syirik mereka tidak akan diampuni Allah, akan tetapi dia mati dalam keadaan membawa dosa selainnya (selain dosa syirik), maka dia berada di bawah kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala apakah akan diampuni atau akan disiksa di neraka (walaupun tidak kekal didalamnya) bila menyangkut syirkul Ashghor.

Demikian dinyatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam salah satu fatwanya tenteng syrikul Ashghor. Amalan syirkul ashghor ini hanya membatalkan amalan yang ada padanya syirik jenis ini. Adapun amalan lainnya yag tidak terdapat padanya syirik ini, sangat diharapkan untuk diterima Allah Ta'ala sebagai amalan shalih. Karena pada dasarnya pelaku syirkul ashghor ini masih tergolong mukmin yang 'ashyi (yang melakukan perbuatan kemaksiatan).

Macam-macam perbuatan syirik yang tergolong jenis syirkul akbar adalah segala jenis ibadah yang ditujukan kepada selain Allah Ta'ala karena meyakini bahwa selain Allah Ta'ala itu berhak mendapatkan peribadatan tersebut. Sedangkan jenis-jenis ibadah itu banyak sekali, antara lain sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin AbdulWahhab rahimahullah sebagai berikut:

Dan macam-macam Ibadah yang diperintahkan Allah untuk kita amalkan ialah:
  • Al-islam,
  • Al-iman, dan
  • Al-ikhsan.
Sedangkan termasuk dalam ibadah adalah do'a dan,
  • Al Khauf yakni takut (dengan sangat kepada yang diimani),
  • Ar Raja' yakni berharap (dengan sangat) agar diberi, atau tawakal menyandarkan hidup sepenuhnya kepada yang di imani),
  • Ar Rahbah (takut dari ancaman siksaan dari yang di imani),
  • Ar Raghbah (mempunyai keinginan sangat kuat mendapatkan rahmat dari yang di imani),
  • Al Khusyu' (tunduk dan mantap serta tenang terhadap yang di imani),
  • Al Khsyyah (ketakutan untuk tidak mendapatkan rahmat dari yang diimani),
  • Al Inabah (bertaubat dari perbuatan syirik dan kembali kepada Islam),
  • Al Isti'anah (meminta tolong dalam perkara yang makhluk tidak mampu melakukannya),
  • Al Isti'adhah (meminta tolong dari bahaya yang makhluk tidak mampu mengatasinya),
  • Al Istighotsah (meminta tolong dalam hal makhluk tidak mampu menolongnya),
  • Bernadzar (berjanji akan melakukan suatu perkara bagi dzat yang dimuliakan dan diagungkan bila mendapatkan ni'mat), dan lain-lain yang Allah perintahkan, yang kesemuanya itu diperuntukkan bagi Allah semata.

Dengan demikian, barang siapa yang mempersembahkan amalan-amalan tersebut bagi selain Allah maka pelakunya tergolong sebagai musyrik dan kafir. Selanjutnya syaikh Muhammad bin Abdulwahhab menyatakan bahwa Syirik Akbar itu ada empat yaitu:

a. Syirkud Dakwah (yakni mempersekukan Allah dalam berdoa kepada AllahTa'ala dengan berdoa kepada selain-Nya) hal ini dfirmankan Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 65.

b. Syirkun Niyyah wal Iradah wal Qashad (yakni mempersekutukan Allah dalam hal niat keinginan dan tujuan), yaitu ibadahnya di samping diniatkan kepada Allah juga diniatkan kepada selain-Nya, menginginkan dengan amalannya itu selain ridha Allah juga keridhaan dari selain-Nya, atau menujukkan ibadahnya kepada Allah juga kepada selain-Nya.Sebagaimana firman Allah dalam surat Hud ayat 15-16.

c. Syirkut Ta'ah (yakni mentaati selain Allah dalam hal menyatakan baik dan buruknya sesuatu, halal dan haramnya sesuatu walaupun itu semua diketahui bertentangan dengan syariat Allah. Hal ini dinyatakan dalam firman Allah dalam surat At-taubah:31 (termasuk syirkut ta'ah ialah bila seseorang membuat undang-undang yang melanggar syariat Allah dengan berkeyakinan bahwa undang-undang tersebut lebih baik atau sama baiknya dengan hukum Allah, sehingga mentaati undang-undang yang menyeleweng dengan syariat Allah itu dengan sepenuh-penuh ketaatan). Hal ini dinyatakan Allah dalam surat An Nisa' 65 dan Al An'am 121.

d. Syirkul Mahabbah
(yakni menyekutukan Allah dengan lain-Nya dalam hal mencintai. Karena ibadah itu sendiri adalah merendahkan diri dengan serendah-rendahnya disertai cinta yang sepenuh-penuhnya. Menyikapi selain Allah Ta'ala dengan sikap seperti ini berarti telah melakukan syirkul mahabbah) hal ini dinyatakan oleh Allah dalam surat Al Baqarah:165.

Macam-macam perbuatan syirkul ashghor ialah seperti riya' (yakni melakukan atau meninggalkan sesuatu amal sholih karena Allah, tetapi akan lebih semangat amalan tersebut bila dilihat manusia). Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Allah di dalam surat Al Kahfi: 110 dan dari hadits Nabi shalallauh alahiwasalam yang diriwayatkan dari Jundab radhiyallahu 'anhu dia mengatakan: Rasulullah shalallahu 'alahi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang beramal untuk didengar orang, Allah akan perdengarkan kepalsuannya di hari kiamat, dan barangsiapa yang beramal untuk dilihat orang, maka Allah akan memperlihatkan kepalsuannya di hari kiamat di hadapan segenap makhluk. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Termasuk syirkul asghar ialah bersumpah dengan selain nama Allah, umpamanya bersumpah atas nama nabi seperti menyatakan: Wan Nabi (Demi Nabi), atau dengan Ka'bah, seperti Wal Ka'bah (Demi Ka'bah) atau dengan nama para wali seperti: Wa Syaikh Abdul Qadir Jailani dan lain sebagainya. Semua ini adalah perbuatan syirkul asghar bila yang melakukan ini meyakini bahwa dzat yang disebut namanya dalam sumpah tersebut mulia walau tidak semulia Allah Ta'ala. Akan tetapi bila yang bersumpah tersebut meyakini bahwa dzat yang disebut itu mempunyai kemuliaan seperti kemuliaan Allah, maka pelakunya telah melakukan syirkul akbar. Demikin yang diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.

