AHAD DHUHA PEDULI

Photobucket

Senin, 23 Februari 2009

KAMPUNG BASILAM

"Pabila cinta kepadaMu tlah merasuk sukma dan kerinduanku mendera tanpa jeda, maka sirnalah semua yang maujud..."

Kampung Basilam adalah kampung tarekat Naqsabandi Qadiriyah. Penghuninya adalah para sufi yang menjalankan tarekat Naqsabandi Qadiriyah. Siang malam, adalah hari hari di mana suara dzikir dilantunkan kencang tanpa henti. Mencari Allah, dalam rasa cinta yang kuat di dada. Tidak ada yang tersisa lagi di dunia ini, kecuali mencari Dzat Allah yang Pengasih.

Kampung Basilam sejatinya merupakan pusat Tarekat Naqsabandi Qadiriyah tertua di Indonesia, bahkan dipercaya tertua di Asia Tenggara. Muridnya tersebar ribuan orang dalam kurun waktu sekian abad di seluruh pelosok negeri. Mereka datang ke mari untuk mencari jalan menuju Sang Khalik. Sebuah jalan atau tarekat yang dipercaya akan memupuk cinta manusia pada Allah yang Maha Esa dengan serangkaian didikan agama yang taat dalam pengasingan terhadap kehidupan duniawi.

Di sinilah sekolah para sufi Naqsabandi mencapai maqam atau tingkatan demi tingkatan untuk menyapa Sang Pencipta. Basilam atau Babussalam (artinya: pintu kesejahteraan) merupakan sebuah perkampungan terpencil dan terisolasi di tengah hutan sekunder, nun di ujung Tanjung Pura, Langkat, Sumut. Apabila berangkat dari Medan, pergilah ke arah Binjai-Langkat-Aceh sejauh 60 km. Setelah lewat Tanjung Pura, keluar dari jalan raya, belok masuk ke dalam sebuah jalan kampung kecil hingga 2 km, di sanalah kampung Basilam berada. Sekilas, Basilam mirip dengan pesantren yang terkucil, teduh, asri, sangat bersahaja. Tampak ada bangunan berkubah lengkung seperti masjid, sebuah bagunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung, serta beberapa bangunan tambahan lainnya. Selebihnya adalah rumah penduduk yang jumlahnya hanya berkisar 100 kepala keluarga. Penduduk ini diijinkan memakai sebagaian kecil tanah Basilam untuk menetap di situ dan membangun rumahnya. Kebanyakan dari mereka, adalah anak turun temurun dari keluarga pendiri dan pengikut setia tarekat Naqsabandi sejak jaman dahulu.

Adalah Tuan Syeh Abdul Wahab Rokhan yang pertama kali membawa tarekat Naqsabandi Qadiriyah ke tanah Langkat ini. Lahir 28 September 1811 di Danau Randa Rantau Binuang Sakti Negeri Tinggi Bengkalis. Anak ini tumbuh menjadi seorang yang taat dalam menjalankan ibadah agama. Hingga satu waktu, Tuanku Abdul Wahab Rokan meniti ilmu hingga ke Mekah selama bertahun-tahun. Di sanalah ia kemudian belajar tarekat Naqsabandi sampai kepulangannya kembali ke tanah kelahiran. Setibanya di Langkat, Sultan Langkat memberi dia hadiah sebidang tanah yang boleh ia pilih sendiri di mana kelak berdiri pusat Tarekat Naqsabandi yang disebut sebagai Kampung Besilam.

Menurut cerita, ia mendapatkan lokasi Babussalam dengan menaiki sebuah sampan kecil menuju ke hulu menentang arus sungai deras menuju keatas bersama sekelompok kecil pengikutnya. Hingga satu saat ketika sampan itu berhenti, dan ia melaksanakan shalat, Tuanku Abdul Wahab Rokan kemudian mengatakan disinilah ia akan menetap.

Di mata pengikutnya, ia diberi gelar Tuanku (artinya: orang yang berilmu agama dan dihormati) Syeh Abdul Wahab Rokan Al Kholidy Naqsabandi Tuan Guru Babussalam Langkat. Setahun sekali, bertepatan dengan hari wafat Tuanku Guru Abdul Wahab Rokan tanggal 27 Desember 1926, diadakan acara haul besar peringatan wafat Tuan Guru Pertama.

Saat inilah datang ribuan murid dan peziarah dari seluruh pelosok Asia dan Indonesia ke Basilam. Di hari pertama dan kedua haul, pada malam hari seusai shalat isya, para khalifah (sebutan pengikutnya) dan peziarah melakukan dzikir di depan makam Tuan Guru pertama Abdul Wahab Rokan. Peziarah datang ke sini selain untuk mengikuti acara dzikir bersama di makam Tuan Guru Pertama, juga bersilaturahmi dengan penerus Tuan Guru Basilam. Di saat inilah, kampung Besilam yang biasanya teduh dan tenang mendadak menjadi sibuk karena datangnya ratusan bis ke mari membawa ribuan wisatawan, khalifah, dan peziarah.

Artikel terkait:


0 komentar:

Posting Komentar