Setiap orang yang hidup, baik laki-laki maupun perempuan menginginkan kehidupan yang baik. Tiada seorang pun yang menginginkan sebaliknya. Orang yang mencari ilmu sejak kecil sampai dewasa bahkan sampai tua; orang yang bekerja siang malam membanting tulang dan bermandikan keringat; Pegawai negeri/kerajaan, karyawan swasta, petani, enterpreneur dn sebagainya tidak lepas dari harapan untuk mendapatkan kehidupan yang baik.
Begitu pun negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia yang tengah giat melaksanakan pembangunan disegala bidang, pada hakikatnya tiada lain guna mendapatkan kehidupan yang baik bagi seluruh rakyatnya.
Masing-masing orang, mempunyai pandangan tersendiri terhadap hakekat kehidupan yang baik itu. Ada yang memandang bahwa kehidupan yang baik itu terletak pada harta kekayaan; ada pula yang memandang bahwa kehidupan yang baik itu terletak pada pangkat, kedudukan/status sosial, pada ilmu, keturunan dan sebagianya, sesuai dengan kecenderungan masing-masing.
Pada lazimnya, kehidupan yang baik itu ialah kehidupan yang sejahtera, aman damai, sehat jasmani, sehat rohani dan senantiasa terhindar dari bencana atau malapetaka. Demikianlah idaman kebanyakan orang.
Adapun bagi orang yang beriman, idaman itu tidak hanya sampai disitu saja, melainkan diteruskan pula dengan kebaikan di akhirat yang ingin dicapainya.
Ulama terkenal al-Asfahani, dalam kitabnya Al-Mufradatu fi Gharibil Quran, dan al-Qurtubi dalam tafsirnya Al-Jami'u li Ahkamil Quran, menjelaskan, nahwa kehidupan yang baik itu mempunyai lima unsur, yaitu:
1. Dilimpahi rizki yang halal disertai sifat Qana'ah.
2. Dihiasi ilmu pengetahuan.
3. Dihiasi budi dan amal baik.
4. Diberi hidayah iman dan taufiq.
5. Dikaruniai investasi (tabungan) untuk akhirat.
Rizki yang halal, kiranya tidak dapat disangkal, bahwa ia merupakan unsur yang utama dalam kehidupan yang baik. Kekayaan yang melimpah tetapi cara memperolehnya tidak halal, walaupun pada dhahirnya seperti senang, namun di dalam jiwanya selalu resah-gelisah, risau dan penuh kekhawatiran. Kadangkala menghilangkan selera, walaupun dihadapannya terhidang makanan yang serba lezat.
Berbeda halnya dengan orang yang hidupnya dari rizki yang halal, meskipun tidak seberapa banyak namun menimbulkan ketenangan dan merasa aman. Apalagi jika hal itu di ikuti pula dengan sifat Qana'ah (menerima dengan rela atas rizki yang ada). Sebab itu, sifat Qana'ah perlu dimiliki oleh setiap orang.
Orang yang tidak memiliki sifat Qana'ah, betapapun banyak kurnia yang diberikan Allah kepadanya, niscaya akan tetap merasa kurang dan selalu tidak puas, bahkan menjadi ingkar dan tidak mau bersyukur.
Orang yang selalu merasa kurang puas atas rizki yang dikaruniakan Allah kepadanya, dilukiskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya sebagai berikut: "Seperti orang yang telah memiliki dua bukit emas, tetapi ia meminta tiga bukit emas, dan bila telah memiliki tiga bukit emas, ia menginginkan empat bukit emas. Dan mereka tidak akan puas kecuali dengan tanah (dikubur, mati)".
Sebab itu berbahagialah orang-orang yang beriman dan diberi rizki yang halal serta berhati qana'ah, sebagaimana sabda Rasulullah saw: "Berbahagialah orang yang mendapat petunjuk (untuk beragama) Islam. Kehidupannya cukup dan menerima".