Diriwayatkan dari Sa'ad bin Ubaidah bahwa Ibnu Umar mendengar seorang mengatakan: "Tidak, demi Ka'bah!" Maka berkatalah Ibnu Umar radhiyallahu anhuma: "Janganlah dipakai sumpah-sumpah selain Allah karena aku sungguh pernah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah dengan nama-nama selain Allah maka sungguh dia telah kafir atau telah berbuat syirik. (Riwayat Tirmidzi dan Abu Dawud).

Komentar At Tirmidzi atas hadits ini:
"Ini adalah hadits hasan dan hadits ini ditafsirkan oleh sebagian ulama bahwa pernyataan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam: "Maka sesungguhnya ia telah kafir atau telah berbuat syirik ..." adalah pernyataan yang maksudnya mengancam pelakunya dengan ancaman yang keras (pelakunya tidaklah kafir dan keluar dari Islam), pengertian demikian berdalil pada hadits ibnu Umar bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam mendengarkan Umar bin Khattab berkata: "Demi ayahku, demi ayahku!" Maka Nabi bersabda: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan bapak-bapak kalian. (yakni di sini ditunjukkan bahwa Umar tidak dianggap kafir atau keluar dari Islam, sebab Nabi tidak memerintahkannya untuk masuk Islam kembali), dan juga hadits dari Abu Hurairah radhiyuallahu anhu bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah dalam sumpahnya dengan perkataan: Demi berhala latta dan Uza, maka hendaklah ia mengatakan Laa ilahailla lahu."
BERTAUBAT DARI SYIRIK
Adapun bertaubat dari perbuatan kedua jenis syirik tersebut harus disesuaikan dengan jenis syiriknya. Bila bertaubat dari syirik akbar tentunya dengan jalan masuk Islam kembali, karena pada hakekatnya pelakunya telah murtad (keluar dari Islam). Sedangkan bretaubat dari syirik ashghor ialah dengan meminta ampun kepada Allah Ta'ala dan menyempurnakan tauhidnya sehingga terbebas dari kedua jenis syirik tersebut.

Oleh karena itu, sebaiknya kita harus rajin-rajin mempelajari tauhid dan segala perbuatan syirik yang akan merusakkannya. Dan setiap saat kita harus pula bertaubat dari perbuatan syirik baik yang kita ketahui maupun yang sama sekali tidak kita ketahui.


Kamis, 12 Agustus 2010

PUASA, KESEHATAN JASMANI, ROHANI, DAN SOSIAL

Marhaban Yaa Ramadhan!

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. Bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:


~ Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw.

~ Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. ada yang praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Ada juga Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Kemudian Puasa bertapa, seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.

Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam. Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa.

Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya’ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya’ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw. “Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar ru’yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30 hari.” yang menjadi parameter antara sah atau rusaknya puasa seseorang. Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi.

Maka menurut nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya yang berbunyi: “Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja.” (H.R. Bukhari).

Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti. Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia bertakwa (laa’lakum tattaqun). (QS. Al-Baqarah 183)

Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak rusak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT. Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah ayat 185)


Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan mukjizat terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur’an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore. Pendekatan kesehatan, mengapa kita perlu berpuasa?

Bagi Kesehatan Fisik
Umat Islam tidak berpuasa karena alasan manfaat puasa bagi kesehatan. Padahal sejak lama, puasa dijadikan semacam terapi bagi mereka yang bermasalah dalam hal kelebihan berat badan. Dengan berpuasa, kerja alat-alat pencernaan diistirahatkan. Berpuasa mempunyai efek yang banyak berlawanan dibandingkan jika seseorang melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badannya. pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara. puasanya umat Islam di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan perencanaan diet.

Puasa Ramadhan tidak mengurangi asupan gizi dan kalori, cuma kadarnya sedikit lebih rendah dari kebutuhan nutrisi yang normal. Selain itu, orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, masih bisa menyantap setiap jenis makanan, sementara mereka yang berpuasa untuk diet, hanya boleh makan makanan tertentu. Faktor lainnya yang membuat puasa Ramadhan menyehatkan adalah, mereka yang berpuasa melakukannya dengan sukarela dan hati yang ikhlas, bukan karena resep atau anjuran dari dokter. Ramadhan adalah bulan pengendalian dan pelatihan terhadap diri sendiri, dengan harapan pengendalian dan pelatihan ini akan terus berlanjut meski bulan Ramadhan sudah berakhir.

Jika kebiasaan berpuasa dilanjutkan meski bukan pada bulan Ramadhan, apakah untuk keperluan diet atau ibadah, efeknya akan terasa dalam jangka panjang. pada dasarnya orang yang berpuasa itu hanya melewatkan saat makan siang dan mempercepat waktu makan pagi. Orang yang berpuasa juga hanya tidak minum selama 8 sampai 10 jam dan itu tidak membahayakan kesehatan dan tidak menyebabkan dehidrasi yang buruk bagi tubuh manusia. Sebaliknya, dehidrasi ringan dan penyimpanan air dalam tubuh bisa meningkatkan kesempatan hidup. Dampak positif lainnya bagi tubuh, puasa bisa menurunkan kadar gula darah, kolesterol dan mengendalikan tekanan darah. Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi perawatan mereka yang menderita penyakit diabetes, kegemukan dan darah tinggi.

Dalam kondisi tertentu, seorang pasien bahkan dibolehkan berpuasa, kecuali mereka yang menderita sakit diabetes yang sudah parah, jantung koroner dan batu ginjal. Puasa dapat menjaga perut yang penuh disebabkan banyak makan adalah penyebab utama kepada bermacam-macam penyakit terutamanya kegendutan yang menyebabkan timbulnya sub penyakit lain. Maka puasalah satu-satunya cara yang dapat memelihara anggota badan daripada semua penyakit kerana melaluinya unsur-unsur racun di dalam makanan dapat dinetralkan setelah berpadu di antara satu sama lain.