Unsur yang kedua adalah hiasan ilmu pengetahuan. Ilmu adalah sifat dan tanda kemulian manusia atas makhluk lainnya. Kemuliaan Nabi Adam a.s atas Malaikat dan Iblis adalah karena ilmunya; dan karena ilmu, ia berhak dita'ati dan di hormati. Orang yang berhasil hidupnya dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan sebagainya adalah karena dibekali ilmu pengetahuan yang cemerlang. Hidup tanpa ilmu pengetahuan akan gelap sedangkan amal tanpa ilmu tidaklah merupakan amal yang sempurna. Tidak saja urusan duniawi, namun urusan ukhrawi pun harus dilakukan dengan ilmu. Sabda Rasulullah saw: "Barangsiapa yang menghendaki dunia (kekayaan), hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menghendaki akhirat, hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka hendaklah dengan ilmu". (al-Hadist).
Mengingat betapa pentingnya kedudukan ilmu pengetahuan bagi manusia dalam menempuh perjalanan hidupnya, maka gama mewajibkan kepada umatnya agar senantiasa menuntut ilmu, sebagaimana Sabda Nabi saw: "Jadilah engkau orang yang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mendengarkannya, atau orang yang mencintainya. Janganlah engkau menjadi yang kelimanya" (Al-Hadist).
Unsur yang ketiga adalah budi dan amal yang baik, seperti rendah hati, pemurah, pemaaf, suka menolong dan sifat-sifat terpuji lainnya. Apabila budi baik itu dimiliki seseorang, niscaya akan bertambah mulia orang itu. Demikian pula sebaliknya, kekayaan yang melimpah, kedudukan yang tinggi, ilmu yang luas dan sebagainya, apabila tidak disertai budi pekerti yang baik, niscaya akan menjatuhkan wibawanya. Paling tidak, mereka hanya akan menghormat ketika berhadapan saja, sedangkan dibelakang mereka menyerapah.
Sabda Nabi saw: "Shadaqah itu tidak akan mengurangi harta kekayaan sedikitpun. Allah takkan menambah bagi hambaNya yang pemaaf kecuali menambah kemuliannya.Dan seseorang yang tawadlu (rendah hati) karena Allah semata, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya". (H.R Bukhari)
Berbahagialah orang-orang yang beriman serta memiliki sifat-sifat utama. Firman Allah: "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, lelaki maupun perempuan, sedang ia beriman kepada Allah, niscaya akan diberi kehidupan yang baik ... (Q.S. 16 n-Nahl:97)
Unsur yang keempat adalah Hidayah Iman dan Taufiq. Seorang pelajar atau mahasiswa yang bertahun-thun menekuni pelajarannya, ingin menjadi sarjana dan mempunyai kedudukan, kemudian ia berhasil mencapainya, ini namanya mendapat taufiq dari Allah. Seorang pegawai atau pekerja, yang ingin memiliki rumah, kemudian ia menabung sedikit demi sedikit dan akhirnya berhasil membangun rumah, maka ini namanya mendapat taufiq, demikianlah seterusnya.
Dengan demikian, taufiq sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Banyak orang yang mempunyai keinginan dan cita-cita, tapi keinginan dan cita-citanya selalu kandas karena tidak sejalan dengan kehendak Dzat yang Maha kuasa. Andai pun cita-citanya tercapai, itu tidak dinamakan taufiq, karena tidak mendapatkan restu dari Allah SWT.
Demikianlah, Allah swt. memberi bimbingan, agar orang hidup selalu mengharapkan taufiq dari Allah swt: "Dan tiadalah taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawwakal dan hanya kepada-Nya pula aku kembali." (QS. 11 Hud:88)
Hidup tanpa taufiq dan iman, tidak akan mendatangkan ketenangan. Kehidupan tanpa dasar iman, akan selalu ragu-ragu dan selalu cemas atas sesuatu yang terjadi. Orang yang kehilangan iman, akan mudah putus asa dan sempit jalan hidupnya.