Sesungguhnya kesan lapar di dalam pengobatan adalah lebih baik daripada penggunaan obat. Penyakit-penyakit seperti tekanan darah tinggi, pertambahan lemak dan peningkatan gula dalam darah amat mudah menyerang dan melemahkan kekuatan badan individu tersebut. Sesungguhnya tiada obat yang khusus bagi memulihkannya melainkan dengan berpuasa kerana dengan berpuasa terbentuklah suatu sistem yang baru dalam badan yang bertindak mematikan sel-sel lama untuk digantikan dengan sel-sel baru yang lebih baik dan bertenaga.

Ditinjau Dari sudut kesuburan seorang wanita, puasa juga merupakan satu cara yang dapat mengurangkan kesan hormon broloktin yang menyebabkan kemandulan. Kesimpulannya puasa dapat menyehatkan sistem tubuh dan dapat mencegah penyakit-penyakit seperti kencing manis dan kegendutan.

Bagi Kesehatan Psikis
Dari sisi psikis, orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan cenderung merasa tenang dan damai. Setiap orang berusaha untuk menahan amarahnya dan tingkat kejahatan pada bulan Ramadhan biasanya menurun. Umat Islam senantiasa mengingat nasehat Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, “Jika sesesorang menghujatmu atau menyulut emosimu, katakanlah bahwa saya sedang berpuasa.”

Meningkatnya kualitas psikis inilah yang berkaitan dengan stabilitas gula darah yang lebih baik selama bulan Ramadhan, yang berpengaruh pada perubahan tingkah laku. Begitu juga dengan kebiasaan sholat malam. Sholat bukan hanya bermanfaat bagi penyerapan makanan, tapi juga untuk melepaskan energi. Setiap sholat dengan gerakan-gerakannya yang ringan seseorang melepaskan 10 ekstra kalori. Dengan kombinasi itu, sholat menjadi semacam olahraga yang cukup baik selama Ramadhan. Sama halnya dengan kebiasaan membaca Al-Qur’an, bukan hanya membuat hati dan pikiran tenang, tapi juga bisa menjaga hapalan Al-Qur’an.

Puasa adalah bentuk peribadahan khusus, hubungannya hanya antara Allah SWT dan orang yang bersangkutan. Karena tidak satupun yang selain, Allah dan orang itu sendiri yang tahu apakah ia benar-benar berpuasa.

Bagi Kesehatan Sosial
Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir.

Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Iran, Irak, Palestina dan sebagainya.Puasa sebagai tradisi agama-agama yang memiliki makna universal harus dijadikan energi positif bagi menguatnya pemahaman multikultural yang disemangati oleh nilai-nilai ketuhanan (rabbaniyah) dan kemanusiaan (insaniyah).

Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya.

Artikel ini pernah saya sampaikan pada waktu mengisi kultum di HMJ Kimia UIN Malang. Terimakasih dan semoga berguna……

[
Bambang Riadi]


UNTUK APA PUASA?

Ketika puasa yang dilakukan oleh ular menghasilkan kulit yang baru, dan ayam yang berpuasa menghasilkan anak ayam, lalu apa yang dihasilkan oleh puasa manusia?

Sesungguhnya, APA yang membedakan antara orang yang berpuasa dengan orang yang kelaparan? Secara obyektif TIDAK ADA! Perut mereka sama-sama melilit, sementara mulutnya juga kering, napasnya bau. Namun secara subyektif keduanya niscaya berlainan: Orang yang berpuasa, sengaja berniat melaparkan diri, sementara orang yang kelaparan kemungkinan besar memang tidak berniat untuk itu.

Karena niat itulah, pada titik tertentu bisa menyebabkan orang yang kelaparan misalnya, menderita busung lapar. Dalam beberapa hal sel-sel di lambung mereka juga bisa mengalami kerusakan. Sebaliknya orang yang sengaja berniat berpuasa malah bisa bertambah sehat, karena sel-sel lambungnya diistirahatkan dari bekerja (kadang-kadang) ekstra keras.

Lalu, apakah dengan demikian puasa dari orang-orang yang memang berniat untuk itu, memang bermanfaat meskipun katakanlah, hanya menyangkut soal kesehatan? BELUM TENTU! Karena puasa yang diniatkan sekalipun pada akhirnya bisa merusak kesehatan, bahkan lebih parah daripada penderitaan orang yang kelaparan.

Itu terutama bisa terjadi jika puasa tidak dilakukan dengan sebuah kesadaran. Orang yang berniat berpuasa tapi pada saat menjalankan puasa masih memikirkan hidangan apa yang akan menjadi santapan pembuka misalnya, adalah puasa yang sekadar hanya memenuhi seruan agama. Akibat yang paling mungkin dari puasa semacam ini adalah munculnya perilaku jiwa yang gelisah: gelisah menunggu saat berbuka, gelisah kapan puasa berakhir, dan gelisah-gelisah lainnya.

Dibandingkan dengan ibadah lain seperti shalat, zakat, atau haji, puasa adalah ibadah rahasia yang berbeda kadar dan nilainya. Bukan semata karena ibadah puasa tidak memiliki gerakan atau tindakan kasatmata seperti gerakan-gerakan dalam salat atau zakat dan haji itu — melainkan karena ia sepenuhnya adalah ibadah rasa. Dan karena rasa itu adalah sesuatu yang rahasia maka yang tahu kadar dan nilai puasa yang dilakukan sudah benar - atau sebaliknya - sebagai ibadah puasa, tentulah hanya Sang Maha Pembuat Rasa.

Orang yang berpuasa mungkin saja tahu, tapi pengetahuannya tentang puasa yang dijalaninya kemungkinan besar hanya sebatas dugaan, yang belum tentu pula tepat kecuali hanya sebatas klaim dari rasa. Hadis qudsi dari Muttafaq 'alaih yang menegaskan "Setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa, dan Sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi pahalanya" adalah isyarat bahwa hanya Tuhan yang mengetahui rahasia dari puasa yang dilakukan makhluk seperti kita-kita ini.

Dengan kalimat lain, puasa sebetulnya tidak secara garis lurus berhubungan dengan perut yang lapar, keringnya mulut, dahaganya kerongkongan, padamnya gelora syahwat dan segala hal yang mungkin berkaitan dengan urusan kesehatan. Perut yang lapar, kerongkongan yang dahaga dan syahwat yang padam hanya sebuah pertanda agar manusia insaf pada ketidberdayaannya sebagai manusia.

Jauh-jauh hari Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan bahwa "Banyak orang berpuasa namun hanya mendapatkan lapar dan dahaga." Salah satu sebabnya, karena manusia memang hanya sanggup memmuasakan jasmaninya, perut, mulut, kerongkongan dan organ seks itu saja, tapi bukan pada pikiran, jiwa, dan hatinya. Hasilnya bisa ditebak: lapar dan dahaga yang diperoleh dari puasa tidak berbekas pada perilaku (akhlak) bahkan pada saat ketika puasa itu sendiri sedang dilakoni.

Tidakkah ular yang menempuh puasa kemudian menghasilkan kulit baru yang lebih baik dari kulit sebelumnya? Atau induk ayam yang berpuasa selama 21 hari menghasilkan anak-anak ayam penerus kehidupan, dan beruang kutub yang berpuasa pada musim dingin menjadikan benih-benih ikan kod lebih siap diburu? Singkat kata, puasa yang dilakukan dengan sebuah kesadaran, betapa pun kesadaran itu hanya sebatas naluri seperti binatang-binatang itu — pada akhirnya memang akan menghasilkan sesuatu.

Maka puasa Ramadan yang dilakukan orang-orang beriman pun mestinya juga menghasilkan sesuatu itu: seperti misalnya keinsafan untuk tidak lagi berperilaku takabur, tidak dengki, tidak aniaya, tidak malas, tidak merasa paling, dan sebagainya.

Pada tataran yang lebih luas, sesuatu itu bisa menjelma menjadi kesadaran untuk tidak melakukan korupsi kendati peluang untuk itu ada, tidak menyuap atau menerima suap atas nama urusan apa pun, tidak kikir dan tak menumpuk harta, tidak sewenang-wenang bila menjadi pemimpin, tidak khianat bila dipercaya, dan hal-hal lain serupa itu.

Pada wilayah yang sempit sesuatu itu bisa berupa kearifan pengetahuan (ma'rifat) bahwa memang tidak ada yang pantas dimasukkan ke dalam pikiran, jiwa, dan hati, melainkan hanya DIA.

Selamat berpuasa!


[Dari Mas Rusdi Mathari]

Minggu, 11 Juli 2010

DI MANAKAH TUHANMU BERADA?

Di sebuah dusun, hiduplah seorang lelaki tua bernama Hamdun yang dianggap bertingkah laku gila oleh orang-orang di sekitarnya. Entah dari mana asalnya, tak seorangpun penduduk dusun itu yang mengetahuinya. Hamdun tiba-tiba saja hadir disana. Kegilaannya biasa datang pada malam hari. Saat mana Hamdun akan bersyair.

Pada siang hari, terkadang ia berlari berkeliling pasar atau ikut bermain dengan anak-anak. Para penduduk sudah biasa melihat tingkah lakunya. Mereka tidak khawatir pada anak mereka karena Hamdun tidak pernah menyakiti orang lain terlebih lagi ia sangat sayang pada anak kecil. Ada saja orang yang kasihan dan membawakan makanan untuknya buat berbuka puasa. Setahu mereka, Hamdun tidak pernah terlihat makan di siang hari. Mereka tahu Hamdun selalu berpuasa dan tiada putus puasanya. Yang lebih mengherankan lagi, Hamdun tidak mau tidur di sembarang tempat. Ia lebih suka tidur di emper satu-satunya masjid di daerah itu. Ia selalu tidur pada pagi hingga petang dan berjaga pada malam hari.

Suatu malam, kala kegilaannya datang Hamdun bersyair:
wahai kekasih,
padamu aku memuji
padamu aku berbakti

engkaulah yang aku cintai

wahai kekasih,

jangan kau tinggalkan aku

jangan kau benci aku

jangan kau cemburui aku

karena cintaku hanya untukmu


Setelah bersyair berulang-ulang memuji kekasihnya iapun mengakhiri syairnya dengan menangis.

Suatu siang singgahlah seorang musafir di masjid. Setelah sholat dhuhur ia keluar dan mendekati Hamdun yang sedang tidur. Ia mencoba membangunkannya, tetapi Hamdun tetap saja nyenyak dalam tidurnya.

"Wahai tuan yang sedang tidur, tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat dhuhur? Janganlah engkau lewatkan waktu sholatmu dengan tidur panjangmu", kata musafir itu sambil terus membangunkan Hamdun. Hamdunpun akhirnya bangun dan menatap si musafir lalu berkata, "Apa pedulimu denganku? Aku sedang bermimpi bersama kekasihku tetapi engkau telah mengusik keasyikanku dengan sang kekasih!"
"Tidakkah engkau ingin melaksanakan sholat untuk menyembah tuhanmu?", tanyanya.
"Tuhan? Tuhan yang mana? Aku tidak menyembah Tuhan. Tiada sedikitpun kusimpan kata Tuhan dalam hatiku. Tiada Tuhan .. tiada Tuhan .. ," jawabnya.
"Masya Allah, mengapa kau berkata seperti itu?" tanyanya lagi pada Hamdun.
"Aku hanya memuja sang kekasih dan tiada tempat untuk Tuhan dihatiku", tekannya dalam jawaban.
"Apakah agamamu, wahai tuan yang tidak bertuhan?", tidak percayanya sang musafir akan perkataan Hamdun.
"Aku? Aku tidak beragama. Aku hanya bercinta kasih. Lalu apa agamamu?" Hamdun baliknya bertanya.
"Tidakkah engkau lihat aku berada dalam masjid. Tentunya aku adalah seorang muslim." jelas musafir itu masih dalam kebingungan.
"Bila engkau muslim, aku ingin bertanya. Di manakah tuhanmu berada, wahai orang yang banyak tanya?", pertanyaan Hamdun ini membuat si musafir tiada dapat berkata-kata. Ia diam bagai seorang bisu, lalu ia pergi meninggalkan Hamdun.
"Bah, engkau mengganggu tidurku saja. menyuruhku sholat tetapi engkau sendiri tidak tahu di mana Tuhanmu berada!" kata Hamdun sambil melanjutkan tidur siangnya.