Berbahagialah orang-orang yang beriman dan senantiasa teguh memegang aqidahnya. Firman Allah swt: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rab-kami adalah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):"Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa sedih dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian." (QS.41 Fushshilat:30).
Di antara tanda-tanda yang membedakan antara orang-orang yang beriman (mukminin/mukminat) dengan lainnya, ialah mempercayai adanya hidup sesudah mati. Dan yaqin bahwa kehidupan akhirat itulah kehidupan yang kekal, sebagaimana firman Allah: "....serta mereka yaqin akan adanya kehidupan akhirat." (QS.al-Baqarah : 4)
Agama Islam memberikan petunjuk bahwa kehidupan di dunia haruslah dijadikan ladang untuk menanam sebanyak mungkin amal sholeh agar dapat dijadikan bekal untuk menjangkau kehidupan akhirat yang baik, atau mencapai sorga Allah dan terhindar dari segala adzab-Nya.
Berbahagialah orang-orang yang telah mendapatkan kehidupan yang baik di dunia, serta mempunyai INVESTASI (tabungan) untuk akhirat yang kekal. Dan alangkah akan menyesalnya orang-orang yang mendapatkan kebaikan dunia, namun ia tidak mempunyai tabungan untuk akhiratnya. Sebagaimana dilukiskan Allah swt dalam firman-Nya: "Sebagian diantara manusia, ada yang berdo'a: "Rabbana berilah kami kebaikan di dunia", dan tiadalah baginya kebaikan di akhirat." (Q.S.2 Al-Baqarah: 200)
Sebab itu wahai saudaraku, sepanjang kita masih kuat, masih sehat wal'afiat dan mumpung kita masih diberi waktu, marilah kita berlomba-lomba beramal sholeh untuk mengisi tabungan akhirat, marilah kita menanam kebaikan dengan penuh keikhlasan semata-mata karena mengharapkan ridhla Allah. Ketahuilah bahwa bekal akhirat itu tidak hanya: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh saja, tetapi lebih luas dari itu!
Marilah kita renungkan peringatan Allah dalam al-Qur'an: "Apakah kalian akan mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian cobaan atau ujian sebagaimana yang telah menimpa umat sebelum kalian. Mereka telah ditimpa bencana dan penderitaan yang amat besar, dan mereka digoncangkan imannya dengan hebat, sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS.2 Al-Baqarah: 214).
Kemudian firman-Nya: "Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata di antara kalian orang-orang yang sabar." (QS.3 Ali Imran:142).
Apabila kita renungkan ayat-ayat diatas, kiranya segala kebaikan yang telah kita perbuat, masih belum seberapa, sebab masih banyak lagi hal-hal yang harus diperbuat. Manusia sebagai makhluk sosial, dituntut untuk memandang kehidupan ini dari segala segi. Sudahkah kita hidup bertetangga dengan memenuhi segala hak mereka? Sebagai makhluq Allah, sudahkah kita mematuhi perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya dengan kaffah dan istiqomah? Sebagai khalifah-Nya dimuka bumi, sudahkah kita memelihara, menjaga dan memanfaatkan anugrah-Nya berupa hutan, sumberdaya alam sebagaimana mestinya? Sebagai warga negara, sudahkah kita memenuhi panggilan tanah air? Dan masih banyak hal-hal lainnya!
Demikianlah lima unsur bagi kehidupan yang baik menurut pandangan Islam. Mudah-mudahan kita semua diberi petunjuk untuk memperoleh lima unsur tersebut, dan tergolong orang yang bahagia di dunia dan akhirat.
Amin....
Akhirulkalam, marilah kita renungkan bersama firman Allah swt: "Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah daripada perbuatan yang munkar. Dan hanya kepada Allah-lah kembalinya segala urusan." (QS.22 al-Hajj: 41).
Oleh: Hariswan - Blog As Sunnah
0 komentar:
Posting Komentar