wahai kekasih...
wahai kekasih,

tidak kuat aku menahan kerinduan ini

tiada sabar aku untuk berjumpa denganmu

tiada kuasa aku untuk menggapaimu

wahai kekasih...
wahai pujaan hati,

kegilaanku akan dirimu semakin menjadi

wahai kekasih...
wahai dambaan hati,

aku sebut selalu namamu dan kupatri dalam hatiku


Musafir tadi ternyata sedang mengamati dari kejauhan segala yang diperbuat Hamdun. tidak percaya pada Hamdun yang syair-syairnya berisikan kalimat-kalimat cinta yang indah. Tidak percaya bahwa Hamdun adalah seorang yang gila. Karena rasa penasaran pada apa yang telah Hamdun perbuat siang tadi padanya, iapun berjalan mendekati Hamdun kembali dan memberi salam, "Assalamu'alaikum, wahai orang tua ..."
Hamdun menoleh dan membalas salamnya, "'alaikumussalam..."
"Sedang apakah engkau di sini seorang diri?" tanya musafir
"Aku sedang memuji kekasihku," jawabnya, "lalu apakah keperluanmu malam-malam begini berada di sini?" Hamdun bertanya.
"Sejak tadi aku memperhatikanmu dari kejauhan," jawabnya.
"Tidak adakah pekerjaan yang lebih bermanfaat bagimu selain memperhatikan diriku?" tanya Hamdun lagi.
"Aku hanya berpikir tentang isi dari syair indah yang engkau dendangkan, wahai orang tua," jawabnya.
"Mengapa engkau tidak sholat menyembah tuhanmu?", tanya Hamdun sambil berdiri
"Aku penasaran akan kata-katamu tadi siang yang membuatku berpikir panjang tentang kata-kata yang engkau ucapkan. Maukah engkau memberiku penjelasan di mana Tuhan itu berada?" mohon musafir itu pada Hamdun.
"Selama ini engkau menyembahnya tetapi engkau sama sekali tidak tahu di mana ia berada. sungguh sia-sia segala apa yang engkau kerjakan itu, wahai musafir." kata Hamdun. "Tuhan itu banyak, dan jangan sekali-kali lagi engkau berkata menyembah Tuhan. Karena engkau akan berada dalam kesesatan. Engkau pasti bertanya mengapa aku tidak bertuhan dan mengapa tidak beragama, bukan?" Musafir itu menganggukkan kepalanya.
"Aku tidak menyembah Tuhan tetapi aku menyembah sang kekasih, yaitu Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Mengapa aku mengatakan tidak beragama karena Allah tidak lagi memberatkannya padaku. Karena aku telah menjadi kekasih-Nya. Apapun yang Dia pilihkan untukku, itulah yang terbaik buatku. Walau neraka yang diinginkan-Nya untukku, aku bersedia masuk kedalamnya dengan cinta kasih-Nya. Untuk apa aku memilih sorga bila tidak bisa menjadi kekasihNya dan tidak bisa berjumpa serta melihat keindahan wajah-Nya yang Maha Indah itu? Aku ikhlas menerima kegilaanku karena ingin selalu bercinta dengan-Nya. Inilah kehendak yang Dia inginkan buat kebaikanku. inilah kesucian cinta yang Dia inginkan dariku." katanya menjelaskan pada sang musafir.
"Astaghfirullah, Maha Suci Engkau, Ya Allah, dari segala prasangka buruk hambamu." mohonnya pada Allah setelah mendengarkan penjelasan dari Hamdun, "Tapi mengapa sewaktu aku menyuruhmu sholat tadi siang engkau menolak?" lanjutnya.
"Apakah setiap perbuatan selalu harus aku pamerkan kepada semua manusia? Apakah engkau mengetahui kapan aku sholat tadi siang?" Hamdun balik bertanya. "Tidak!" jawab yang ditanya.
"Sesungguhnya amal yang baik adalah bila tangan kanan bersedekah, tidak diketahui oleh tangan kirinya. Janganlah engkau pamerkan segala amal yang engkau lakukan karena itu semua akan menjauhkanmu dari Allah. Engkau akan memakan puji-pujian orang, lalu engkau akan menjadi riya' karenanya. Tahukah engkau, tidak jauh dari sini ada sebuah hutan? Aku pergi ke sana untuk melaksanakan sholat dan meninggalkan tubuhku tetap terbaring dalam nyenyaknya tidur, agar orang melihat apa yang aku perbuat dan tetap seperti itu pandangan mereka." Hamdun menjelaskan.
"Lalu, bagaimanakah caranya engkau sholat di sana bila tubuhmu terbaring dalam nyenyaknya tidur di depan masjid ini?" rasa ingin tahu musafir itu semakin menjadi.
"Aku memakai tubuh kekasihku Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin." jawab Hamdun seraya melanjutkan, "Esok siang, setelah sholat dhuhur lihatlah tubuhku yang berbaring nyenyak di depan masjid ini. Jangan sekali-kali engkau ganggu tidurku. Lalu pergilah engkau ke hutan sana."
"Baiklah! Aku akan menuruti permintaanmu." musafir itu menyetujui permintaan Hamdun. Dan setelah memberi salam, iapun bergi meninggalkan Hamdun yang mulai bersyair lagi.

Keesokan harinya, setelah selesai sholat dhuhur, musafir itu memperhatikan Hamdun yang sedang nyenyak dalam tidurnya. Lalu iapun segera bergegas menuju hutan yang dimaksud Hamdun semalam. Ia mencari-cari di mana Hamdun berada. Musafir itu sempat terkejut ketika mendapati Hamdun sedang melaksanakan sholat dhuhur di bawah teduhnya sebuah pohon tinggi. Ia menunggu hingga Hamdun selesai melaksanakan sholat.

Setelah salam dan berdo'a, Hamdun mendekati musafir yang sejak tadi dalam kebingungan.
"Wahai orang tua, aku tidak mengerti apa yang sedang engkau lakukan. Aku dapati tubuhmu terbaring dalam tidur yang nyenyak di depan masjid, dan di sini aku mendapati pula engkau yang bertubuh melaksanakan sholat. Padahal engkau katakan semalam bahwa engkau pergi ke sini dengan memakai tubuh kekasihmu." tanyanya masih belum sadar dari kebingungannya.
"Wahai anak muda, apakah engkau ragu akan kekuasaan Allah?" tanya Hamdun. musafir itu menggelengkan kepala.
"Allah berkuasa atas semua orang pilihan-Nya. Tiada mustahil segala apa yang Dia perbuat. Mata yang engkau miliki adalah mata kasar. Bila engkau mempunyai mata halus, niscaya engkau tiada mendapati aku di sana. Itu hanyalah bayanganku saja. Tubuh asliku yang sebenarnya ada di sini, berada dihadapanmu. Mengapa pula aku katakan aku memakai tubuh kekasihku? Karena bila engkau melihat pada awal kejadian, bahwa sebenarnya tubuh ini hanya mendindingi kenyataan yang sesungguhnya. Dinding akan hilang bila engkau telah menyerahkan segalanya pada Allah. Bila engkau tiada melihat dinding itu, maka engkau telah memakai pakaian sebenarnya, yaitu pakaian ruh. Tetapi aku tidak bisa menjelaskan padamu tentang segala sesuatu mengenai ruh. karena ruh itu adalah urusan Allah. Mereka yang tidak mengerti akan menghalalkan darahku." jelasnya.
"Aku sedikit paham apa-apa yang telah engkau jelaskan, wahai orang tua." kata musafir itu.
"Sekarang, lihatlah apa yang ada dibalik jubahku ini!" kata Hamdun sambil memperlihatkan sesuatu di balik jubahnya. Cahaya terang memancar dari dadanya dan menyilaukan mata musafir itu. Karena terkejut dan takjub akan terangnya cahaya itu, iapun pingsan.

Tak berapa lama, ia sadar dari pingsannya dan tidak mendapati lagi Hamdun di sana. Iapun berlari untuk menemui Hamdun yang sedang terbaring nyenyak di depan masjid. Sesampainya di sana ia membuka selimut yang menutupi tubuh Hamdun. Betapa terkejutnya ia karena mendapati di balik selimut itu hanya ada setumpuk batu. "Masya Allah...Maha Suci Engkau, Ya Allah....", panjatnya dalam keheranan.
"Ya Allah, siapakah orang tua ini sebenarnya? Siapakah orang yang misterius ini? Siapakah penyair gila ini?" tanyanya dalam hati. Lalu iapun melangkah pergi dengan membawa berbagai pertanyaan dalam hatinya, sambil terus memohon petunjuk pada Allah siapa sebenarnya orang gila yang ia temui itu.

Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah, (QS 36:2) Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (QS 36:9)

Dari blog Lelaki Biasa, sumber Millist Surau@yahoogroups.com

Jumat, 09 Juli 2010

DI MANAKAH TUHAN?

Ketika sambil lalu pertanyaan ini disampaikan kepada sekumpulan orang, hampir pasti kita akan mendapat jawaban yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan di surga, ada yang mengatakan di langit, ada yang mengatakan di dalam hati - atau di dalam diri setiap manusia, ada yang mengatakan di mana-mana, ada yang mengatakan lebih dekat dari urat leher kita, ada pula yang mengatakan pokoknya sangat dekat dengan saya!
Dan masih banyak lagi.

Namun jika pertanyaan ini diajukan kepada kita selaku pemeluk agama Islam, seorang muslim yang mengaku bertaqwa kepada Allah SWT, yang semata-mata tunduk, patuh dan bersarah diri hanya kepada-Nya, yang menjalankan semua ibadah demi mendapat ridha-Nya, apakah kita sudah mengetahui secara pasti sesungguhnya Tuhan kita berada di mana? Dapatkah kita menjawab pertanyaan ini tanpa sedikitpun keragu-raguan di dalam hati - dan tidak pula menimbulkan keragu-raguan baru di hati orang lain?

Boleh jadi selama ini kita menganggap pertanyaan ini biasa-biasa saja, atau bahkan mungkin merupakan pertanyaan yang sangat jarang melintas di benak kita. Sehingga kita tidak merasa terdorong untuk "mencari kebenaran" mengenai perkara ini. Padahal sesungguhnya ini adalah pertanyaan paling mendasar yang sangat menentukan keimanan seorang muslim. Sebab, bagaimana bisa terjadi seseorang muslim yang taat melaksanakan ibadah dan berkata bahwa ia menyembah Allah, tapi tidak tahu Allah yang disembahnya berada di mana? Tidakkah ini menunjukkan bahwa sesungguhnya ia tidak berbeda jauh dengan orang-orang yang belum mengenal Tuhan? Orang yang pasti bohong bila mengatakan bahwa ia mencintai Tuhannya? Bagaimana mungkin mengaku cinta - dan berharap cintanya berbalas - bila tidak mengetahui dengan pasti yang dicintainya itu berada di mana?

Mungkin anda tersenyum sendiri membaca ini. Tapi cobalah ajukan pertanyaan serupa kepada orang-orang terdekat anda, lalu perhatikanlah berapa banyak di antara mereka yang dapat menjawabnya dengan baik dan berapa banyak pula yang diam-diam "ternyata" masih kebingungan mengenai hal ini. Wallahualam Bissawab.

Untuk membantu orang-orang yang kita sayangi itu menemukan jawaban yang pasti, marilah sama-sama kita simak penjelasan berikut.

Jawaban yang benar atas pertanyaan ini adalah: Allah SWT bersemayam di atas Arsy. Dan Arsy berada di atas langit.

Imam Asy Syafi’i berkata: “Berbicara tentang sunnah yang menjadi pegangan saya, murid-murid saya, dan para ahli hadits yang saya lihat dan yang saya ambil ilmunya, seperti Sufyan, Malik, dan yang lain, adalah iqrar seraya bersaksi bahwa tidak ada Illah yang haq selain Allah, dan bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘Arsy di langit, dan dekat dengan makhluk-Nya” (Kitab I’tiqad Al Imamil Arba’ah - Oleh Muhammad bin Abdirrahman Al Khumais, Bab-IV). Demikian juga keyakinan para imam mazhab seperti Imam Malik, Imam Hanafi, dan Imam Hambali.

Sebagaimana kita ketahui, lazimnya para Imam menetapkan keyakinan mereka terhadap suatu perkara selalu dilandasi oleh dalil-dalil yang meliputi sumber-sumber dari Al-Qur’an, Hadits, Akal, Fitrah dan ‘Ijma. Untuk pertanyaan di atas, berikut adalah dalil-dalilnya:

MENURUT AL-QUR'AN
Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Ta’ala banyak menyiratkan atau mensifati diri-Nya berada di atas Arsy, yaitu di atas langit. Di antaranya, perhatikan firman-firman Allah SWT sebagai berikut:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأَمْرَ مَا مِن شَفِيعٍ إِلاَّ مِن بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ

"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Yunus[10]:3)

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di atas Arsy” (QS. Thaha[20]: 5)

أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Dzat yang di langit (yaitu Allah) kalau Dia hendak menjungkir-balikkan bumi beserta kamu sekalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang” (QS. Al Mulk[67]:16)

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Rabb-Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun” (QS. Al-Ma’arij[70]: 4).

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ
مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas 'arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hadid[57]:4)

قُل لَّوْ كَانَ مَعَهُ آلِهَةٌ كَمَا يَقُولُونَ إِذاً لاَّبْتَغَوْاْ إِلَى ذِي الْعَرْشِ سَبِيلاً
Katakanlah: "Jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arsy." (QS. Al-Isra[17]:42)

الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيراً
"Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. " (QS. Al-Furqaan[25]:59)

MENURUT HADITS
Dalam hadits Mu’awiyah bin Hakam, bahwa ia berniat membebaskan seorang budak wanita sebagai kafarah. Lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguji budak wanita tersebut. Beliau bertanya: “Dimanakah Allah?”, maka ia menjawab: “Di atas langit”, beliau bertanya lagi: “Siapa aku?”, maka ia menjawab: “Anda utusan Allah”. Lalu beliau bersabda: “Bebaskanlah ia karena ia seorang yang beriman” (HR. Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda yang artinya: “Setelah selesai menciptakan makhluk-Nya, di atas Arsy Allah menulis, ‘Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku’ ” (HR. Bukhari-Muslim)

MENURUT AKAL
Syaikh Muhammad Al Utsaimin berkata: “Akal seorang muslim yang jernih akan mengakui bahwa Allah memiliki sifat sempurna dan maha suci dari segala kekurangan. Dan ‘Uluw (Maha Tinggi) adalah sifat sempurna dari Suflun (rendah). Maka jelaslah bahwa Allah pasti memiliki sifat sempurna tersebut yaitu sifat ‘Uluw (Maha Tinggi).” [Qowaaidul Mutslaa, Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha]

MENURUT FITRAH
Perhatikanlah orang yang berdoa, atau orang yang berada dalam ketakutan, kemana ia akan menengadahkan tangannya untuk berdoa dan memohon pertolongan? Bahkan seseorang yang tidak belajar agama pun, karena fitrahnya, akan menengadahkan tangan dan pandangan ke atas langit untuk memohon kepada Allah Ta’ala, bukan ke kiri, ke kanan, ke bawah atau yang lain. Namun perlu digaris bawahi bahwa pemahaman yang benar adalah meyakini bahwa Allah bersemayam di atas Arsy tanpa mendeskripsikan cara Allah bersemayam.

Tidak boleh kita membayangkan Allah bersemayam di atas Arsy dengan duduk bersila atau dengan bersandar atau semacamnya. Karena Allah tidak serupa dengan makhluknya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah” (QS. Asy Syura[26]: 11) Maka kewajiban kita adalah meyakini bahwa Allah berada di atas Arsy yang berada di atas langit sesuai yang dijelaskan Qur’an dan Sunnah tanpa mendeskripsikan atau mempertanyakan kaifiyah (tata cara)–nya.

Imam Malik pernah ditanya dalam majelisnya tentang bagaimana caranya Allah bersemayam? Maka beliau menjawab: “Bagaimana caranya itu tidak pernah disebutkan (dalam Qur’an dan Sunnah), sedangkan istawa (bersemayam) itu sudah jelas maknanya, menanyakan tentang bagaimananya adalah bid’ah, dan saya memandang kamu (penanya) sebagai orang yang menyimpang, kemudian memerintahkan si penanya keluar dari majelis”. (Dinukil dari terjemah Aqidah Salaf Ashabil Hadits).

ALLAH BERSAMA MAKHLUK-NYA
Allah Ta’ala berada di atas Arsy, namun Allah Ta’ala juga dekat dan bersama makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman: “Allah bersamamu di mana pun kau berada” (QS. Al Hadid[57]: 4) Ayat ini tidak menunjukkan bahwa dzat Allah Ta’ala berada di segala tempat. Karena jika demikian tentu konsekuensinya Allah juga berada di tempat-tempat kotor dan najis, selain itu jika Allah berada di segala tempat artinya Allah berbilang-bilang jumlahnya. Subhanallah, Maha Suci Allah dari semua itu. Yang benar adalah Allah Ta’ala Yang Maha Esa berada di atas Arsy namun dekat bersama hambanya.

Jika kita mau memahami, sesungguhnya tidak ada yang bertentangan antara dua pernyataan tersebut. Karena kata ma’a (bersama) dalam ayat tersebut, bukanlah kebersamaan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk, karena Allah tidak serupa dengan makhluk. Dengan kata lain, jika dikatakan Allah bersama makhluk-Nya bukan berarti Allah menempel atau berada di sebelah makhluk-Nya apalagi bersatu dengan makhluk-Nya. Syaikh Muhammad Al-Utsaimin menjelaskan hal ini: “Allah bersama makhluk-Nya dalam arti mengetahui, berkuasa, mendengar, melihat, mengatur, menguasai dan makna-makna lain yang menyatakan ke-rububiyah-an Allah sambil bersemayam di atas Arsy di atas makhluk-Nya.” (Qowaaidul Mutslaa, Bab Syubuhaat Wa Jawaabu ‘anha) .

Ketika berada di dalam gua bersama Rasulullah karena dikejar kaum musyrikin, Abu Bakar radhiallahu’anhu merasa sedih sehingga Rasulullah membacakan ayat Qur’an, yang artinya: “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita” (QS. At-Taubah[9]: 40) Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “ ’Allah bersama kita’ yaitu dengan pertolongan-Nya, dengan bantuan-Nya dan kekuatan dari-Nya.” Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya: “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku qoriib (dekat). Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepadaKu.” (QS. Al Baqarah[2]: 186)

Dalam ayat ini pun kata qoriib (dekat) tidak bisa kita bayangkan sebagaimana dekatnya makhluk dengan makhluk. Dalam Tafsir As Sa’di dijelaskan maksud ayat ini: “Sesungguhnya Allah Maha Menjaga dan Maha Mengetahui. Mengetahui yang samar dan tersembunyi. Mengetahui mata yang berkhianat dan hati yang ketakutan. Dan Allah juga dekat dengan hamba-Nya yang berdoa, sehingga Allah berfirman "Aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepada-Ku.” Kemudian dijelaskan pula: “Doa ada 2 macam, doa ibadah dan doa masalah. Dan kedekatan Allah ada 2 macam, dekatnya Allah dengan ilmu-Nya terhadap seluruh makhluk-Nya, dan dekatnya Allah kepada hambaNya yang berdoa untuk mengabulkan doanya” (Tafsir As Sa’di).

Jadi, dekat di sini bukan berarti menempel atau bersebelahan dengan makhluk-Nya. Hal ini sebenarnya bisa dipahami dengan mudah. Dalam bahasa Indonesia pun, tatkala kita berkata ‘Budi dan Tono sangat dekat’, bukan berarti mereka berdua selalu bersama kemanapun perginya, dan bukan berarti rumah mereka bersebelahan. Kaum muslimin, akhirnya telah jelas bagi kita bahwa Allah Yang Maha Tinggi berada dekat dan selalu bersama hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui isi-isi hati kita. Allah mengetahui segala sesuatu yang samar maupun yang tersembunyi.

Allah tahu niat-niat buruk dan keburukan maksiat yang terbesit di hati. Allah bersama kita, maka masih beranikah kita berbuat bermaksiat kepada Allah dan meninggakan segala perintah-Nya? Allah tahu hamba-hambanya yang butuh pertolongan dan pertolongan apa yang paling baik. Allah pun tahu jeritan hati kita yang faqir akan rahmat-Nya. Allah dekat dengan hamba-Nya yang berdoa dan mengabulkan doa-doa mereka. Maka, masih ragukah kita untuk meminta pertolongan hanya kepada Allah? Padahal Allah telah berjanji untuk mengabulkan doa hamba-Nya. Kemudian, masih ragukah kita bahwa Allah Ta’ala sangat dekat dan mengabulkan doa-doa kita tanpa perlu perantara, sehingga sebagian dari kita masih ada yang mencari perantara seperti dukun, paranormal, para wali dan sesembahan lain selain Allah? Wallahul musta’an.

Untuk lebih memahami pengertian Allah Ta’ala Yang Maha Esa berada di atas Arsy namun dekat bersama hambanya, mari kita perhatikan juga penjelasan berikut:

KAMI LEBIH DEKAT DARI URAT LEHER MANUSIA

Allah SWT berfirman:

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌمَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌوَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaff[50]:16-18)

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan tentang kekuasaan-Nya atas manusia bahwa Dia-lah yang menciptakannya dan ilmu pengetahuan-Nya mencakupi semua persoalan hidupnya, sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengetahui apa yang dibisikkan dalam hati anak-cucu keturunan Adam tentang kebaikan, keburukan, dan tentang segala perkara. Telah ditetapkan pula di dalam sebuah hadits sahih dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Allah Subhanahu wa Ta'ala memaafkan apa yang dibisikkan oleh hati-hati umatku selama dia tidak mengatakannya atau mengerjakannya."

Adapun maksud atau makna Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala; "Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya," adalah bahwa para Malaikat Allah itu sangat dekat kepada manusia daripada kedekatan mereka dengan urat lehernya sendiri.

Perhatikan juga firman Allah berkenaan dengan sakaratul maut ini:

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ
"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat." (QS. Al-Waaqi'ah[56]:85).

Yang dimaksud dengan Kami dalam ayat ini adalah para malaikat, sebagaiana difirmankan-Nya:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan al Qur'an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr[15]:9).

Maka para malaikat itulah yang telah turun dengan membawa Al Qur'an dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Demikian pula para malaikat adalah lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya dengan penetapan Allah atas hal itu. Itulah sebabnya di sini Allah berfirman:

"(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya," yang menjelaskan bahwa ada dua malaikat yang mencatat amalan manusia, yang satu mengawasi di sebelah kanan dan yang lain mengawasi di sebelah kiri."

Firman Allah Subhanahu wa ta'ala: "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." menunjukkan bahwa setiap kalimat itu diawasi dan dicatat oleh malaikat. Malaikat itu tidak membiarkan satu kalimat atau satu gerakan pun, baik berupa niat, perbuatan, maupun ucapan, kecuali dituliskannya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Bilal bin Harits Al Muzani radhiallahu anhu bahwa Rasulullahh Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Seseorang yang mengucapkan kata-kata yang diridhai Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut-lanjut. Allah Subhanahu wa ta'ala akan mencatatkan bagi orang itu keridhaanNya sampai orang itu bertemu dengan Allah. Dan seseorang yang mengucapkan kata-kata yang dibenci Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut terus. Allah akan menuliskan murka-Nya untuk orang itu sampai dia bertemu dengan Allah." Alqamah pernah mengatakan: "Sudah berapa banyak ucapan yang tidak jadi aku ucapkan karena hadits Bilal bin Harits ini."

Hadits ini turut pula diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan disahkannya. Dan pernah disebutkan kisah tentang Imam Ahmad yang merintih dikala sakitnya, kemudian sampai berita kepadanya dari Thawus bahwa dia berkata: "Malaikat itu akan mencatat segala sesuatu, termasuk rintihan." Semenjak itulah Imam Ahmad tidak merintih lagi hingga wafat. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau.

Rujukan:
Yulian Purnama - Buletin Ad Tauhid
Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifai

"Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhthishari Tafsir Ibnu Katsier" edisi Indonesia: "Kemudahan dari Allah: ringkasan tafsir Ibnu Katsier" Penerjemah: Syihabuddin, Gema Insani Press, Jakarta cetatakan ke-2.

Selasa, 06 Juli 2010

HADITS 2

Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam) seraya berkata: "Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam!" Maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam: "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu," kemudian dia berkata: "Anda benar."

Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: "Beritahukan aku tentang Iman." Lalu beliau bersabda: "Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk," Kemudian dia berkata: "Anda benar." Kemudian dia berkata lagi: "Beritahukan aku tentang ihsan." Lalu beliau bersabda: "Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau."

Kemudian dia berkata: "Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)." Beliau bersabda: "Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya." Dia berkata: "Beritahukan aku tentang tanda-tandanya," beliau bersabda: "Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya," kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: "Tahukah engkau siapa yang bertanya?" Aku berkata: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian."


[Hadits 2 - Kumpulan Hadits Arbain Imam Nawawi]